πππ
Aku harap, ini bukan pertanda buruk. Karena, saya pasti bisa menemukan solusi untuk menemukan diri Anda. Jadi, bertahanlah sebisa mungkin. Semuanya akan bisa berakhir dengan baik. Tidak akan ada hal buruk terjadi. Apalagi bila ada kesabaran sekaligus ketenangan dalam menjalani proses.
πππ
"Makasih, Kak. Udah selalu ada sekaligus melindungi aku selama ini." Auretta memeluk Januar erat, merasa sangat beruntung memiliki saudara seperti cowok itu. Meskipun demikian, mereka belum terlalu lama tinggal bersama. Karena, Auretta sengaja pindah ke rumah Januar agar tidak mendapat gangguan dari Mama tirinya.
Januar membalas pelukan dari Auretta. Ia sudah menganggap gadis itu seperti adik kandungnya sendiri. Sehingga, akan selalu melindungi Auretta semampunya.
"Iya sama-sama. Pokoknya, sehat-sehat terus ya. Mulai sekarang, jalani hidup yang ada di depan mata. Jangan terlalu fokus dengan hal lain yang tidak terlalu berguna." Januar tidak mau lagi adiknya mengalami gangguan kecemasan parah seperti pagi tadi. Pemicunya ada video percakapan Javian dengan Caramel. Saya harap, Auretta bisa melepaskan apa yang bisa membuatnya berpikir berlebihan.
Januar mengelus kepala Auretta dengan lembut masih dalam pelukannya. Ia akan melakukan apapun agar adiknya tidak mengalami rasa sakit sekaligus kecewa lagi.
"Kak, aku akan memulai lembaran kehidupan baru. Melepaskan hal yang mungkin bisa memicu aku merasakan gangguan kecemasan. Sepertinya, itu akan lebih baik buatku di depannya." Auretta memang sudah cukup matang memikirkan ingin melepaskan perasaan yang ada di dalam hatinya. Lagipula, Javian tidak memiliki perasaan lebih padanya. Sehingga, mungkin itu baik untuk hidup lebih tenang.
"Apapun keputusan lo, gue bakalan dukung. Asal, itu udah dipikirin matang-matang. Soalnya, kan lo yang bakalan semuanya. Biar, gangguan kecemasan lo lebih berkurang." Januar tahu bila mengalami serangan panik membuat ketenangan. "Kayaknya udah malam, Dek. Mending, lo istirahat biar besok lebih fresh. Atau, lo mau izin nggak masuk sekolah dulu? Nanti, gue bakalan izinin lo."
Auretta tenang, karena tidak perlu melakukan hal yang dikatakan Januar. Ia ingin, menghadapi masalah yang ada. Kemudian, bisa diselesaikan dengan baik. Agar, merasa lega tidak menjadi beban dalam menjadi kehidupan di depannya. "Aku bakalan tetap berangkat, Kak. Lagi pula, keadaanku sudah baik kok."
Januar mengangguk, mengerti keinginan dari Auretta. Tidak akan terlalu larut dalam situasi yang rumit. Akan lebih baik, menghadapi sekaligus menyelesaikan hal itu. "Oke. Mau gue anter ke kamar atau nggak? Soalnya, lo harus cepat istirahat. Biar, besok nggak telat bangun."
"Nggak perlu, kak. Aku bisa sendiri, kok. Oh ya... Nggak apa-apa kan kalo sekarang pake sapaan aku kamu sama Kak Januar? Soalnya, aku pengin pake itu. Lagian, kita kan udah dekat satu sama lain. Bersaudara juga dari kecil." Auretta sedari dulu menggunakan sapaan 'lo-gue' saat berbicara dengan Januar. Kini, ia ingin lebih sopan pada kakak sepupunya itu.
"Boleh banget. Nggak masalah, malah jadi keliatan makin dekat kita. Kayak kakak adik beneran." Januar sambil mengelus kepala Auretta dengan lembut.
"Makasih Kak. Kalo gitu, aku ke kamar duluan ya. Biar bisa cepet tidur sekaligus nggak telat bangun." Auretta tersenyum, lalu bangkit dari duduknya sambil memposisikan tangan kepada Januar. Mulai menaiki anak tangga rumah itu.
πππ
Pagi berikutnya. Saat Auretta baru saja keluar dari rumah ingin berangkat ke sekolah bersama Januar. Ternyata, di teras rumah Januar sudah ada sosok Javian menunggu Auretta. Ingin mengajak kekasihnya itu untuk berangkat bersama ke sekolah seperti biasanya.
Javian harap, konsol dengan Auretta masih baik-baik saja. Meskipun, kemungkinan kecilnya hanya mengingat pasti Auretta pasti kecewa setelah melihat video yang diputar di aula sekolah.
"Hai." Javian mencoba menyapa Auretta, sambil menyunggingkan senyum manisnya.
Auretta hanya diam, seraya tetap melangkah menuju mobil Januar. Seperti, tidak peduli maupun melihat ke arah Javian. Kekasihnya.
Javian berusaha mengejar kekasihnya. Tidak akan menyerah sampai bisa berbicara dengan Auretta. Ia ingin menjelaskan semua yang sudah terjadi. Agar, tidak ada kesalahpahaman berlarut-larut.
"Retta, aku mau jelasin semuanya. Tolong... Kasih aku kesempatan buat ngomong." Javian kembali berbicara pada Auretta, berharap kekasihnya mau mendengarkannya.
Auretta menghela napas, lalu beralih menatap ke arah Januar. Seperti, meminta izin untuk berbicara sebentar dengan Javian. Dibalas Anggukan oleh Januari. Kemudian, Auretta menghentikan langkahnya beralih ke arah Javian. Kekasihnya.
"Aku nggak bisa ngobrol lama-lama, kak." Auretta mulai berbicara pada Javian. Berharap, cowok itu mengerti dirinya sendiri. Sebenarnya, masih butuh waktu untuk sendiri. Namun, sepertinya kini harus memutuskan sesuatu yang penting. Agar, apa yang sudah terjadi tidak menjadi beban pikiran.
Javian tersenyum, merasa senang Auretta mau berbicara dengannya.
"Sebelumnya, aku mau minta maaf soal masalah video kemarin. Jujur, aku nggak tau kalo ada yang ngerekam kejadian itu. Tapi, satu hal yang harus kamu tau, kalo aku sayang banget sama kamu." Javian mulai menjelaskan apa yang perlu dijelaskan mengetahui video kebersamaannya dengan Caramel. Berharap, Auretta mau memaafkan dirinya sendiri. Tetap ingin berhubungan dengannya.
Diam-diam, Auretta menghela napas saat mendengar perkataan Javian. Aku tahu, kekasihnya itu tidak berbohong. Namun, untuk saat ini ia memilih lebih baik melepaskan apa yang bisa menyebabkan serangan panik.
"Kak... Aku butuh waktu buat sendiri. Kejadian kemarin mungkin bikin aku sadar, kalo dari awal mungkin seharusnya kita nggak punya hubungan. Soalnya, di hati kakak udah ada orang lain. Dan, sekarang aku mau lepasin semuanya. Aku nggak mau kalo meneruskan hubungan tanpa cinta itu bisa menyakiti hati kita berdua. Jadi, mulai sekarang lebih baik kita cukup berteman baik, Kak. Aku minta maaf kalo ada salah, atau belum sempurna pas pacaran sama kakak." Dengan berat hati, Auretta memutuskan memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Javian. Meskipun, mungkin itu cukup menyakiti hatinya.
"Hubungan kita dari awal nggak salah. Kamu nggak salah apapun sama aku. Justru, aku yang salah udah bikin kamu kecewa kemarin. Sejujurnya, aku pengin banget mempertahankan hubungan kita. Apa emang hubungan kita nggak bisa dipertahankan, Auretta?" Javian sadar, bila Auretta seperti sudah tidak mau memiliki hubungan dengannya.
Auretta menyunggingkan senyum, lalu menggelengkan kepalanya pertanda bila sudah tak bisa mempertahankan hubungannya dengan Javian. Meskipun, jujur sudah sangat menyayangi cowok itu. Namun, tak mau ke depannya akan ada masalah lebih besar sekaligus semakin membuatnya kecewa.
"Maaf... Kak. Aku pengin nenangin diri. Sekali lagi, aku minta maaf nggak bisa kalo harus mempertahankan hubungan kita. Lebih baik, kita berteman seperti yang lain. Itu tidak akan menyakiti satu sama lain." Auretta memang sangat membutuhkan ketenangan. Agar, gangguan kecemasannya tidak semakin parah.
Javian terdiam, pasrah dengan situasi yang ada. Karena, kecewa pada dirinya sendiri yang tidak mempertahankan hubungannya dengan Auretta. Kini, ia harus kehilangan sosok Auretta yang selalu ada untuk dirinya.
"Sekali lagi, aku minta maaf udah bikin kamu kecewa, Retta. Semoga, setelah ini hubungan kita tetap baik. Walaupun, udah bukan sebagai sepasang kekasih." Javian memberikan senyuman pada Auretta. Kini, gadis itu sudah bukan lagi kekasihnya.
Auretta mengangguk, lalu tersenyum kepada Javian. Mantan kekasihnya. Kini, ia harus fokus untuk menenangkan diri. Kemudian, mulai kembali melangkah menuju mobil Januar meninggalkan sosok Javian.
πππ
Sesampai di sekolah, Auretta masih terdiam membuat Januar sadar bila adiknya telah mengambil keputusan berat. Sehingga, ia tak mau banyak mengajaknya berbicara.
"Apapun keputusan yang udah lo ambil mungkin itu udah pilihan terbaik. Jangan terlalu sedih, kalo butuh teman curhat cerita aja ke gue." Januar memulai pembicaraan dengan Auretta saat akan keluar dari mobilnya.
Auretta menyunggingkan senyum sembari menoleh ke arah Januar. Kakaknya. Tak mau, membuat cowok itu khawatir. "Iya, Kak. Aku baik-baik aja, kok. Tenang aja, nggak perlu khawatir ya. Mungkin, hubunganku sama Kak Javian udah ditakdirkan nggak lama. Kini, semua harus berakhir."
"Oke. Pokoknya, gue bakalan selalu dukung apapun yang lo lakuin. Asalkan itu hal positif." Januar tersenyum, sembari mengelus kepala Auretta.
Auretta keluar dari mobil Januar. Tatapannya kini beralih menatap sosok Semesta yang juga baru keluar dari mobilnya. Sepertinya, ia baru melihat cowok itu menggunakan mobil ke sekolah dua hari ini.
Ditambah, kini Semesta tersenyum padanya. Seperti menunjukan ketulusan ke arahnya. Padahal, biasanya cowok itu bersikap sangat menyebalkan di matanya.
"Harusnya, lo nggak usah berangkat ke sekolah dulu, Cil. Istirahat di rumah sampai kondisi lo beneran udah oke." Semesta mulai berbicara, cukup perhatian pada Auretta.
Auretta paham, mungkin berubah sikapnya karena merasa kasihan padanya. Terlebih, cowok itu sudah tahu bila dirinya memiliki gangguan kecemasan. "Gue udah sehat, jadi nggak perlu berdiam diri di rumah, Kak."
Semesta tersenyum, merasa Auretta sedang berusaha kuat. Meskipun, masih terlihat ada kekecewaan pada mata gadis itu. Akan tetapi, ia merasa lega tatapan Auretta sudah tidak kosong seperti hari sebelumnya. Sepertinya, memang sudah mulai membaik kondisi mental adik kelasnya itu.
"Oke. Gue percaya lo udah baik-baik aja. Syukurlah kalo gitu. Semangat buat menjalani hari ini, Auretta." Semesta tanpa diduga, mengatakan hal itu sembari mengacak-acak rambut Auretta. Sedikit menggoda gadis itu, ingin tahu apa reaksi yang akan ditunjukan adik kelasnya.
Auretta terdiam, kaget menerima perlakuan cukup manis dari Semesta. Ia mengerucutkan bibirnya sedikit kesal dengan apa yang dilakukan kakak kelasnya.
Januar sedari tadi hanya diam, sembari memperhatikan interaksi Semesta dengan Auretta. Cukup manis, berbeda tidak seperti biasanya. Meskipun, ia tahu Semesta memang sosok perhatian kepada siapapun. Namun, sedari awal ia merasa apa yang dilakukan Semesta pada Auretta memang berbeda dari yang lainnya.
"Gue duluan, ya, Cil." Semesta tersenyum, sembari melambaikan tangan pada Auretta. Kemudian, beralih ke arah Januar. "Duluan juga, Kak Janu."
Januar tersenyum, interaksi manis di luar dugaannya telah terjadi. Apalagi, Auretta terlihat tidak seperti biasanya yang akan kesal pada Semesta. Kini, justru adiknya terdiam seperti memperhatikan kepergian Semesta.
"Nggak biasanya nggak tantrum kalo ketemu Semesta, Dek." Januar sedikit menggoda Auretta. Karena, sejak kemarin Auretta tampak diam. Bahkan, tatapannya seperti berbeda pada Semesta.
Tanpa diduga, dari kejauhan ada orang yang sedari tadi memperhatikan interaksi Semesta bersama Auretta.
Kebetulan yang akan menguntungkan. Apalagi, ternyata mereka udah saling kenal. Itu akan mempermudah rencanaku.
πππ
Sepulang sekolah, Auretta memutuskan pergi ke minimarket depan sekolahnya membeli minuman sebelum pulang bersama Januar.
"Kak, aku mau ke minimarket depan bentar, ya. Soalnya, haus pengin beli minum. Tungguin aku lho." Auretta berpamitan kepada Januar. Dibalas anggukan oleh kakaknya itu.
Javian berpapasan dengan Auretta. Tadinya, ia ingin menyapa sekaligus mengajak gadis itu pulang bersama. Namun, ia teringat bila sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan Auretta. Sehingga, ia mengurungkan niatnya itu.
Javian tidak menyangka, sekaligus kaget saat melihat tiba-tiba ada mobil berhenti di dekat Auretta, lalu menarik gadis itu untuk masuk ke dalam mobil secara paksa.
"Auretta!" Javian berlari, mencoba mengejar mobil yang membawa paksa Auretta. "Berhenti! Kalian mau bawa Auretta kemana?"
Januar mengalihkan pandangannya, karena mendengar teriakan Javian. Kemudian, berusaha berlari menghampiri Javian.
Gagal. Javian gagal mengejar mobil yang bisa dibilang menculik Auretta. Ia menyesal, tidak bisa mencegah kejadian itu terjadi di depan matanya.
"Auretta kenapa, Jav?" Januar penasaran karena melihat kepanikan dari raut wajah Javian.
Javian berusaha mengatur napasnya, sembari menatap Januar. "Auretta dibawa paksa sama mobil hitam tadi. Gue udah coba kejar mobil itu tapi gagal. Maaf... Kak."
Januar terdiam, kaget mendengar perkataan dari Javian. Kemudian, melihat mobil yang membawa Auretta sudah tidak terlihat. "Lo liat nomor plat mobilnya, nggak? Biar, nanti bisa dilacak sama polisi."
"Nggak liat terlalu jelas, cuma ingat warna mobilnya aja." Javian berkata jujur, ia tidak fokus dengan nomor mobilnya.
Semesta menghampiri Januar serta Javian yang terlihat panik. Ditambah, ia tak melihat keberadaan Auretta. Itu cukup membuatnya khawatir. "Apa ada masalah? Kok muka kalian kayak orang bingung sama panik gitu?"
"Tadi ada mobil berhenti terus bawa pergi Auretta pergi." Javian mulai menjelaskan kejadian yang sudah terjadi. "Gue udah coba kejar mobil itu tapi gagal. Jadi--"
Semesta memperhatikan area sekitarnya, perasaanya tidak enak. Ia harap, tidak terjadi hal buruk pada Auretta.
"Mobilnya warna apa? Terus nomor plat juga berapa?" Perkataan Semesta cukup membuat Javian serta Januar kaget. Karena, cowok itu terlihat langsung menanyakan hal yang biasa dilakukan oleh polisi atau detektif.
"Biar nanti gampang buat lapor ke polisi." Semesta sadar, membuat kedua cowok di depannya itu sedikit curiga padanya. Sehingga, ia sedikit mengalihkan pembicaraan. "Soalnya, kalo tau dua hal tadi bakalan lebih gampang dilacak."
Januar serta Javian mengangguk, sepertinya percaya dengan perkataan Semesta.
"Kita juga niatnya bakalan lapor ke polisi. Biar, cepat diselesaikan sama mereka. Gue takut sama kondisi Auretta. Soalnya, dia baru aja mendingan dari kondisi kemarin." Javian menolak keadaan Auretta. Apalagi, bisa saja sekarang dalam situasi tertekan. Terlebih lagi, orang-orang itu membawanya secara paksa. Itu akan cukup mempengaruhi mental Auretta. Adiknya.
Javian mulai menceritakan ciri-ciri mobil yang menculik Auretta pada Semesta. Sepertinya, sekarang mereka bertiga harus bekerja sama untuk menemukan lokasi sekaligus keberadaan Auretta.
Semesta mendengarkan penjelasan Javian dengan penuh perhatian. Ia akan berusaha melacak mobil itu secara diam-diam. Kemudian, ia mendekati ke arah Januar. Ingin meminta beberapa informasi yang dibutuhkan dalam pelacakannya. Termasuk, meminta nomor ponsel milik Auretta. Saya harap, itu masih bisa dilakukan. Karena, ia rasa ponsel gadis itu masih menyala. Maka, akan mempermudah pencariannya. Akan tetapi, jika ia melakukannya, itu bisa membuka identitas dirinya. Atau, membuat orang lain curiga dengan profesinya sebagai hacker. Sehingga, ia mengurungkan niatnya.
"Sekarang kalian lapor polisi dulu, biar cepat ada penanganan dari mereka. Semoga aja, mereka mau membantu pencarian Auretta. Karena, kalau dengar dari cerita Javian kemungkinan besar Auretta memang diculik." Semesta mulai menjelaskan tentang pendapat serta pemikiran.
Januar serta Javian pergi ke kantor polisi untuk melaporkan kejadian buruk menuju Auretta. Sedang, Semesta akan berusaha membantu melacaknya secara diam-diam. Masalah nomor ponsel Auretta ia bisa melihat dari data diri gadis itu yang ada di laptopnya. Ia harus bekerja secara diam-diam, agar tidak ada orang lain yang mengetahui identitas aslinya.
"Gue pulang duluan. Tenang aja, gue tetap bantu nyari, kok. Siapa tau, nggak sengaja tau mobil yang ciri-cirinya kayak disebutin sama Javian." Semesta mengatakan hal itu, agar tidak ada yang mencurigainya bila dirinya bisa melacak keberadaan seseorang.
"Baiklah."
- Akan Dilanjutkan -