Loading...
Logo TinLit
Read Story - God, why me?
MENU
About Us  

“Nene aku capek sholat. Boleh gak kalau sholatnya hari minggu aja?” tanya andine bibirnya sudah manyun sepersekian centi. Lirikkan mata nenenya terlihat dari ujung mata Andine.

“Kenapa kok mau hari minggu aja?” Tanya nene lembut merapikan kerudung cucunya yang sudah tak beraturan sepulang sekolah.

“Capek tau ne. kan aku sekolah lama, terus istirahat bentar baru ngaji. Padat, kan? Terus harus sholat lima waktu tuh capek. Wudhu, ambil mukena, sholat. Ya Allah masa nene gak ngerti sih?” Jelasnya dengan perasaan kesal andine ini membuat nenenya terkekeh kecil.

“Capek ya?” Tanya nenenya lagi.

Dengan mantap andine mengangguk. “Banget.”

“Kalau gitu kamu ikutan yang ibadahnya hari minggu doang?” Pertanyaan ini menjebak.

“Eh? Iya ya, ne. Berarti gak boleh dong? Sholatnya hari minggu aja? Tapi kan capek. Kenapa harus lima waktu? Jam mainku gimana?” Andine ternyata punya banyak pertanyaan yang apabila baginya tak konkret untuk menjawab pertanyaan ia akan semakin banyak bertanya.

“Sudah ada kok ketentuannya tiap agama. Masing masing punya aturannya luh.” Jawab nenenya.

“Hooo..” Entah apakah andine memahami pembicaraan ini atau tidak. Kepalanya tetap mengangguk.

“Terus nene? Kalau surga ada tingkatannya kita bisa lihat tingkatannya? Kan di Al-Qur’an di jelasin. Kalau aku sudah masuk surga Allah. Nerekanya tetap keliatan kalau kita lihat dari surga? Nene di surga rumah rumahkan gede. Kok katanya gak pakek dinding dan kok bisa luas semua?” Mendengar pertanyaan beruntun dari cucunya membuat si nene tersenyum lebar dengan gelengan kepala pelan meraih pipi cucunya.

“Nene kurang paham. Nanti coba tanya ke guru ngaji atau guru sekolah ya.”

Andine tak suka pertanyaannya tak mendapatkan jawaban pasti. Hanya saja memaksakan orang yang tak tahu apa pun juga jahat.

Mereka tiba di rumah nene membayar becak lalu mereka masuk ke dalam rumah. Membersihkan dirinya, makan siang di suapi oleh nenenya dan berangkat naik sepeda menuju TPA Muhammadiyah yang bangunannya paling besar. Mereka mengaji di lantai tiga khsusu anak anak perempuan sedang anak laki laki di lantai dua.

“Andine mau coba?” Temannya mengeluarkan bungusan yang berisikan warna merah dengan air. Setelah menoleh andine mengernyitkan kepalanya.

“Itu apa?” tanyanya penasaran ketika temannya membuka karet yang membungkusnya.

“Kamu gak pernah makan ini? Ini manisan cabe.”

“HAH?” Suara andine tak bisa di kontrolnya.

“Andine. Jangan terlalu berisik kalau sudah setoran.” Tegur ibu mengajinya.

Mereka berdua langsung menutup mulut dan muali berbicara dengan pelan pelan.

“Emang kamu gak kepedesan? Cabe lho pedes.”

“Enggak. Kan udah gak ada bijinya. Ini tuh di bersihin terus di rendam dalam air gula.” Penjelasannya tak membuat andine tertarik untuk mencobanya.

Jujur author juga hingga detik ini tak pernah menemukan orang membuat manisan cabai. Jika kalian pernah memakannya tolong bagi tau author apakah seenak itu? Mendengarnya saja author kaget. Lebih enak untuk cocolan lalapan dari pada manisan bagi author 😊

                Mamanya sekarang sering mengajaknya jalan jalan ke beberapa tempat semenjak mamanya terus belajar menyetir mobil dengan kakanya yang paling tua.

Kadang ia merasa heran karena mamanya selalu kebingungan dan takut. Tapi, ia cukup salut mamanya masih ingin mencobanya terus menurus hingga kini ia mahir jadilah mereka ketika bosan bisa bepergian tanpa perlu menunggu omnya untuk menyetir mobil. kadang ia lebih sering berangkat ke kota kota besar Jakarta, Bogor, Bandung, Bali dan masih banyak lagi tiap minggu jika ia usai sakit ia akan berangkat ke luar kota -lebih tepatnya keluar pulau, ya-

“Mey?” Panggilan papinya membuatnya menoleh ke arah pintu kamar matanya berbinar besar melihat papinya datang.

“Papi….” Teriaknya gembira dengan tangan di rentangkan di mana papinya akan melakukan hal yang sama. Ia di peluk ini moment menyenangkan karena pasti setelah ini mereka akan ke mall.

“Lihat mey.” Papi bawakan boneka besar dua pasang setara tubuhnya dan gendut sekali. Rasa girang luar biasa ia rasakan langsung memeluk kedua bonekanya dan masih ada oleh oleh baju lainnya.

“Senang?” Pertanyaan yang akan terus dan selalu ia hafal ketika andine menerima semua hadiah papinya. Ia mengangguk senang. Sangat.

Karena ia tak di perbolehkan untuk meminta kepada siapa pun termasuk ke papinya. Karena ia di didik untuk tak boleh meminta jadi jika ketahuan ia akan di pukul. Dari pada belt itu akan melayang ke tubuhnya ia memilih untuk tetap tenang. Tak perlu meminta apa pun. Tak boleh mengharapkan apa pun.

Mereka berangkat ke mall, makan di X.O Suki meemsan makanan sesuai lidah papinya. Memesan bebek panggang khas mereka. Semua hal di ambil papinya untuknya sedangkan porsi makannya tak besar papinya kecewa ia masih sulit makan. Papinya sempat mengomel karena tubuhnya masih sangat kecil untuk ukuran anak anak seumuran andine. Tapi andine memang kesulitan makan ia pemilih salah salah pencernaannya akan terganggu.

Pick eater bagi banyak orang ia terlalu pemilih sedang mama dan nenenya harus memerhatikan semua makanan yang masuk karena banyak makanan yang tak bisa andine makan dengan nikmat meski makanan itu enak. Ia tak ingin harus di larikan ke rumah sakit.

Bahkan akibat tak konsultasi dokter biasanya ia meminum obat yang membuatnya kejang. papinya pun panik ketika ia tiba tiba diam karena demam tinggi, tubuhnya kaku, ia tak bisa bergerak sama sekali sekedar untuk bicara pun tak mampu semua orang bergegas membawanya ke rumah sakit.

Alergi obat.

Lagi lagi ada tambahan untuk harus di perhatikan. List itu semakin memanjang hingga ia sendiri lelah dengan tubuhnya.

“Mama, dede boleh punya adek cewe?” tanyanya sambil menyuap bubur yang di berikan.

“Kok mendadak?” Mamanya menatapnya mengelap mulutnya yang cemong karena makan bubur.

“Dede aja sendirian gak ada temen ngobrol. Kalau semua orang sibuk dede bisa ngobrol dan main sama dia. Dede bisa iketin rambutnya. Main dandan dandanan.”

Mamanya tertawa lepas. “Nanti ya mama beli tepung dulu. Bikin dede bayi harus ada tepung.”

“Pasar banyak ma.” Jawaban polos mengundang banyak tawa yang lain kebetulan ada dokter dan para perawat yang datang untuk mengecek kondisinya.

“Emang bisa jadi kaka? Kan kamu selama ini meymey.” Sahutan si dokter membuatnya tertegun.

Anggukkannya pasti. “Bisa. Kan aku kalau jadi kaka bisa kasih contoh. Aku sayang sayang adekku.”

Tanpa ragu ia menatap balik si dokter.

“Nampaknya anakmu kesepian banget. Kasih dah adek buat dia.”

“Ntar ah, dokter. Belum beli tepung.” Semua orang dewasa tertawa puas. Ia merasa heran kenapa harus tertawa cuman mendengar kata tepung.

                Kepergian para perawat dan dokter pun membuat ruangan besar ini menjadi hening. Ia mulai mengantuk karena obat yang ia minum setelah makan tadi. Ia berbaring di ranjangnya menatap langit yang cerah.

Ya Allah, aku takut dewasa. Sakit gak enak. Aku takut dosa. Kalau berdosa nanti masuk neraka. Kalau boleh tolong ambil kehidupanku sekarang. Gak berani ya Allah, gak tau nanti aku dewasa kek gimana.

Matanya mulai menutup. Ia melirik ke arah pintu Mama dan papinya lagi lagi bertengkar.

Lihat ya Allah. Mama bertengkar lagi pasti gegara aku. Jangan biarin  aku ngerepotin mamaku ya Allah.

Aminn.

Matanya tertutup keadaan kini hening tak lagi ada suara apa pun tapi gemuruh hatinya masih berisik. Berusaha merayu Tuhannya untuk menjemputnya. Perasaan lemah ini lebih sering ia rasakan dari pada ketika ia mulai berlarian dengan teman temannya di sekolah. Bahkan bisa di pilih menjadi atlit lari. Sayangnya ia tak beruntung harus jatuh sakit performanya turun. Namanya tak ada lagi terdaftar sebagai atlit ia menatap binar mata teman temannya yang membawa kemenangan sedang dirinya belum pulih dari sakit.

Katanya tempat paling mudah di kabulkan doa adalah rumah sakit di mana banyaknya orang orang berharap dengan tulus. Mengagungkan doa itu berulang kali dengan kepasrahan untuk kesembuhan.

Allah, aku juga pengen bisa berlarian tanpa takut sakit.

Kalau gak bisa di dunia.

Izinkan aku lari di dalam Surga-Mu.  

 

Mengeluh? Tak ada lagi kata mengeluh di dalam hidup andine ketika dunianya hancur. Mamanya bercerai dengan papinya, nenenya pergi menjauh mengurus datunya yang sakit. Datu adalah ibunya nene yang tinggal jauh di Samarinda sana. Ia sendirian lagi. Mamanya jarang di rumah kecuali malam. Semua orang dewasa diam tak menceritakan apa pun seolah ia tak memahami maksud itu. Andine juga memilih diam berputra pura tak mengetahui hal itu.

Tak lama mamanya menjelaskan bahwa ia punya kaka kandung. Anak laki laki lebih tua darinya tinggi dan kurus.

Kakanya itu tak bisa membaca, berhitung dan lainnya. Padahal ia juga bersekolah SD sama sepertinya.

“Mama? Dia bodoh jangan ajari lagi.”

“He, dede gak boleh gitu.”

Ekspresinya datar malas menanggapi jawaban mamanya.

“Kamu waktu sekolah ngapain? Masa yang di pelajari di TK gak bisa?”

“Ngamen atau gak ke sekolah.”

“Salahmu jadi bodoh. Di sekolahkan malah minggat.”

Mamanya menggelengkan kepala tak habis pikir dengan ucapan anak bungsunya itu. Setelah pembelajaran selesai ia mendekati anak perempuannya.

“Dede gak boleh gitu. Kakamu gak pernah ada yang ngajarin. Jadi di sekolah juga gak bener perduli b uat ngajarin?”

Ia melongos ia tak bodoh. “Terus gurunya yang salah. Kok bisa anak kayak gitu malah di naikkan kelas.”

Ia enggan bersimpati dengan orang bodoh.

Mamanya menceritakan hal yang mengejutkan. Bahwa ayah aslinya yang mengancam pihak sekolah untuk tetap di naikkan sekolah. Bahwa ayahnya sibuk bekerja dan sangat tempramen.

“Pantes nikah. Jodoh ternyata.” Gumamnya kecil melirik mamanya dengan ekspresi datar.

Ia memilih membersihkan dirinya sendiri ke kamar mandi malah listrik padam.

“Dede? Diam ya.” Gelap sekali tapi ia diam.

Anak laki laki itu berteriak kencang memanggil mama kemudian menangis.

“Gak papa ada mama.” Suara mamanya terdengar. Mamanya mendorong pintu memasukkan sebatang lilin ke kamar mandi.

Ia sudah terbiasa dengan listrik yang padam asal nenenya bersuara ia akan tenang. Untuk kasus ini ia enggan membuka mulutnya untuk memanggil mamanya. Malas. Ia merindukan nenenya yang entah kapan akan pulang ke rumah.

Mama tak bisa memasak setiap hari makan nasi goreng dengan telur dadar. Menu mewah bekalnya nasi goreng pula mewah masakan mamanya adalah sarden dengan telur. Melelahkan ia enggan makan dengan masakan yang membosankan itu.

“Bawa nene pulang.” Pintanya.

“Kenapa?”

“Mama gak bisa masak. Aku bosan ini terus makanannya gak ada yang lain. Aku sampe sariawan.”

Mie pun di buatnya menjadi lauk.

“Kamu tuh de, harusnya bersyukur. Anak anak di luar sana ada yang kelaparan.”

Mulai ceramah. Batinnya memilih melanjutkan makan tanpa merasakan apakah makanan itu masuk lewat  mulut atau hidungnya.

Jam istirahat pertama, tak pergi kemana pun karena sariawan ia malas bergerak memilih menghabiskan bekal dari mamanya perlahan. Lihat nasi goreng lagi. Kini ia lebih banyak bicara dengan dirinya sendiri di beberapa waktu saja ia akan aktif selebihnya ia akan diam.

“Astaga andine? Gak kemana mana?” Ibu gurunya masuk lebih awal. Andine mendekat memberikan uang sakunya untuk di tabung beliau tersenyum mengambilkan buku tabungan bernama Andine Copia Bramastasia. Menerima uang andine mencatat di buku.

“Bagus.”

Ia berjalan ke arah mejanya merapikan wadah bekal dan langsung duduk tenang.

“Gak jajan keluar?” Tanya teman sebangkunya. Ia menggelengkan kepala.

“Nah buatmu jajan. Badanmu paling kecil sendiri. Tadi mamaku belikan.”

“Makasih.” Jawab Andine.

“Sama sama.”

Harusnya andine tak menerima makanan itu. Besoknya ia harus menerima pukulan karena anak itu melapor ke mama bahwa ia mengambil paksa makanannya. Meski ia berkata jujur mamanya takn percaya.

“Dede gak papa? Pasti sakit.” Kakanya mendekat melihatnya dengan tatapan sedih.

“Baik baik aja kok.” Jawabnya tegas berdiri perlahan kakinya sakit. Masuk ke kamar mandi melepaskan semua pakaiannya di depan cermin.

Lebam sekujur tubuh. Ada beberapa yang berdarah. Ia menghela nafas panjang. Menyalakan shower membiarkan air mengahntam kepalanya. Berusaha tak merasakan perasaan sakit di tubuh dan hatinya yang kecewa.

“Padahal aku sudah jujur.” Gumamnya. Ia mematikan shower melangkah mendekati gantungan handuk membalut tubuhnya dengan handuk. Lalu pergi ke kamar nenenya untuk mengobati dirinya sendiri.

Pedih. Tak apa asal luka ini tak akan membekas. Part tersulit untuk menghilangkan lebam di tubuhnya dengan cepat. Untuk hal ini tubuhnya lamban untuk menutupi luka dalam. Saat menggunakan pakaian  ia harus menahan sakit.

Andine menaiki tangga menuju lantai dua. Ruang laundry ada kasur di dalamnya ia berbaring di sana. Ia butuh istirahat tanpa omelan sedikit pun. Ia langsung terlelap kebanyakan menangis membuat matanya sangat mengantuk.

 

 

 

Papinya datang lagi mereka langsung jalan jalan ke mall kata mama papinya hanya sebentar saja di sini.

Tangannya di gandeng papi ia menoleh ke belakang di mana kakanya berjalan bersama mama, memanggil kakanya dengan kode tangan kirinya di buka dan di tutup kakanya bergerak maju akhirnya mereka bergandengan bersama mereka memilah milih mainan.

Ia menunjuk mainan yang di belikan langsung oleh papinya. Kakanya juga di belikan mainan mereka mengobrol karna mainan baru.

Pulang dari mall ikut mengantarkan papi ke pelabuhan langsung karena sudah selesai muatan tongkangnya.

“Nanti papi telpon ya mey.”

“Okey…” Sahutnya gembira papinya naik ke atas kapal. Di rumahnya ada miniature kapal milik papinya berat dan bentuknya sama persis bahkan sampai ke dalamnya juga. Ia selalu senang memandangi miniatur kapal papinya sambil menunggu kabar dari papi. Zamannya sudah hp nokia tapi ia tak di beri nomer papi.

“Dadah papi…” ia berteriak dengan melambaikan tangan. Kakanya menggendongnya agar ia masih terlihat kapal terus menajuh hingga mereka tak lagi melihat kapal papi. Hari sudah gelap mereka masuk ke mobil melanjutkan jalan jalan.

Mamanya mengajak untuk bertemu dengan teman temannya.

“Wah Qiana sekarang sudah sukses ya punya mobil mewah.” Teman mamanya memuji dengan senyuman aneh menurutnya.

Zaman tahun  2011 mobil masih di anggap mahal di Banjarmasin di mana hanya orang orang tertentu memilikinya jalanan besar dan lenggang. Memiliki motor pun sudah patut di syukuri karena orang orang masih suka menaiki transportasi umum sejenis angkot, becak atau ojek pengkolan. Kebanyakan dari mereka memilih jalan kaki jika masih dekat untuk jarak jauh lebih utamakan bus antar kota.

Andine memerhatikan setiap gerak gerik orang mendengarkan  dengan seksama setiap percakapan. Menala’ah banyak hal dari setiap maksud perkataan orang orang itu. Mengalihkan pandangan ke teman mamanya yang membawa bayi dalam gendongan, anaknya ada satu lagi yang besar.

‘Mari kita lihat siapa yang naik mobil.’ Batinnya. Bosan tapi bisa apa? Ia mjulai mengitari seisi café mencari tempat nyaman percakapan mamanya masih lama. Ia menemukan taman dengan ayunan memilih duduk di sana. Waitres mendekat memberikan pesanannya.  

Ia berterima kasih meletakkan minuman di meja yang ada di dekatnya. Ia mulai menggerakkan kakinya mundur lalu mengangkat kakinya ketika ayunan bergerak maju.

Bosan. Semua gerak gerik orang terlalu mudah untuk di baca.

Matanya menatap para pengunjung yang terus berdatangan suasana di sini ramai. Rata rata lampu di café ini berwarna kuning.

Nanti di dewasaku apa yang harus ku hadapi? Apa sulit nanti? Atau malah mudah? Kenapa ya rasanya khawatir, takut, karena gak punya gambaran gimana aku dewasa nanti? Boleh gak ya kalau pulang aja duluan? Di Qur’an bilang dunia tuh gak lama nanti kiamat. Takut banget ih.

Selagi andine sibuk dengan pikirannya, kakinya terus bergerak agar ayunan tak berhenti.

Kini matanya melihat ke dalam café mamanya dengan kumpulannya terlihat mereka duduk di mana matanya bisa menjangkaunya. Ia terkekeh kecil merasa muak dengan banyak tatapan kagum itu. Sebagian pura pura, sebagian ada hal yang di simpan rasa iri mereka terlihat. Aura mereka tak bisa di tutupi.

“Apa yang kamu lihat?”

Andine menoleh seorang anak laki laki seumuran dengan kakanya mendekat tampan postur tubuhnya tinggi. Kini anak itu duduk di meja di mana minuman andine di letakkan.

“Gak ada.” Jawabnya singkat.

“Kamu anak dari teman mamaku.”

Ia mengangkat kedua bahunya tak tahu siapa mamanya anak itu. “Mungkin.”

“Bosan?”

“Iya.”

Anak itu tertawa andine menatapnya diam saja sudah ganteng apalagi ketawa. Ia diam ekspresinya tak berubah.

“Baru ini ada anak cewe yang mukanya tetap judes ngomong sama aku.” Pengakuan itu membuat andine mengernyit.

Wajar jika anak itu di kejar anak anak cewe. Lalu kenapa jika ia malas berekspresi? Toh tak akan bertemu lagi juga. Anak aneh haruskah ia sksd –sok kenal sok akrab- ini makin menyebalkan. Kapan mereka akan pulang? Mamanya lama sekali.

“Kevin. Ayo main game lagi sama anak yang lain.” Kakanya keluar memanggil anak itu.

“Lu aja gue males. Pakek aja.” Balasnya, kakanya langsung mengangguk dan pergi.

“Sana plis jangan ganggu.” Usirnya ia terganggu dengan makhluk satu ini.

Kevin tadi namanya tersenyum. “Ya sudah. Aku temani aja di sini sambil diem.” Ia berjalan maju memberikan minuman andine yang langsung di ambil lalu langsung andine minum.

Kevin masuk mengambil minuman dan cemilannya.

“Kevin, ini makanan de andine. Bawain nak.” Mamanya cantik kulitnya putih. Ia diam terpelongo berbeda dari mamanya. Mama Kevin jauh lebih cantik. Kevin masuk mengambil jajanannya meletakkan di pangkuannya setelah ia memakan beberapa Kevin maju mengambil piring tadi dan minuman di letakkan di meja lagi.

Sesuai janjinya ia ikut duduk di sini tanpa mengajaknya bicara.

 

Malam ini indah penuh banyak bintang suasana mala mini tenang.

“Kamu tau itu namanya rasi  bintang.” Tunjuk Kevin ia mengikuti arah telunjuk Kevin. Kevin  menjelaskan bentuk bentuk rasi bintang hal yang baru ia ketahui pengetahuannya luas.

“Wah?” ia tersenyum lebar melihat bintang bintang kini mulai terlihat bentuknya sesuai penjelasan Kevin. Tiba tiba ia mendengar tawa Kevin ia langsung menoleh ke samping.

Matanya menatap Kevin dengan tatapan. “Kenapa?” bertanya lewat tatapan matanya saja. Kevin tersenyum berhenti tertawa ia menggeleng.

“Gemes aja liat kamu gitu. Polos banget.”

“Emangnya semua orang tau? Di sekolahku gak ada yang ngajarin tuh? Mama juga gak ada bahas rasi bintang.” Ia kesal langsung bertubi tubi memberikan pertanyaan ke Kevin yang masih saja tersenyum.

“Iya gak semua orang tau.” Jawabnya kalem. “Kamu suka bunga?” tanyanya lagi.

“Gak, susah ngerawat bunga.” Matanya menatap langit lagi.

“Buket bunga emangnya gak suka?” Ia tahu Kevin terus memandanginya ia malas menatap mata Kevin.

“Buket?” Tanyanya bingung.

“Aha kamu belum pernah liat ya? Kalau kita ketemu lagi aku bawain.” Janji Kevin.

“Gak perlu janji. Kita gak akan ketemu lagi.” Jawabnya tegas dan pasti.

Kali ini Kevin terkejut ia mengernyit heran. Jawaban tegas itu membuatnya kaget.

“Kenapa yakin?” Kevin coba memastikan sesuatu.

“Ngapain? Kita masih kecil dan kamu cuman penasaran karena aku gak kek anak cewe yang ngejar kamu. Jadi jangan berjanji.” Tatapan mata andine tajam.

Kevin  tersenyum. Baru kali ini ada anak yang menolak dengan hadirnya bahkan pemberiannya. Ketika  orang lain selalu menunggu kapan ia akan memberikan  hadiah atau lainnya karena mengetahui bahwa ia lahir dari kelurga yang berada.

 Tak buruk. Semoga aku bisa bertemu lagi. Anak ini unik. Batin Kevin.

Sayangnya sesuai perkataan Andine mereka tak pernah bertemu lagi. Mereka pindah ke Jakarta karena Kevin harus sekolah di sekolah Internasional. Ia cukup menyayangkan hal ini. Tapi tak apa. Ia bergumam semoga bisa bertemu lagi dengan gadis kecil yang menolak hadirnya itu.

Sedangkan Andine sama sekali tak lagi mengaingat momen itu. Ia melanjutkan hidupnya seperti biasa.

Bagi Andine pertemuan singkat itu tak akan ada maknanya karena selama ini ia bertemu banyak orang. Ia juga tak memikirkan akan hidup lebih lama dengan tubuhnya yang mudah rapuh ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Langkah Pulang
623      415     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
Wilted Flower
386      292     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...
Imperfect Rotation
213      186     0     
Inspirational
Entah berapa kali Sheina merasa bahwa pilihannya menggeluti bidang fisika itu salah, dia selalu mencapai titik lelahnya. Padahal kata orang, saat kamu melakukan sesuatu yang kamu sukai, kamu enggak akan pernah merasa lelah akan hal itu. Tapi Sheina tidak, dia bilang 'aku suka fisika' hanya berkali-kali dia sering merasa lelah saat mengerjakan apapun yang berhubungan dengan hal itu. Berkali-ka...
Love Yourself for A2
34      31     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
VampArtis United
1496      884     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
2802      1538     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
A Sky Between Us
59      51     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...
TANPA KATA
27      24     0     
True Story
"Tidak mudah bukan berarti tidak bisa bukan?" ucapnya saat itu, yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Sulit sekali rasanya melupakan senyum terakhir yang kulihat di ujung peron stasiun kala itu ditahun 2018. Perpisahan yang sudah kita sepakati bersama tanpa tapi. Perpisahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang memaksaku kembali menjadi "aku" sebelum mengenalmu.
The Call(er)
2211      1252     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
A Missing Piece of Harmony
349      265     3     
Inspirational
Namaku Takasaki Ruriko, seorang gadis yang sangat menyukai musik. Seorang piano yang mempunyai mimpi besar ingin menjadi pianis dari grup orkestera Jepang. Namun mimpiku pupus ketika duniaku berubah tiba-tiba kehilangan suara dan tak lagi memiliki warna. Aku... kehilangan hampir semua indraku... Satu sore yang cerah selepas pulang sekolah, aku tak sengaja bertemu seorang gadis yang hampir terbunu...