πππ
Dalam menjalani hidup, kita butuh banyak perjuangan. Karena itu, rintangan akan terus berganti untuk bisa dilewati. Itu memang tidak mudah. Tapi, kita harus percaya semua akan bisa dijalani dengan baik.
πππ
"Mah... Kayaknya, kita harus cepat-cepat pindah dari rumah ini. Soalnya, di sini udah gak aman lagi buat kita apalagi Mama." Semesta mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Sepertinya, niat pergi dari rumah itu sudah bulat. Ia akan harus mendapatkan tempat baru. Agar, tidak kembali diganggu oleh Helena. Wanita selingkuhan Papanya.
Alena diam, seperti biasanya. Namun, Semesta yakin Mamanya tahu sekaligus mendengarkan apa yang diceritakan. Akan tetapi, belum bisa mengutarakan semuanya. Karena, masih dalam kondisi tidak baik.
Suster yang selalu menjaga Alena meminta maaf karena cukup lalai meninggalkan Mama Semesta sendirian di halaman rumah. Untung saja, Semesta datang bisa mencegah hal lebih buruk terjadi pada Alena.
"Suster nggak usah merasa puas kayak gitu. Lagipula, wanita itu memang tidak tahu malu sekaligus kurang terbuka! Masih saja, pengin ganggu keluarga Papa. Padahal, dia sudah punya suami yang lebih kaya dari Papa." Semesta memang sempat mengetahui bila Helena sudah menikah dengan pengusaha kaya raya. Namun, sepertinya wanita licik itu masih belum puas dengan apa yang dimilikinya sekarang.
"Sekali lagi, saya minta maaf. Lain kali, saya akan lebih hati-hari biar gak ada lagi gangguan dari wanita itu." Suster berjanji akan lebih hati-hati dalam menjaga Alena. Mama Semesta.
Semesta mengangguk, memang sekarang harus lebih ekstra menjaga Mamanya. Terlebih lagi, semenjak kejadian tadi. Hal itu membuat Semesta semakin waspada terhadap wilayah sekitar Mamanya.
"Suster, nanti kalo aku jadi pindah tolong ikut juga ya? Soalnya, aku juga masih butuh bantuannya." Semesta ingin bila Mamanya tetap diurus serta dijaga oleh suster yang sekarang. Karena, dia sudah percaya sekaligus tahu kinerjanya.
Suster itu mengangguk, tersenyum senang masih diberi kepercayaan oleh anak pasiennya. Apalagi, Tahu Semesta memang selalu memberi isyarat baik kepada siapa pun.
"Oh ya... Mas. Tadi kok bisa pulang lebih awal dari biasanya ya? Ada masalah di sekolah atau bagaimana?" Suster merasa heran, bisa melihat Semesta sampai rumah lebih awal dari biasanya. Karena, biasa pulang ketika sudah sakit hari.
"Tadi memang sengaja izin nggak ikut pelajaran, Sus. Soalnya, sempet ada sesuatu yang terjadi di sekolah. Terus, aku nemenin sekaligus nenangin teman. Jadi, bisa pulang lebih awal. Kebetulan, dia udah terselesaikan sama dokter. Keadaannya juga udah mulai membaik pas aku izin pulang." Semesta menjelaskan sedikit alasan kenapa dia pulang lebih cepat dari biasanya.
“Kayaknya, bukan masalah kecil sampai bisa bikin orang masuk rumah sakit. Apalagi, denger Mas habis nenangin dia. Mungkin, bukan sakit biasa. Temannya Mas, punya gangguan kecemasan kah? Atau, penyakit lain?” Suster itu sepertinya sudah mulai paham dengan kondisi teman Semesta.
Semesta tidak kaget dengan dugaan suster Lita. Karena, mungkin sudah pernah menangani kasus orang gangguan kecemasan. Tidak ada salahnya, ia menceritakan apa yang dialami Auretta kepada wanita itu. "Teman saya kayaknya punya gangguan kecemasan. Jadi, tadi sempat kambuh cukup parah. Soalnya, dia tuh kayak sampai nggak bisa meluapkan emosinya. Cuma, diam sambil tangan bergetar sama keringat dingin, Sus."
Suster Lita mengangguk paham, sepertinya tahu kondisi yang dialami Auretta. Sudah mulai sedikit parah untung saja bisa cepat ditangani dengan baik. "Kalo kayak gitu kondisinya, berarti udah cukup parah. Selanjutnya, jangan biarin dia ketemu orang-orang yang bisa memicu gangguan kecemasannya kambuh lagi, Mas."
Pun, Semesta cukup tahu tentang hal itu. Hanya saja, ia tak mungkin ikut campur dalam urusan pribadi Auretta. Terlebih, Javian masih merupakan kekasih Auretta. Tidak akan mudah menjauhkan cowok itu dari Auretta. Belum juga, Auretta mau tidak berdekatan bersama Javian. Karena, mereka berdua pasangan kekasih. Meskipun, pasti Auretta sakit hati serta kecewa saat melihat sekaligus mendengar percakapan Javian dan Caramel.
Masalah Caramel, mungkin ia bisa berusaha mencegah gadis itu agar tidak berurusan dengan Auretta. Namun, ia tahu Caramel juga mencintai Javian. Rasa cintanya tidak jauh berbeda dari Auretta.
"Saya nggak berhak ikut campur urusan dia, Sus. Tapi, bakalan berusaha biar dia nggak merasakan sakit hati atau kecewa lagi. Serta, hal yang memicu gangguan kecemasannya kambuh." Semesta tak mau sampai kondisi Auretta separah Mamanya. "Soalnya, saya cuma orang luar dari kehidupan dia."
Suster Lita paham, Semesta pasti tidak mau melibatkan diri terlalu dalam situasi bukan dari orang terdekatnya. Meskipun, cowok itu memiliki jiwa kepedulian tinggi.
Semesta tersenyum, lalu meninggalkan Mamanya bersama Suster Lita. Karena, ada hal yang harus ia urus terlebih dahulu. Mungkin, itu harus secepatnya diselesaikan.
Diam-diam, Semesta menghubungi orang yang beberapa waktu lalu sudah sempat mengobrol ingin menjual apartemen kepadanya. Sepertinya, kini sudah waktunya ia memutuskan membeli apartemen itu untuk tempat tinggalnya.
Juga, Semesta sudah memiliki uang cukup untuk membeli gedung itu. Akan lebih baik, bila dirinya secepatnya pindah dari rumah Papanya. Meskipun, itu rumah milik kedua orang tuanya. Namun, tak mau tetap di sana bila terus merasa tak nyaman sekaligus terancam.
Beberapa menit kemudian.
Semesta sudah mendapatkan kesepakatan harga apartemen yang diinginkan. Ia merasa lega, sudah memiliki tempat tinggal baru. Mungkin, besok atau lusa pindah ke apartemen bersama Mamanya.
Ia akan mempersiapkan segala yang dibutuhkan untuk pindah. Karena, secepatnya ingin pindah dari rumah orang tuanya demi kesehatan sekaligus keselamatan Alena. Mamanya.
Ditambah, Helena sudah berani mengusik kehidupan keluarga Semesta lagi. Itu menambah kewaspadaannya. Tak mau, sampai kecolongan lagi selingkuhan Papanya menyakiti Mamanya. Sehingga, ia memilih untuk pergi menjauh. Agar, tidak kembali diteror oleh Helena.
Selesai melakukan panggilan telepon, Semesta kembali menghampiri Mamanya serta Suster Lita. Karena, ingin memberitahu tentang kepindahannya dari rumah itu. Meskipun, mungkin akan ada perdebatan dengan Papanya. Namun, itu lebih baik pindah daripada tetap berada di sana bisa terus dalam bahaya.
"Sus, niatnya lusa kita udah bisa pindah ke tempat tinggal yang baru. Soalnya, di sini udah nggak terlalu aman. Lagipula, Papa juga kayaknya nggak peduli sama saya dan Mama." Semesta mulai berbicara sekaligus memberitahu kepada Suster Lita. Karena, ingin mengajak wanita itu tinggal bersamanya untuk menjaga Alena. Mama Semesta.
Suster Lita mengangguk, tahu bila Semesta memang terlihat sudah tidak nyaman berada di rumah itu.
Semesta sebenarnya tidak ingin pindah bila Papanya bisa seperti dulu. Bersikap selayaknya suami sekaligus Papa yang baik. Namun, semuanya tidak bisa seperti dulu lagi. Meskipun, sudah di sana sejak kecil. Namun, Papanya terlihat tidak peduli dengan Semesta serta Mamanya. "Tenang aja, Sus. Tempatnya, cukup luas kok. Bakalan nyaman buat tempat tinggal."
"Iya, Mas." Suster Lita, tahu Semesta akan melakukan apapun untuk bisa membuat Mama anak remaja itu nyaman. Karena, itu bisa menunjang kesembuhan Alena. Mama Semesta.
πππ
Auretta terdiam, memikirkan hal-hal yang sudah terjadi pada hari itu. Memang cukup melelahkan untuknya. Banyak hal tak terduga dialami. Ia teringat, sekaligus tak menyangka bila ada sosok Semesta menemani dirinya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Padahal, ia sempat berpikir bila Semesta bisa menjadi salah satu pemicu gangguan kecemasannya. Justru, ia ternyata salah sangka pada cowok itu.
Auretta tersenyum, mengingat Semesta dengan setia menemani dirinya saat cukup terpuruk hari ini. Bahkan, cowok itu seakan tahu apa yang dirasakannya. Memberi saran sekaligus ruang untuk dirinya menenangkan diri. Membawanya ke tempat yang bisa memulihkan pikiran. Agar, ia tidak terlalu terpuruk dengan situasi yang ada.
"Gue nggak nyangka, justru Semesta yang bawa lo pergi. Juga, coba nenangin lo gara-gara masalah video Javian sama Caramel tadi pagi." Januar sudah duduk di dekat Auretta pada sofa ruang tamu. "Sebenarnya, dia anak baik cuma ketutup sama kelakuan random nya aja."
Auretta menoleh ke arah Januar, setuju dengan perkataan kakaknya itu. Namun, ia tak mau lagi bergantung pada sosok orang lain bukan keluarganya. Apalagi, ia baru saja dikecewakan oleh Javian. Orang yang sudah bisa membuatnya nyaman sebelumnya.
"Kak, jangan terlalu berharap sama orang lain. Soalnya, kalo udah kecewa bakalan susah percaya lagi. Itu cukup bikin kita takut memulai banyak hal." Auretta mulai berbicara, sedikit memberi saran pada Januar. Tahu, bila kakaknya terlalu mudah percaya dengan orang lain.
Januar mengangguk paham, tahu bila adiknya cukup trauma sekarang. Apalagi, Auretta memang sudah sangat menyayangi Javian. Kini, gadis itu tahu bila Javian tidak terlalu menganggapnya istimewa. Sehingga, ia tak mau lagi terlalu ikut campur dengan hal yang berkaitan dengan perasaan Auretta. Adiknya.
"Kakak tau, semoga lo bisa kuat dengan apa yang sudah di depan mata. Kalo emang Javian udah bikin lo kecewa, mending tinggalin aja." Januar sedikit memberi saran pada Auretta. Adiknya.
Auretta menyunggingkan senyum, ia memang sudah berniat ingin menjauh dari Javian. Karena sadar, Javian selama ini mungkin tidak memiliki perasaan lebih padanya. Hanya sebatas kasihan maupun sayang. Itu juga belum tentu dirasakan Javian.
"Aku bakalan lakuin apa yang menurutku bisa bikin tenang, Kak. Soalnya, nggak mau sampai sakit kayak tadi pagi. Rasanya nggak enak banget, dada sesak. Bingung harus lakuin apa." Auretta mengingat kejadian di mana dirinya tidak baik-baik saja.
"Gue bakalan dukung apapun keputusan lo. Asal itu bikin lo tenang sekaligus baik-baik aja. Terutama, biar kesehatan lo nggak keganggu. Itu paling utamanya, Dek." Januar mengelus kepala Auretta dengan lembut, memberi dukungan penuh dengan apa yang ingin dilakukan adiknya.
"Makasih, Kak. Doain, biar aku bisa selalu kuat lebih dari sebelumnya." Auretta kembali menguatkan dirinya. Agar, hidupnya lebih baik. Tidak sering mengalami gangguan kecemasan lagi.
"Tenang aja, gue selalu ada di belakang lo. Buat jagain sekaligus dukung lo, Dek. Nggak perlu khawatir lagi." Januar benar-benar akan menjadi garda terdepan Auretta. Apalagi, gadis itu memang sangat butuh dukungan dari orang terdekat.
Auretta merasa beruntung masih ada orang terdekat yang selalu menjadi penyemangat hidupnya. Sehingga, ia masih bisa bertahan sampai sekarang.
- To Be Continue -