Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sweet Seventeen
MENU
About Us  

“Jadi gini? Aku ajakin jalan enggak mau, tahunya malah sama dia?”

Beruntung coffee shop ini sepi, cuma ada aku dan Ansel, dan kini ditambah dengan Dafa dan Kenny. Enggak ada yang terganggu dengan dramanya Dafa, kecuali barista yang langsung waspada. Meski enggak ada siapa-siapa, aku sangat terganggu dengan Dafa yang tiba-tiba datang dan langsung marah-marah enggak jelas.

“Kapan kamu ngajak?” Aku enggak lupa ingatan. Jelas-jelas dia enggak pernah mengajakku jalan. Bahkan sepanjang hari ini, aku cuma ngobrol dengannya pagi tadi, ketika dia menunjuk bekas tamparanku semalam. Sepanjang siang, dia sibuk deketin Kenny dan bikin konten entah apa.

“Katanya capek, mau istiharat aja. Ngapain di sini?”

Aku mengabaikan Dafa dan pura-pura menyusun kartu milik Ansel. Dia datang di saat yang enggak tepat. Mood yang tadi sempat membaik, kini kembali jadi buruk karena Dafa.

“Babe…” Dafa menarik pundakku dan memutar kursiku dengan paksa, sehingga aku terkejut dan tanpa sengaja melepaskan kartu milik Ansel. Kartu itu pun berserakan di lantai.

“Apa-apaan, sih?” tegurku.

Aku sudah berniat untuk bangkit dan mengumpulkan kartu itu, tapi Ansel mencekal lenganku. Membuatku kembali terduduk di kursi.

Melihat tangan Ansel yang memegangku, wajah Dafa makin memerah.

Sementara itu, aku mendapati Kenny mengeluarkan handphone dan merekam kejadian ini sambil tertawa.

“Kenny, lo apa-apaan, deh?” serbuku.

“Kalian kan goals banget, ya. Jadi jarang, nih, lihat kalian berantem kayak gini.”

Aku memutar bola mata. Sekarang aku paham mengapa Dafa bisa akrab dengan Kenny, karena mereka sama saja.

“Enggak usah pegang-pegang cewek gue,” hardik Dafa, saat melihat Ansel masih memegang tanganku.

Dafa menarik tanganku hingga terlepas dari pegangan Ansel.

“Kamu selingkuh sama dia?”

Nyaris saja aku tertawa mendengar tuduhan Dafa. Aku enggak menyangka kalau dia bisa sedrama ini.

“Kamu jadi ketus sama aku karena dia?” lanjut Dafa.

“Daf, kalau mau nyalahin orang, cari alasan yang masuk akal dong.”

Dafa mendengus. “Terus, kamu ngapain di sini sama dia?”

“Enggak ada urusannya sama lo,” timpal Ansel.

“Diam lo, gue enggak ngomong sama lo. Ini urusan gue sama cewek gue.” Dafa melabrak Ansel.

Ansel bangkit berdiri, siap untuk menghadap Dafa. Namun, aku menahannya. Cukup Dafa saja yang drama di sini, Ansel enggak perlu ikut-ikutan Dafa.

“Aku enggak nyangka aja kamu tega selingkuh.”

“Please, deh, Daf. Aku sama Ansel sahabat, dan aku juga enggak punya kewajiban buat jelasin ke kamu. Kamu nuduh aku selingkuh? Itu, sih, urusan kamu,” balasku, enggak kalah sengit.

Aku melirik Kenny, yang masih sibuk merekam. Seolah di hadapannya ada adegan sinetron. Well, kalau dipikir-pikir kejadian ini memang cocok ada di sinetron karena menggelikan.

“Mending kamu urus aja urusanmu sama Kenny,” seruku.

“Hei, gue enggak ikut campur, ya,” timpal Kenny.

“Whatever.” Aku bangkit dari kursiku dan berniat untuk pergi. Lama-lama di sini bisa membuatku makin emosi.

“Kamu mau ke mana? Jangan pergi gitu aja abis bikin masalah.” Dafa mencekal lenganku dan mendorongku hingga terjajar ke meja. “Aku tuh udah sabar, ya, sama kamu.”

Refleks aku tertawa. “Sabar? Yang ada kamu malah kurang ajar.”

Wajah Dafa makin memerah ketika mendengar tudinganku. Dia semakin mempererat cekalannya di tanganku. Tanpa sadar, aku meringis kesakitan.

“Lo lepasin Anna, enggak?”

Bukannya mengikuti ucapan Ansel, Dafa malah menatap Ansel. “Enggak usah ikut campur. Dia cewek gue, suka-suka gue mau gue apain.”

Aku sudah akan membuka mulut untuk memprotes Dafa, tapi Ansel lebih dulu menonjok Dafa. Pegangannya refleks terlepas dari tanganku saat dia terhuyung ke belakang akibat pukulan Ansel.

“Lo bisa ngehargain Anna, enggak?” hardik Ansel.

“An, udah. Jangan dipukul lagi,” bujukku.

Dafa pasti akan memperkarakan hal ini. Dia enggak akan tinggal diam mendapat pukulan dari Ansel.

Benar saja, Dafa membalas pukulan Ansel sehingga kini Ansel yang terhuyung hingga menabrak meja. Aku terpekik kaget, sementara Kenny malah bersorak kegirangan sambil terus merekam.

Sementara itu, aku malah kebingungan di tempat. Aku mau membantu Ansel. Tapi aku juga pengin ikut memukul Dafa. Di sisi lain, aku juga mau menghentikan Kenny.

Ansel sudah bersiap untuk kembali memukul Dafa, ketika si pemilik coffee shop menghampiri kami. Tanpa basa basi, dia mengusir kami semua.

Dafa mengumpat kesal sebelum pergi lebih dulu, diikuti oleh Kenny.

“Sorry ya, An,” bisik Ansel, ketika aku berjongkok di sampingnya dan ikut membantu mengumpulkan kartu.

Aku melihat bekas pukulan Dafa di wajah Ansel. Sekarang belum kelihatan, tapi besok bisa terlihat jelas bekas pukulan itu.

“Sakit enggak?”

Ansel menggeleng. “Gue enggak masalah, ya, dia mau nonjok gue sampai babak belur. Tapi, gue enggak terima lihat dia marahin lo kayak tadi. Dia pikir dia siapa? Mentang-mentang dia pacar lo, lalu boleh marahin lo sesuka hati?”

Aku meneguk ludah, dalam hati merasa tersentuh dengan sikap Ansel. Namun aku tahu kalau aku enggak boleh merasa seperti itu. Bagaimanapun, aku yang menyeret Ansel ke dalam masalah ini.

Setelah semua kartu itu terkumpul, Ansel menggandengku keluar dari coffee shop. Kami berjalan pelan menuju hotel yang jaraknya tidak begitu jauh.

“Apa yang lo lihat dari cowok berengsek kayak dia? Fisik? Fame? It’s nothing and I know you’re more than that. Lo enggak shameless kayak Ghania atau Kenny.”

Hatiku mencelus saat mendengar penuturan Ansel. Kalau saja Ansel tahu apa yang sebenarnya kurasakan.

Aku enggak melihat adanya hal spesial di diri Dafa yang membuatku bisa jatuh cinta kepadanya. Malah sebaliknya, aku bisa melihat hal spesial di diri Ansel, dan itulah yang membuatku menyukai sahabatku sendiri.

“Kalau dia enggak bisa menghargai lo, gue harap lo putus sama dia.”

Dalam hati aku mengiyakan ucapan Ansel, tapi putus dari Dafa bukan perkara gampang.

“But in the meantime, kasih tahu gue kalau dia macam-macam lagi,” tegas Ansel.

“I’m fine, An.”

“Stop lying. You’re not fine at all.” Ansel memotong ucapanku.

Aku menghela napas panjang. “Trust me, I’m fine. Kan, ada lo, makanya gue baik-baik aja.”

Ansel menoleh kepadaku. Dari penerangan jalan yang seadanya, aku bisa merasakan ketulusan saat melihatnya tersenyum kepadaku.

Selama ada Ansel, entah kenapa, aku yakin akan baik-baik saja.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dream of Being a Villainess
1425      812     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
Kembali ke diri kakak yang dulu
1113      740     10     
Fantasy
Naln adalah seorang anak laki-laki yang hidup dalam penderitaan dan penolakan. Sejak kecil, ia dijauhi oleh ibunya sendiri dan penduduk desa karena sebuah retakan hitam di keningnya tanda misterius yang dianggap pertanda keburukan. Hanya sang adik, Lenard, dan sang paman yang memperlakukannya dengan kasih dan kehangatan. Ini menceritakan tentang dua saudara yang hidup di dunia penuh misteri. ...
Gebetan Krisan
515      366     3     
Short Story
Jelas Krisan jadi termangu-mangu. Bagaimana bisa dia harus bersaing dengan sahabatnya sendiri? Bagaimana mungkin keduanya bisa menyukai cowok yang sama? Kebetulan macam apa ini? Argh—tanpa sadar, Krisan menusuk-nusuk bola baksonya dengan kalut.
Diskusi Rasa
1132      668     3     
Short Story
Setiap orang berhak merindu. Tetapi jangan sampai kau merindu pada orang yang salah.
A Day With Sergio
1828      811     2     
Romance
SURAT CINTA KASIH
592      427     6     
Short Story
Kisah ini menceritakan bahwa hak kita adalah mencintai, bukan memiliki
Love Yourself for A2
29      27     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Nightmare
447      307     2     
Short Story
Malam itu adalah malam yang kuinginkan. Kami mengadakan pesta kecil-kecilan dan bernyanyi bersama di taman belakang rumahku. Namun semua berrubah menjadi mimpi buruk. Kebenaran telah terungkap, aku terluka, tetesan darah berceceran di atas lantai. Aku tidak bisa berlari. Andai waktu bisa diputar, aku tidak ingin mengadakan pesta malam itu.
Good Art of Playing Feeling
409      303     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
Dessert
1058      556     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...