πππ
Takdir memang tidak akan pernah salah. Meskipun demikian, mungkin harus melewati banyak jalan berliku. Itu semua bisa dilalui dengan baik. Karena, semua akan indah pada waktunya. Kita akan mendapatkan kebahagiaan yang seharusnya. Jadi, percayalah bila takdir akan berakhir indah. Bila kita sudah mengusahakan semua hal sebaik mungkin.
πππ
Semesta beralih menatap Auretta serta Javian secara bergantian. Masih tidak terlalu percaya dengan apa yang didengar tentang hubungan kedua orang itu yang sudah putus.
"Mereka memang udah putus dari beberapa waktu lalu, Ta. Soalnya, ngerasa udah gak cocok satu sama lain. Ditambah lagi, tidak mau menyakiti satu sama lain." Januar lah yang berbicara menjelaskan hubungan adiknya dengan Javian. Tahu, bila Semesta pasti kaget sekaligus tidak percaya dengan fakta yang ada.
Javian menyempatkan diri untuk tersenyum, memang tidak mau menambah masalah atau beban pikiran Auretta. Lebih baik lagi, mereka berdua hanya berteman. Seperti, itu akan membuat Javian maupun Auretta lebih nyaman.
"Bercandanya gak lucu tau. Padahal, gue liat kalian baik-baik saja kemarin." Semesta tetap tidak percaya dengan fakta yang sudah jelas di depan mata.
Auretta beralih menatap Semesta. Padahal, sedari awal cowok itu sudah bisa melihat bila diantara dirinya dengan Javian tidak ada perasaan cinta. Namun, sekarang justru tidak percaya bila penyelesaian dengan Javian sudah selesai. "Gue emang udah putus hubungan sama Kak Javian. Sekarang cuma temanan biasa aja."
Semesta setuju, benar-benar bila hubungan Auretta dengan Javian sudah berakhir. Akan tetapi, bila sudah terlontar dari mulut Auretta bisa dipastikan berita itu benar adanya. Entah kenapa, dia merasa sedikit senang. Namun, di sisi lain tidak tega melihat Auretta sudah mengakhiri hubungan cinta bersama Javian.
Sehingga, Semesta berpikir mungkinkah ini merupakan kesempatannya untuk bisa lebih dekat dengan Auretta. Namun, saya takut bila Auretta belum siap membuka hati. Serta, masih belum move on dari perasaan pada Javian. Sebab, hubungan Auretta serta Javian sedari awal terjalin baik. Sampai sekarang pun masih terlihat baik-baik saja.
Namun, dia tidak mau terlalu memanfaatkan situasi yang ada. Tahu, bila selama ini Auretta tidak pernah memiliki perasaan lebih padanya.
"Gue duluan ya. Takut, telat masuk kelas." Semesta, tersenyum sembari mengganti tangan pada Auretta, Januar, serta Javian.
Auretta menjawab, sedikit kecewa dengan respon maupun sikap Semesta. Padahal, dia sudah memberitahu hal yang sebenarnya. Akan tetapi, cowok itu terlihat tidak percaya maupun tertarik. Entah kenapa, ia ingin benar-benar menyakinkan Semesta tentang konstitusi dengan Javian sudah berakhir. Pun, aku bingung kenapa perasaannya sekarang menjadi sedikit berbeda pada Semesta. Meski begitu, sedari awal memang sudah merasa tertarik. Hanya saja, ia selalu mengelak perasaan itu. Mungkin, karena dirinya sadar sudah memiliki sosok kekasih yaitu Javian.
"Kayaknya, ada beneran yang udah tertarik sama Seta. Keliatan banget, kecewa pas respon Seta kayak tadi." Javian tersenyum, sedikit menggoda Auretta. Tahu, sebenarnya sedari awal ia sudah melihat ada ketertarikan di mata Auretta kepada Semesta.
"Apaan, sih, Kak. Kayak nggak tau aja Kak Seta kan emang selalu gitu. Suka datang tiba-tiba bikin kesal, habis itu pergi gitu aja." Auretta mengingat sedari awal bertemu Semesta selalu seperti itu. Namun, entah kenapa jantungnya sering merasa berdetak tak beraturan bila Semesta menganggu dirinya. Meskipun, ia dulu masih berstatus menjadi kekasih Javian.
Januar mengelus kepala Auretta, tahu adiknya mulai merasa kesal dengan situasi yang ada. "Nggak usah dipikirin, mending kita lanjut masuk ke kelas aja."
Auretta mengangguk, memang lebih baik tidak terlalu memikirkan hal yang berkaitan dengan perasaannya sekarang. Karena, ia belum terlalu yakin pada apa yang dirasakan Semesta. Namun, ia memang merasa ingin lebih dekat dengan kakak kelasnya itu.
πππ
Sesuai rencana, pulang sekolah Semesta melakukan perpindahan dari rumah orangtuanya ke apartemen yang sudah dibelinya. Karena, tak mau tetap tinggal di rumah itu. Terlebih, ia memang ingin hidup tidak bergantung pada Papanya.
Meskipun, Semesta memang sudah jarang menerima bantuan dari Papanya. Lantaran, sudah memiliki penghasilan dari pekerjaannya membantu Aksa.
Pun, Semesta bisa menjadi dirinya sendiri. Melakukan apa yang diinginkan tanpa harus dituntut oleh orang tuanya. Itu salah satu tujuan hidupnya. Tidak bergantung maupun merepotkan orang lain. Termasuk, kedua orang tuanya yang bisa dibilang sangat sukses dalam pekerjaannya. Akan tetapi, Semesta memilih melakukan hal yang bisa menghasilkan uang untuk kehidupannya sendiri. Serta, untuk membiayai pengobatan Mamanya. Lagipula, Papanya memang tidak terlalu memperhatikan Semesta.
Semesta senang mendapati kondisi Mamanya sudah semakin membaik. Kini, wanita paruh baya itu sudah seperti orang normal lain. Tidak seperti sebelumnya, hanya diam dengan tatapan kosong.
"Aku harap, Mama bisa betah di sini. Hm... Emang nggak seluas rumah Papa sama Mama, sih. Cuma, aku pengin cari suasana baru. Biar, kita bisa buka lembaran hidup baru, Mah." Semesta tersenyum, menceritakan keinginannya saat pindah ke apartemen itu.
Alena tersenyum, lalu mengelus kepala Semesta. Anaknya. Penuh kasih sayang, tidak menyangka bila anak lelakinya sudah mulai beranjak dewasa. Terbukti, bisa mandiri serta mempunyai penghasilan tidak terduga. "Makasih, sayang. Mama pasti betah, asal kamu juga bahagia di sini. Mama bangga banget sama kamu."
Semesta benar-benar merasakan sebuah kebahagiaan tiada tara. Ternyata benar, kata pepatah hasil tidak akan mengkhianati usaha. Seperti, apa yang didapatkannya sekarang. Kondisi Mamanya mulai membaik, bisa membuka lembaran baru.
"Iya sama-sama. Makasih udah selalu percaya sama kemampuanku. Soalnya, segala dukungan Mama itu yang terbaik." Semesta memeluk Alena, bentuk rasa kasih sayang sangat besar pada wanita paruh baya yang menjadi alasan penting di dalam hidupnya. Terlebih, sekarang kebahagiaan mulai menyertai.
Alena membalas pelukan anaknya itu. Sangat bangga, dengan segala pencapaian Semesta. Karena, itu atas dasar kemampuan Semesta sendiri bukan karena orang lain. Sepertinya, anak lelakinya sudah mulai bisa bisa mandiri sekaligus jati dirinya. "Lakuin apapun yang pengin kamu suka. Soalnya, ini bakalan bikin kamu sukses."
"Iya, Mah. Sekarang, Mama harus banyak istirahat. Jangan sampai banyak pikiran lagi. Tenang aja, nanti tetap dalam pengawasan suster Lita, kok." Semesta tetap akan mengusahakan kesembuhan Alena sampai tuntas.
Alena tersenyum, akan menuruti kemauan anaknya. Lagipula, itu demi kebaikan semuanya. Kesehatannya masih butuh penanganan. Agar, ke depannya bisa lebih stabil.
"Kapan nih Mama mau dikenalin sama Auretta. Soalnya, udah penasaran banget sama cewek itu. Apalagi, kalo dari cerita-cerita kamu selama ini dia orangnya asik. Sampai-sampai bikin kamu pengin dekat sekaligus jailin dia mulu." Alena selama ini bisa mendengar serta mengingat semua curahan hati Semesta. Meskipun, kondisinya memang kurang stabil. Namun, tetap bisa menerima segala pembicaraan dari anaknya itu. Sehingga, kini ia bisa mengalami perkembangan cukup signifikan.
"Apaan, sih, Mah. Kayaknya, dia tuh dari awal nggak suka sama aku." Semesta merasa Auretta tidak memiliki ketertarikan padanya. Terlebih, gadis itu memang sedari awal sudah menjadi milik Javian.
Alena menyunggingkan senyum, sedikit tidak percaya dengan perkataan Semesta. "Mama sih yakin, kalo sebenarnya Auretta suka sama kamu. Cuma, dia kan pacarnya Javian. Jadi, mungkin masih mengelak aja. Nggak mau bikin Javian kecewa. Kalo aja, dia masih jomlo pasti ngaku suka sama kamu."
Semesta tidak mau berharap, meskipun sekarang Auretta memang sudah putus dengan Javian. Karena, tahu tidak akan semudah itu melupakan hubungan dekat yang sudah pernah terjalin. "Biarin semuanya mengalir seperti air, Mah. Jangan terlalu berharap, takut bila hasilnya tidak sesuai ekspetasi nanti malah kecewa."
Alena mengangguk, memang benar apa yang dikatakan oleh Semesta. Anaknya. Akan tetapi, ia yakin jodoh tidak akan salah jalan. Bila memang sudah menjadi takdir. Maka, pada akhirnya akan tetap bersatu.
πππ
Beberapa hari kemudian. Tanpa sengaja, Auretta bertemu dengan wanita yang sepertinya sudah dikenal. Akan tetapi, ia lupa kapan pertemuannya terjadi.
Namun, Auretta cukup ingat bila wanita di hadapannya itu merupakan teman dari Mamanya. Sehingga, ia merasa sudah mengenalnya sebelumnya.
"Biar saya antar pulang. Soalnya, takut kalo kondisi tante drop lagi. Oh ya... Kayaknya, kita udah pernah ketemu sebelumnya?" Auretta memberanikan mempertanyakan hal itu. Karena, memang seperti pernah bertemu dengan wanita paruh baya itu.
Wanita itu terdiam, seperti berusaha mengingat pertemuan mereka. Ternyata benar, mereka memang sudah pernah bertemu sebelumnya. Akan tetapi, mungkin sepuluh tahun lalu.
"Hm... Kamu anaknya Renita, ya? Sekarang udah besar, cantik sekaligus baik hati. Tante senang bisa ketemu kamu." Alena mengingat gadis itu setelah mencoba mengingatnya. Karena, pertemuan mereka sudah sangat lama.
Auretta mengangguk, sembari menyunggingkan senyum. Ternyata memang benar, bila wanita itu teman Mamanya. Terbukti, mengetahui nama Mama dari Auretta. "Senang bisa ketemu tante. Kalo gitu, saya antar ya."
Alena mengangguk, sepertinya memang butuh orang untuk menemaninya pulang dari minimarket itu. Karena, kondisi tubuhnya memang belum terlalu fit. "Makasih sebelumya. Kalo boleh tau, nama kamu siapa, ya? Soalnya, tante sepertinya lupa."
"Auretta, tante. Biasanya dipanggil Retta. Rumah saya nggak jauh dari sini. Kalo tante, tinggal di mana?" Auretta menyunggingkan senyum manisnya membuat Alena tersenyum. Terlebih, saat mendengar nama gadis itu yang terasa familiar. Ia teringat dengan seorang gadis yang sering diceritakan oleh Semesta. Anaknya.
"Tante tinggal di apartemen depan situ. Nggak jauh dari sini. Kebetulan tadi memang lagi pengin keluar jalan-jalan tapi malah agak pusing. Untung saja ketemu kamu." Alena menceritakan bila dirinya memang sedang ingin mencari udara segar.
Auretta mengangguk, lalu berjalan mulai menuju apartemen tempat tinggal Alena. Sesampai di depan apartemen, ia kaget saat melihat sosok Semesta. Kemudian, cowok itu berjalan menghampirinya dengan wajah cukup panik. Ia tak tahu kenapa Semesta seperti itu.
"Mama kenapa pergi nggak bilang sama aku, sih?" Semesta langsung berbicara dengan nada khawatir pada Alena. Mamanya.
"Maaf... Tadi, Mama cuma pengin jalan-jalan aja bentar." Alena mulai menjelaskan apa yang sudah terjadi. "Terus, Mama ketemu sama Auretta di jalan. Untung ada Auretta, soalnya Mama sempat pusing pas hampir salah jalan."
Auretta terdiam, mencoba mencerna situasi yang ada. Mulai mengerti, sepertinya Alena itu merupakan Mama dari Semesta dari penyebutan.
Semesta beralih menatap Auretta, kaget melihat gadis itu tanpa diduga bisa bersama Mamanya. "Auretta? Hm... Makasih, ya. Udah mau nolongin Mama gue. Kalo nggak ada lo mungkin--"
"Iya sama-sama, Kak. Nggak masalah, kok. Kebetulan tadi ketemu, terus ternyata kita udah pernah kenal sebelumnya." Auretta mulai menceritakan apa yang sudah terjadi. Tak menyangka, dunia memang sesempit ini.
Semesta beralih menatap Alena. Mamanya. Kemudian, Alena tersenyum kepada Semesta. "Mamanya Auretta itu teman sekolah Mama pas SMA. Jadi, dulu sebenarnya udah pernah ketemu pas Auretta masih kecil. Mungkin, kamu juga udah ketemu. Cuma, mungkin lupa karena udah sepuluh tahun lalu."
Semesta mengangguk, memang sedari awal seperti familiar dengan sosok Auretta. Hanya saja, ia tidak berpikir ternyata sudah mengenal gadis itu. Akan tetapi, memang seperti sudah pernah bertemu gadis itu sebelumnya.
"Kalo begitu, saya izin pamit. Soalnya, tante kan udah sampai di tempat tujuan." Auretta merasa canggung, karena beberapa hari belakangan ini sudah tidak terlalu dekat dengan Semesta.
"Sekali lagi, makasih Auretta sudah anterin tante sampai sini dengan selamat. Tante cuma mau bilang satu hal, kalo sebenarnya dulu Mama kamu sama tante sempat punya niat buat jodohin anak-anak kita kalo udah besar. Tapi, tante nggak mau maksa, sih." Alena memang memiliki niat untuk menjodohkan anaknya dengan anak Renita. Tanpa diduga, setelah lama tidak bertemu. Takdir justru mempertemukan anak mereka tanpa diduga. Bahkan, mungkin memiliki perasaan satu sama lain.
Auretta terdiam, tak menyangka bila Alena akan mengatakan hal itu. Sepertinya, ia tak mau berharap apapun. Meski, kini hati maupun perasaannya memang sudah sadar bila memiliki ketertarikan lebih pada Semesta sejak pertama kali bertemu di sekolah.
"Gue boleh ngomong jujur nggak, Retta?" Semesta memegang kedua tangan Auretta seakan menahan agar gadis itu tidak pergi dari sana.
Auretta mengangguk, jantungnya berdetak tidak beraturan. Bahkan, terasa lebih cepat dari biasanya.
"Sebenarnya dari awal, gue udah tertarik sama lo. Cuma, waktu itu lo udah pacaran sama Javian. Terus, lo juga keliatan nggak suka banget sama gue. Mungkin, selalu kesal tiap ketemu gue. Tapi, lama kelamaan gue sadar kalo perasaan gue ke lo itu cinta." Semesta mulai mengatakan apa yang sudah dipendamnya cukup lama.
Auretta terdiam, bingung harus berkata apa. Karena, ia sulit untuk mengungkapkan isi hatinya. Akan tetapi, mungkin ini waktu yang tepat untuk jujur dengan semua perasaan dalam hatinya. "Sori... Gue juga dari awal udah suka sama lo. Cuma, selalu ngelak sama perasaan itu. Karena, gue udah punya Kak Javian. Tapi, sekarang gue mau jujur ke lo semakin besar seiring berjalannya waktu."
Semesta tersenyum, tak menyangka bila selama ini ternyata perasaannya berbalas. Hanya saja, ia takut mengungkapkan secara jujur. Karena, Auretta baru saja putus cinta dengan Javian. Kini, saatnya ia maju untuk membahagiakan Auretta dengan caranya sendiri.
Perasaan itu tumbuh dengan sendirinya tanpa diduga. Disertai, ketulusan dari dalam hati. Sepertinya, memang sudah ditakdirkan untuk bisa saling melengkapi satu sama lain.
"Maukah kamu jadi satu-satunya orang spesial yang mengisi hati sekaligus seumur hidup?" Tanpa ragu, Semesta mengatakan itu kepada Auretta di depan Alena. Mamanya. Meskipun demikian, kini mereka berada di depan apartemen. Mungkin, akan menjadi pusat perhatian. Namun, itu tidak masalah bagi dirinya.
Auretta mengangguk, menandakan bila menerima perasaan tulus dari Semesta. Kini, hidupnya sudah cukup lengkap. Mendapatkan kebahagiaan yang diimpikan. Karena, sebelumnya ia terlalu fokus memperbaiki hidup serta mencari jati dirinya sendiri.
Hubungan dengan Papa kandungnya sudah mulai membaik. Tampaknya, akan semakin erat. Ditambah lagi, kini memiliki hubungan asmara dengan orang yang sedari awal sudah membuat dirinya tertarik sekaligus merasakan cinta pertama dengan perasaan tulus dan besar.
Pun, Semesta juga merasakan hal yang sama seperti Auretta. Kekasihnya. Hidupnya sudah lebih baik sekaligus bahagia dari sebelumnya.
Memang benar, kebahagiaan akan didapat bila sudah berhasil melewati segala rintangan. Hasilnya tidak akan merusak usaha. Karena, semua akan indah pada waktunya.
- SAMA -