Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sweet Seventeen
MENU
About Us  

“Ini pembayaran terakhir dari kontrak yang kepaksa dibatalin karena kelakuanmu.” Mama menggerutu sambil menekan remote tv.

Sementara itu, aku dan Trin cuma saling melirik. Enggak perlu ditanggapi, itu aturan yang kupegang sekarang.

Mama memang masih belum terima, Mama juga sering mengungkit soal penalti yang harus dibayar karena aku membatalkan kontrak. Rasanya pengin membalas karena itu risiko dari Mama yang keras kepala. Kalau saja Mama enggak ngotot dan bisa menerima keputusanku dengan menolak kontrak baru, hal ini enggak akan terjadi.

“Capek-capek Mama bikin image kamu baik, tapi kamu malah begini. Sekarang Dafa dan Kenny yang dapetin peran itu, kamu malah enggak dapat apa-apa.” Mama masih melanjutkan gerutuannya.

Tiga hari yang lalu, Dafa mengunggah konten kalau dia jadian dengan Kenny. Entah itu beneran atau setting-an, aku enggak peduli. Aku sempat membaca komentar di video itu. Ada yang mendukung, tapi enggak sedikit juga yang curiga dengan hubungan itu. Beberapa membawa namaku, membandingkan hubungan Dafa denganku, juga Dafa dan Kenny.

Mereka juga dapetin peran di serial yang selama ini diincar Mama. Jadi, makin banyak yang berspekulasi kalau hubungan mereka cuma setting-an demi kebutuhan promosi dan konten.

Melalui Arisha, aku masih sering mendengar info terbaru soal diriku. Memang banyak yang menghujatku, salah satunya akun Karianna Godzilla yang makin menjadi-jadi dengan semua komentar jahatnya, tapi enggak sedikit juga yang memuji keberanianku.

Namun, aku menegaskan kepada diriku sendiri untuk enggak ambil pusing. Termasuk, mengabaikan si Karianna Godzilla. Siapa pun dia, enggak ada hubungannya denganku.

Mama melempar remote TV ke sofa dan beranjak dari ruang tengah. Aku mengikuti Mama menuju halaman samping yang kini makin rimbun berkat hobi baru Mama, berkebun.

“Kasih Mama waktu, nanti juga Mama capek sendiri. Kayak dulu sama gue,” seru Trin, saatn hanya tinggal aku berdua dengannya.

“Bukan capek, tapi Mama ngalihin energinya ke gue. Sekarang, enggak ada lagi tempat pengalihan,” bantahku.

Trin terkekeh. “Sekarang Mama udah punya pengalihan energi lain. Tuh, tanaman di rumah makin banyak.”

Aku ikut tertawa. Itu ide Papa, alasannya biar Mama punya kesibukan lain daripada uring-uringan terus. Jadi, Mama mulai suka berkebun. Papa sempat mengeluh karena hobi baru Mama lumayan mahal, tapi itu cuma bercanda. Papa sama sekali enggak keberatan, mungkin itu cara Papa untuk menghindari konflik berkelanjutan di rumah ini.

“So, how’s life?”

“Better, I guess,” sahutku. “Much better, karena enggak ada lagi orang-orang toksik di dekat gue.”

Selain enggak perlu lagi berurusan dengan Dafa, aku juga enggak lagi berteman dengan Ghania. Dia makin akrab dengan Sofia, dan di luar sekolah, dia masuk geng Kenny. Aku enggak tahu apakah dia masih menyukai Dafa dan gimana tanggapannya soal Dafa dan Kenny. Memang ada rasa penasaran, tapi aku segera membungkamnya.

Sekarang aku lebih nyaman berteman dengan Arisha. Kadang kami jalan berempat bareng Ansel dan Theo. Aku juga sering menemani Arisha nungguin Theo main basket, lalu pulang bareng Ansel. Aku juga semakin sering nemenin Ansel di toko sambil bikin PR.

Sekarang aku juga sering nemenin Ansel hunting foto. Momen itu dulu miliknya dan Nashila, tapi aku enggak keberatan itu menjadi momenku dan Ansel sekarang.

“Minggu depan gue ke sekolah, lihatin latihan teater. I’m watching you,” ujar Trin dengan mata menyipit.

“I’ll blow your mind,” sahutku. Akhir-akhir ini kepercayaan diriku semakin meningkat.

Soal teater, Tammy enggak lagi menunjukkan kekesalannya. Kata Arisha, dia pasti enggak menyesal sudah memberikan peran itu kepadaku, karena aku bisa membuktikan diri kalau aku mampu. Bahkan Mr. Sam juga selalu memuji perkembanganku.

Sekarang, waktu latihan semakin menipis. Enggak sampai sebulan lagi sebelum jadwal pementasan perdana. Mikirin hal itu membuat perutku selalu mules. Waktu sebulan kayaknya enggak cukup karena rasanya masih belum maksimal.

“Bulan depan gue bakal lihat latihan lagi, yang terakhir. Jangan lupa ingetin Papa soal jadwal, biar bisa ambil cuti,” ujar Trin.

Aku menjawab dengan anggukan mantap.

“Abis ini film?” tanya Trin lagi.

Aku menggeleng. “Nantilah. Sekarang mau fokus sekolah dulu.”

Ternyata kenyataan enggak semenakutkan yang aku pikir. Sekalipun aku sudah enggak terlalu aktif lagi, tapi masih ada beberapa tawaran yang diberikan kepadaku. Namun, aku terpaksa menolaknya. Menurutku itu jauh lebih baik daripada memaksakan diri.

Mama sempat melunak ketika menerima tawaran casting, tapi kembali meradang ketika aku menolak. Kata Mama, aku menyia-nyiakan kesempatan.

Mungkin, aku memang menyia-nyiakan kesempatan yang datang kepadaku. Namun aku enggak mau memaksakan diri seperti dulu lagi.

Just take it slowly. Itu prinsipku saat ini.

“Fokus sekolah dan Ansel?” ledek Trin.

Refleks aku menunduk untuk menyembunyikan wajahku yang bersemu.

Enggak ada acara penembakan yang grande seperti waktu bareng Dafa. Malah aku rasa Ansel enggak pernah benar-benar memintaku jadi pacarnya. Semua terjadi begitu saja, seolah memang sudah seharusnya begitu.

Ansel cuma bilang, “Jadi, kita pacaran?” sewaktu mengantarku pulang.

Dan, aku mengangguk.

Dia pun memutuskan kalau hari itu, status kami berubah dari sahabat jadi pacar.

“Ngomongin Ansel, mau sepedaan dulu.” Aku bangkit berdiri dan beranjak ke kamar untuk berganti pakaian.

Aku mendorong sepeda keluar dari garasi. Di depan rumah, Ansel sudah menunggu di atas sepedanya.

Enggak ada yang berubah sekalipun saat ini aku dan Ansel pacaran. Sepedaan sore-sore masih jadi salah satu rutinitas yang enggak bisa dihilangkan.

“Babe, ntar makan mie ayam depan kompleks, ya,” ujar Ansel, begitu aku tiba di depannya. Dia menyengir lebar, tampak puas dengan keisengannya.

“Babe?” balasku. Itu salah satu sikap jailnya yang selalu membuatku ingin menggetok kepalanya, tapi malah membuatnya semakin sering memanggilku babe.

Ansel terbahak. Dia memacu sepedanya, meninggalkan tawanya yang terdengar lepas itu sementara aku kesulitan mengayuh sepeda untuk mengejarnya.

 

THE END

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
RUANGKASA
46      42     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa!
613      268     11     
Humor
Didaftarkan paksa ke Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa oleh ayahnya, Kaur Majalengka--si OCD berjiwa sedikit feminim, harus rela digembleng dengan segala keanehan bin ajaib di asrama Kursus Kilat selama 30 hari! Catat, tiga.puluh.hari! Bertemu puding hidup peliharaan Inspektur Kejam, dan Wilona Kaliyara--si gadis berponi sepanjang dagu dengan boneka bermuka jelek sebagai temannya, Kaur menjalani ...
Heavenly Project
621      416     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Menanti Kepulangan
46      42     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Hello, Me (30)
20330      1103     6     
Inspirational
Di usia tiga puluh tahun, Nara berhenti sejenak. Bukan karena lelah berjalan, tapi karena tak lagi tahu ke mana arah pulang. Mimpinya pernah besar, tapi dunia memeluknya dengan sunyi: gagal ini, tertunda itu, diam-diam lupa bagaimana rasanya menjadi diri sendiri, dan kehilangan arah di jalan yang katanya "dewasa". Hingga sebuah jurnal lama membuka kembali pintu kecil dalam dirinya yang pern...
Yu & Way
169      137     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
3193      1173     26     
Romance
Dalam dunia yang menuntut kesempurnaan, tekanan bisa datang dari tempat paling dekat: keluarga, harapan, dan bayang-bayang yang tak kita pilih sendiri. Cerita ini mengangkat isu kesehatan mental secara mendalam, tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan anhedonia, dua kondisi yang sering luput dipahami, apalagi pada remaja. Lewat narasi yang intim dan emosional, kisah ini menyajikan perj...
Trasfigurasi Mayapada
213      163     1     
Romance
Sekata yang tersurat, bahagia pun pasti tersirat. Aku pada bilik rindu yang tersekat. Tetap sama, tetap pekat. Sekat itu membagi rinduku pada berbagai diagram drama empiris yang pernah mengisi ruang dalam memori otakku dulu. Siapa sangka, sepasang bahu yang awalnya tak pernah ada, kini datang untuk membuka tirai rinduku. Kedua telinganya mampu mendengar suara batinku yang penuh definisi pasrah pi...
Premium
Beauty Girl VS Smart Girl
11554      2921     30     
Inspirational
Terjadi perdebatan secara terus menerus membuat dua siswi populer di SMA Cakrawala harus bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling terbaik di antara mereka berdua Freya yang populer karena kecantikannya dan Aqila yang populer karena prestasinya Gue tantang Lo untuk ngalahin nilai gue Okeh Siapa takut Tapi gue juga harus tantang lo untuk ikut ajang kecantikan seperti gue Okeh No problem F...
Glitch Mind
47      44     0     
Inspirational
Apa reaksi kamu ketika tahu bahwa orang-orang disekitar mu memiliki penyakit mental? Memakinya? Mengatakan bahwa dia gila? Atau berempati kepadanya? Itulah yang dialami oleh Askala Chandhi, seorang chef muda pemilik restoran rumahan Aroma Chandhi yang menderita Anxiety Disorder......