πππ
Rasa nyaman bisa datang tanpa kita sadari. Tak hanya itu, biasanya dibarengi dengan ketulusan. Mungkin, itu yang membuat hati lebih tenang saat berada di kedamaian. Sepertinya, itu pertanda baik untuk kedepannya. Semoga aja, semua akan berjalan dengan baik. Karena setelah hujan pasti ada pelangi.
πππ
Javian diam-diam menelan ludah, bingung harus menjawab apa pun pertanyaan dari Januar mengenai Auretta. Sejujurnya. Ia memang mungkin tidak langsung menyayangi Auretta saat baru bertemu. Namun, lama kelamaan ia merasa nyaman dengan Auretta. Dan, mulai muncul perasaan sayang. Sehingga, ia memutuskan untuk memiliki hubungan spesial dengan Auretta.
Memang bisa disebut cinta pertama Javian itu Caramel. Akan tetapi, Caramel seperti tidak bisa melepaskan Semesta. Itu membuat Javian sedikit kesal sekaligus kecewa pada Caramel. Karena, gadis itu tidak bisa memilih antara Javian atau Semesta. Padahal, bisa dilihat Semesta tidak memiliki perasaan lebih pada Caramel. Mungkin, hanya sebatas persahabatan.
“Gue gak maksud jadiin Auretta pelampiasan, Kak.” Javian mulai berbicara pada Januari. "Mungkin, awalnya memang belum ada perasaan lebih dari teman. Tapi, lama kelamaan gue sayang banget sama adik lo, Kak."
Januar menghela napas, berusaha sabar menghadapi sikap Javian. Adik kelas sekaligus kekasih Auretta. Adiknya.
Pun, Januar memilih melangkah pergi tidak mau berlama-lama di tempat itu. Karena itu, ia harus mencari keberadaan Auretta. Ia yakin, adiknya sedang dalam keadaan baik-baik. Terutama, perasaannya pasti sakit sekaligus kecewa. Ia harap, Auretta baik-baik saja. Meskipun begitu, kecil kemungkinannya mengetahui gangguan kecemasan Auretta pasti kambuh melihat kebersamaan Javian dengan Caramel. Seharusnya, dulu dia tidak menyetujui kedekatan Javian dengan Auretta. Padahal, ia cukup tahu Javian pernah sangat mencinta Caramel. Akan tetapi, menurutnya Javian sudah mulai melupakan sosok Caramel.
"Kak...Tunggu! Kita cari Auretta bareng-bareng aja." Javian mencoba memberikan saran pada Januar.
Januar menoleh sembari tersenyum sinis pada Javian. Kekasih Auretta. Sudah cukup kecewa dan tidak percaya dengan cowok itu. Akan lebih baik jika dia mencari Auretta sendiri tanpa melibatkan siapa pun. Tak mau, semakin banyak yang mengetahui penyakit gangguan kecemasan Auretta. Adiknya.
"Nggak perlu! Lo gak usah ikut campur!" Januar berbicara sinis pada Javian. Berharap, adik kelasnya sadar bila ia sudah sangat kecewa pada cowok itu.
Javian sadar, bila Januar memang sudah mengecewakannya. Gara-gara melihat video yang diputar. Akan tetapi, dia sudah lama sangat menyayangi Auretta. Bukan hanya nyaman dengan gadis itu. Sehingga, ia akan tetap membantu mencari Auretta. Kekasihnya. Itu juga merupakan tanggung jawabnya. Meskipun demikian, mungkin Januar tidak mengizinkan dirinya ikut campur dalam pencarian Auretta. Namun, ia akan tetap mencari kekasihnya itu.
Januar terus melangkah menjauh dari aula sekolah. Ia sudah berniat mencari Auretta. Mungkin, mulai dari area sekolah. Jika tidak ketemu, maka akan mencari di tempat lain. Karena, ia sudah meminta izin untuk tidak mengikuti pelajaran hari ini. Tak mungkin, ia akan fokus belajar bila tetap mengikuti jam pelajar. Sedang Auretta tidak terlihat batang hidungnya sama sekali. Ia harus bertanggung jawab untuk bisa menemukan Auretta. Serta, memastikan kondisi adiknya baik. Meskipun, pasti itu hanya kemungkin kecil. Tahu, Auretta cukup mudah terpengaruh dengan situasi sekitar bila ada keributan.
Januar mengelilingi sekolahnya, tapi tidak membuahkan hasil. Ia sama sekali tidak menemukan keberadaan Auretta di sana. Sehingga, ia menjadi cukup panik. Ditambah, sudah menghubungi ponsel Auretta tapi tidak ada hasilnya. Kemudian, ia juga menghubungi orang yang ada di rumahnya. Namun, Auretta juga tidak ada di sana.
"Lo di mana, Dek? Jangan bikin gue makin khawatir." Januar memperhatikan kanan serta kiri jalan yang dilewati. Kini, ia sudah berada di perjalanan mencari Auretta.
Januar khawatir bila gangguan kecemasan Auretta kambuh di tempat umum. Serta, tidak mengatasi hal itu dengan baik. Cowok itu harap, Auretta kini dalam keadaan cukup baik. Atau, bila bersama orang lain. Tidak dimanfaatkan oleh orang itu. Tak mau sampai adiknya menjadi sasaran orang jahat.
Januar terus mencari Auretta, sembari menyusuri jalanan yang biasa dilewati saat berangkat serta pulang sekolah. Karena, ia yakin adiknya tidak akan pergi jauh. Lantaran, masih belum terlalu hafal daerah itu. Sehingga, ia akan mencari Auretta sampai menemukan gadis itu apapun hasilnya.
πππ
Auretta menatap hamparan pasir serta desiran ombak tepat di depan mata telanjangnya. Sedikit bisa membuatnya lebih tenang. Lalu, ia beralih memandang Semesta. Ia tak menyangka, bila cowok itu seperti tahu bila dirinya membutuhkan ketenangan. Sekaligus tempat yang bisa membuatnya lebih nyaman dan tenang. Meskipun, ia belum bisa mengeluarkan kata-kata.
"Lo boleh lakuin apapun di sini. Terserah lo, nggak masalah kalo mau teriak sekencang-kencangnya." Semesta menyunggingkan senyum, berharap Auretta mau meluapkan perasaannya di sana. Karena, ia akan lebih senang gadis itu mungkin akan mengeluarkan segala unek-uneknya.
Entah kenapa, kini Auretta merasa Semesta seperti sedang menghiburnya. Akan tetapi, ia benar-benar tak menyangka cowok itu mau repot-repot menemani serta membantu menenangkan dirinya.
Auretta menjadi berpikir, mungkinkah Semesta tahu tentang gangguan kecemasannya. Namun, sepertinya memang tahu. Karena, cowok itu tak sengaja melihat tangannya bergetar saat ada keributan di kantin. Tak hanya itu, Semesta juga membantu dirinya menjauh dari kantin.
Kini, Auretta duduk di tepi pinggir pantai. Menikmati keindahan yang ada tepat di depan matanya. Perasaannya sudah mulai tenang. Meskipun, dalam kepalanya masih sedikit berisik seperti ingin meledak. Namun, getaran di tangannya mulai berkurang.
Semesta hanya duduk diam tak jauh posisi Auretta. Ia seperti memberi ruang pada Auretta untuk menenangkan diri. Ia harap, gadis itu bisa menetralkan segala hal yang sudah terjadi. Ia tak mau sampai hal buruk terjadi pada Auretta.
"Habis ini, kalo lo udah tenang kita ke dokter. Sekalian, biar tau kondisi lo, Retta." Semesta memulai pembicaraan dengan Auretta. Berharap, gadis itu mau meresponnya.
Auretta menganggukkan kepalanya sembari sedikit menyunggingkan senyum tanpa diduga pada Semesta. Melihat hal itu, membuat hati Semesta menghangat. Merasa sangat bahagia mendapatkan respon senyuman dari Auretta. Padahal, biasanya ia selalu mendapat tatapan sinis dari gadis itu.
Bagi Semesta, mungkin ini pertama kalinya mendapatkan senyum setulus itu dari Auretta. Karena, biasanya mereka saling berdebat satu sama lain. Meskipun, sedari awal sosok Auretta memang sudah menarik perhatian Semesta.
Kini, Auretta kembali memperhatikan desiran ombak pantai serta beberapa burung berterbangan di atas laut itu. Sepertinya, kondisi Auretta sudah mulai membaik.
Semesta mulai melihat Auretta mulai tenang. Terbukti, tangan gadis itu sudah tidak bergetar seraya berkeringat dingin lagi. Hanya saja, Auretta masih belum mau berbicara. Akan tetapi, itu sudah menandakan kondisinya lebih baik.
Ternyata, memang benar suasana pantai bisa membuat hati tenang. Sehingga, ia tak salah bila merasa pusing memilih datang ke tempat itu. Karena, lama kelamaan rasa itu berubah menjadi ketenangan.
Auretta kini diam sembari menikmati keindahan pantai. Namun, kepalanya banyak memikirkan banyak hal. Sepertinya, ia harus fokus menenangkan diri. Sedikit melupakan atau melepaskan hal yang menjadi penyebabnya stres.
Pun, Auretta memikirkan hubungan percintaannya dengan Javian. Sepertinya, ia harus memiliki keputusan mengenai hubungannya itu. Karena, tak mau menjadi beban untuk Javian. Ia sadar, cowok itu tidak memiliki perasaan lebih padanya. Auretta tak mau memaksakan kehendaknya, jika hanya ada rasa sayang tidak akan menjamin hubungan itu berjalan dengan baik. Apalagi, bila Javian mungkin hanya kasihan padanya. Ia sepertinya harus mundur secara perlahan. Daripada, semakin menyakiti perasaanya sendiri. Lagipula, itu tidak akan baik bagi kesehatannya.
Semesta benar-benar membiarkan Auretta menikmati suasana pantai itu. Karena, ia tak mau sampai gadis itu kembali mengalami gangguan kecemasan lagi. Itu cukup membuatnya takut bila Auretta akan mengalami hal seperti yang terjadi pada Alena. Mamanya.
Cukup lama, mereka berada di pantai itu. Sebenarnya, Semesta ingin menghubungi Januar. Akan tetapi, ia tidak memiliki nomor telepon kakak kelasnya itu. Ingin bertanya pada Auretta sedari awal. Namun, kondisi Auretta sedang tidak baik-baik saja. Ia yakin, bila Januar pasti sedang mengkhawatirkan kondisi Auretta. Karena, sudah menganggap Auretta seperti adik kandungnya sendiri. Bahkan, data-data pribadi milik Auretta dilindungi atas nama keluarga Januar.
Auretta berdiri, lalu melangkah hendak meninggalkan pantai itu. Semesta hanya mengikuti langkah gadis itu. Tampaknya, kondisi Auretta sudah mulai membaik. Kemudian, sesampai di dalam mobil Semesta ingin meminta izin untuk menghubungi Januar.
"Gue boleh minta nomor Kak Januar, nggak? Soalnya, dia pasti khawatir sama keadaan lo. Apalagi, gue bawa lo pergi nggak dulu bilang ke dia." Semesta berbicara pada Auretta. "Tapi, gue gak punya kontak Kak Januar. Jadi--"
Auretta diam-diam sudah mengambil ponsel miliknya saat Semesta mengatakan hal itu, lalu memberikannya kepada Semesta. Kemudian Semesta menerima benda itu untuk menghubungi Januar.
Semesta mulai mencari Januari. Kemudian, menelepon cowok itu memberitahukan kondisi Auretta sudah mulai membaik. Serta, akan membawa Auretta ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi gadis itu.
Awalnya Semesta mendengar ketakutan dari balik telepon itu. Namun, lama kelamaan Januar mulai bisa lebih tenang mengetahui kondisi Auretta cukup baik. Meskipun sebenarnya Semesta tidak sepenuhnya mengatakan semua hal yang sudah terjadi. Takut, semakin membuat Januar semakin panik.
Januar berkata, akan menyusul ke rumah sakit. Sekaligus merekomendasikan dokter khusus yang biasa menangani Auretta. Semesta menyetujui apa yang dikatakan serta perintahkan Januar. Karena tahu, cowok itu pasti lebih paham dengan kondisi Auretta.
Setelah berakhirnya panggilan telepon pada bulan Januari. Semesta memberikan kembali ponsel kepada Auretta. Sembari, terus perhatikan kondisi gadis itu.
"Kalo emang lo nggak nyaman sama gue bilang aja. Soalnya, gue nggak masalah kalo nanti harus ninggalin lo di rumah sakit. Kak Januar katanya bakalan nyusul." Semesta mulai berbicara pada Auretta.
Auretta menganggukkan kepalanya, tahu apa yang disampaikan oleh Semesta. Akan tetapi, ia merasa tidak keberatan dengan kehadiran Semesta di alam semesta. Karena, cowok itu bisa membantu dirinya lebih tenang. Justru, ia merasa beruntung ada Semesta yang mau repot-repot membawa dirinya ke tempat yang bisa membuatnya tenang. “Makasih, Kak.”
Dengan cepat, Semesta menoleh ke arah Auretta setelah mendengar gadis itu akhirnya mengeluarkan kata-katanya. Tanpa sadar, senyuman manis terukir dari bibir Semesta. Ia merasa senang, menyadari kondisi Auretta benar-benar sudah mulai membaik. "Iya sama-sama, Retta. Jangan terlalu banyak mikirin hal-hal gak penting. Lupain apa yang udah lo liat tadi pagi."
Tanpa diduga, Auretta menganggukkan kepalanya lagi pada Semesta. Sepertinya, ia merasa mulai nyaman berada di dekat Semesta. Entah kenapa, hal itu bisa dirasakan olehnya.
- Akan Dilanjutkan -