Vandra, Sahil, Tama, kevin, Alex, dan beberapa murid dari SMA Bakhti baru saja pulang. Mereka beriringan motor. Suasana jalan kebetulan saat itu tidak terlalu ramai. Namun, saat melewati sebuah pertigaan mereka berpapasan dengan salah sekolah lain.
"Woy! Cupu lo, cupu!"
"Ah cemen lo!"
Teriak salah satu anak dari sekolah lain yang mereka sendiri yakin jika itu adalah sekolah dari musuh bebuyutan mereka. Musuh turun temurun dari angkatan sebelum mereka. Entah sebenarnya apa yang menjadi awal permasalahan antara sekolah Bakti dengan sekolah Berdikari.
"Wah kurang ujar mereka!" ujar Vandra yang tersulit emosi.
Tetapi Vandra sudah melihat jika Bang Jagat salah satu kakak kelas mereka memberikan kode untuk tidak terpancing. SMA Berdikari yang merasa tidak dirspon semakin menjadi mereka bahkan tak segan menunjukkan jari tengah dan jempol kebawah yang menandakan penghinaan dan meremehkan.
Bukan Vandra namanya jika ia tak mudah tersulut emosi ia menepikan motornya. Kilat matanya sudah menunjukkan emosi yang tak bisa padam.
"Apa lo!"
"Maju sini lo!"
Jagat yang mendangar seru dan itu terkejut. Sama halnya dengan Andra yang kebetulan diboncengi oleh Vandra. Mendengar perkataan dari Vandra SMA Berdikari langsung merespon ucapan Vandra.
Mereka pun memarkirkan motornya tepat di tengah jalan mengahalangi orang-orang yang ingin melewati jalan tersebut. Beberapa masyarakat yang berada di sana langsung tancap gas kencang dan beberapa lainnya memilih memutar balik.
Jagat pada akhirnya memutuskan untuk meminta teman-teman nya turun dari motor membantu Vandra. Suasana jalanan menjadi sepi beberapa pedagang pinggir jalan bahkan memilih untuk masuk ke rumah.
SERANG!!!
Tanpa mereka duga SMA Berdikari membawa parang, ring sepeda dan alat lain saling berlari dari berlawan arah. Dengan tangan kosong mereka melawan SMA Berdikari.
BUG!!
Andra berhasil memukul salah satu dari anak SMA Berdikari. Pada lawan selanjutnya Andra dibuat salah fokus dengan seorang anak perempuan dari SMA Bakti. Yang entah mang apa itu bisa berada di tengah kerumunan kerusuhan. Ia terlihat mengambil dan merapikan sesuatu.
BUG!!
Andra terjatuh tubuhnya sampai terdorong saat lawannya memukul tanpa aba-aba. Tersulit emosi Andra langsung melayangkan pukulan lebih banyak hingga lawannya pingsan. Setelah itu ia berlari menuju anak perempuan yang ternyata masih berada di sana.
"Lo ngapain di sini? Bahaya!" ucap Andra.
Gadis itu menoleh ke belakang memerhatikan Andra. Namun, bukan nya menjawab ia justru kembali merapikan beberapa makanan kecil dan memasukkan nya ke dalam box. Andra yang merasa gemas langsung membantu mengambilnya dengan asal yang merebut box tersebut dari gadis itu serta menarik lengannya supaya menjauh dari jalanan.
"Lo mau mati, ha?!" pekik Andra gemas. Sesaat telah berada dipinggir jalanan.
"Masuk sini. Masuk nak!" teriak seseorang ibu-ibu dari balik warung yang sedikit terbuka.
Andra dengan cepat menarik gadis itu masuk ke dalam sebuah warung kecil dipinggir jalan yang sudah sedikit tertutup.
"Duduk-duduk silakan," ujar ibu warung yang setelah itu ia masuk ke dalam rumah. Dan kini hanya menyisakan Andra dan gadis yang ia tolong.
"Lo ngapain sih di sana! Bahaya!"
Ia tak menjawab tampaknya masih terlihat syok. Andra menarik napas frustasi, melihat gadis itu hanya memainkan kukunya. Ia meraih pergelangan tangan itu.
"Jawab pertanyaan gua," ujar Andra ia berusaha bertanya dengan nada lembut kali ini.
Gadis itu melepaskan tangan Andra dari lengan nya. Ia mengambil sebuah buku note kecil dari balik box makanan jalan nya beserta pulpennya.
Kamu gak liat? Aku jualan. Daganganku jatuh aku kak bisa pergi tanpa danganganku.
Andra menerima kertas note itu. Mambacanya dengan saksama. Ia menarik napas panjang. Pantas saja sejak tadi itu menanyakan banyak hal tetapi gadis itu hanya diam tidak menjawab.
"Oh oke, maaf udah marahin lo. Tapi, nyawa lo lebih penting daripada dangan lo," jelas Andra.
Ia berdiri dari tempat duduk ia melihat keluar. Di sana beberapa warga sudah menangani kerusuhan tawuran dan ada beberapa satpol PP juga. Untuk kali ini dirinya selamat dari masalah berkat gadis itu. Andra mengulurkan tangan pada gadis itu memulai perkenalan. Karena jujur saja meskipun ia sudah kelas sebelas. Ia baru kali ini melihat gadis itu.
"Lo murid baru ya? Gua baru liat lo soalnya."
"Oh iya kenalin gua Andra."
"Kalo boleh tau nama lo siapa?"
Gadis itu mendongak menatap uluran jabatan tangan Andra. Ia tanpa ragu menyalami Andra dan tersenyum. Kemudian, ia kembali menulis kan sebuah kalimat pada notesnya.
Iya gak apa-apa. Terima kasih untuk tadi udah bantuin
Andra menatap gadis itu. Ia sungguh tak menduga bertemu dengan gadis tunawicara yang sepertinya mereka satu sekolah melihat dirinya dan gadis itu mengenakan baju seragam yang sama. Tetapi, pikiran Andra menjadi melayang sebab Andra baru mengetahui sekolah Bakti Sentosa juga menerima murid seperti gadis ini yang seharusnya berada di sekolah khusus.
Bukan, bukannya Andra meremehkan gadis dihadapannya dalam hal pembelajaran. Namun, ia berpikir keras bagaimana gadis itu belajar dengan baik di sekolah yang bukan khusus untuk dirinya. Andra sungguh salut pada gadis itu ia bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
"Oh iya, nama lo siapa btw?"
Gadis itu menatap Andra. Kembali ia menuliskan sesuatu pada Andra.
Namaku Arunika shaluna Nirmala. Kamu bisa panggil aku luna.
Kalau kamu?
Andra menerima kertas itu dan membacanya. Ketika membaca nama gadis itu tanpa sadar Andra tersenyum sumringah. Ia terkesiap sungguh indah nama gadis ini.
Luna kembali menulis dan menepuk pundak Andra. Andra kembali membaca tulisan notes luna.
Kamu?
"Oh iya. Nama gua Reandra rangga wirabhumi. Lo bisa panggil gua Andra," jawab Andra.
Tidak lama sebuah mobil satpol PP terlihat dari tempat kejadian tawuran. Andra melihat dari dalam warung teman-temannya di bawa oleh satpol PP. Dan kendaraan yang mereka pakai diangkut oleh mobil polisi. Untuk kali ini Andra dalam keadaan selamat berkat luna. Tetapi entah besok di sekolah apakah namanya ikut terseret atau tidak hanya Tuhan yang tahu.
"Oh itu tawuran ya udah bubar," ujar Andra menghilangkan keheningan.
"Ya udah yuk kita pamitan sama ibu warung. Gak enak lama-lama di sini."
"Ibu, kami mau pamit. Terima kasih sudah membantu saya dan teman saya."
"Oh iya untuk minumannya jadi berapa ya bu?"
"Oh, tidak usah. Anggap saja sebagai minuman penyambutan tamu," kata ibu penjaga warung.
"Terima kasih banyak ibu. Mohon maaf merepotkan."
"Tidak merepotkan. Sama-sama, nak."
Saat akan Andra pergi ia merasa tak enak hati. Ia memberikan sedikit uang kepada ibu penjaga warung dengan diam-diam. Menyelipkan uang di bawah gelas bekas minumannya.