πππ
Aku harap, tidak ada hal buruk terjadi di kemudian hari. Karena, entah kenapa aku merasakan akan terjadi sesuatu hal tidak terduga. Dan, itu bukan merupakan hal baik yang kurasakan. Sehingga, butuh kewaspadaan dalam menjalani semua hal. Agar, pemikiran buruk tidak terjadi.
πππ
Semesta semakin curiga, bila di dalam hubungan Auretta dengan Javian memang tidak didasari rasa cinta. Meskipun, keduanya terlihat mesra seperti saling pengertian sekaligus menyayangi. Apalagi, melihat reaksi Javian yang seperti bingung mengartikan perasaannya sendiri kepada Auretta.
Pun, Semesta berpikir tak mau terlalu ikut campur dengan hubungan Javian bersama Auretta. Karena, itu memang bukan merupakan urusannya. Akan tetapi, sepertinya kalau terjadi masalah diantara sepasang kekasih itu. Maka, mungkin Semesta akan berusaha membantu memberikan solusi.
Semesta melangkah berniat menghampiri sahabat-sahabatnya mumpung jam istirahat belum selesai. Karena, ia sudah berkata akan menyusul ketiga sahabatnya ke kantin. Sesampai di area kantin, Semesta sudah dipesannya makanan serta minuman. Akan tetapi, ia tadi menjahili Auretta terlebih dahulu di depan kantin. Tahu, bila Auretta memang mudah dijahili itulah yang membuat Semesta bersemangat untuk melakukannya.
"Pengertian banget kalian, gue udah dipesenin. Padahal, gue nggak minta ke kalian. Thanks, ya." Semesta tersenyum, merasa senang memiliki sahabat sebaik ketiga cowok itu.
Haikal, Hansean, serta Harlan tersenyum. Tak masalah, bila berbuat baik pada Semesta. Karena, Semesta pun sering melakukan hal seperti itu pada mereka. Sehingga, mereka memang harus saling pengertian sekaligus mendukung satu sama lain.
"Kayaknya, tadi lo habis ngobrol sama ceweknya Javian, ya? Terus, habis itu sama Javian. Kalian ada masalah apaan?" Hansean merasa penasaran, dengan apa yang sempat dilihatnya.
Semesta menyunggingkan senyum, sembari mencari alasan. Agar, ketiga sahabatnya tidak curiga sempat ada pembicaraan cukup serius diantara dirinya bersama Javian."Nggak ada apa-apa, kok. Kebetulan aja ketemu di depan kantin. Jadi, ngobrol bentar deh sama Auretta. Soalnya, asik jahilin tuh cewek. Terus, kalo sama Javian kayaknya dia tadinya mau ke kantin. Tapi, berhubung ceweknya nggak jadi ke sini, dia putar balik deh."
Hansean mengangguk, paham dengan apa yang diceritakan Semesta. Meskipun, mungkin tidak persis seperti perkiraannya. Karena, sedikit terlihat berbeda dengan apa yang ia lihat dari kejauhan.
Pun, Semesta tahu Auretta memiliki pesona kuat. Sehingga, sering tanpa sadar menjadi pusat perhatian. Meskipun, mungkin Auretta tak menginginkan posisi itu. Akan tetapi, sepertinya takdir selalu membawa Auretta memiliki aura bintang yang tidak dimiliki orang lain.
"Nanti pulang sekolah jadi nongkrong di kafe dekat sekolah, nggak? Soalnya, di sana lagi ada promo." Kini, Harlan memulai pembicaraan. Karena, mereka tadi sudah sibuk dengan pemikiran masing-masing.
"Jadilah, tapi kayaknya kita main basket dulu kali ya di lapangan kompleks rumah Semesta. Soalnya, di sana tempatnya tuh sejuk. Di bawah pohon rindang." Hansean memberikan saran tempat untuk bermain basket sebelum pergi ke kafe.
"Gas aja kalo emang pada bisa buat main basket. Lagian, tempatnya juga nggak jauh dari rumah kita masing-masing." Haikal ikut berkomentar mengenai lokasi itu. Cukup strategis untuk mereka bertiga. Tidak akan masalah bagi mereka.
Semesta menyunggingkan senyum, sembari mengangguk setuju dengan ide dari sahabatnya itu. Karena, sepertinya ia tidak ada pekerjaan hari ini dari Om-nya. "Kabarin aja nanti kalo kalian udah sampai. Biar, nanti gue nyusul."
"Oke udah fix ya kalo gitu. Nanti saling berkabar aja kalo udah sampai." Harlan senang akan bermain basket bersama sahabat-sahabatnya.
Semesta, Haikal, serta Hansean sudah menyetujui ide dari Harlan. Karena, mereka ingin konsisten dalam bermain basket sebelum ada kompetisi antar sekolah.
Semesta tidak bisa langsung datang ke lapangan. Karena, setiap pulang sekolah harus memantau keadaan Mamanya dulu. Berharap, bisa mengalami banyak perkembangan baik dari wanita paruh baya itu. Lantaran, hidup Semesta tidak akan ada gunanya tanpa kehadiran Mamanya.
Apapun, akan Semesta lakukan untuk kesembuhan Alena. Mamanya. Termasuk, selalu mengerjakan pekerjaan cukup berisiko tinggi. Bahkan, bisa membuat dirinya terancam hukuman berat. Namun, ia sebenarnya lindungi oleh Aksa. Om-nya. Sehingga, tidak perlu khawatir dengan apa yang akan terjadi. Meskipun begitu, Semesta tetap bermain aman. Tidak mau sampai membuat kesalahan saat membantu pekerjaan Aksa.
"Mah... Aku mau main basket ke lapangan kompleks bentar, ya." Semesta memegang tangan milik Alena. Meminta izin sekaligus berpamitan pergi ke luar rumah.
Walaupun, seperti biasa tidak mendapat respon apapun dari Mamanya. Semesta tetap masih memiliki harapan untuk kesembuhan wanita yang sangat disayanginya.
"Sus, saya cuma pergi bentar paling sampai jam lima sore. Kalo nggak, mungkin jam setengah enam. Jadi, tolong jagain Mama terus. Kalo ada apa-apa, langsung kabarin saya." Semesta beralih menatap ke arah Suster kepercayaannya untuk menjaga Alena. Mamanya.
Suster itu mengangguk, paham bila ada dari pasiennya tidak mungkin berkata bohong. Terlebih, tahu sifat yang dimiliki Semesta. Tidak pernah menyerah untuk selalu mengusahakan kesembuhan Alena.
Semesta mendapat kabar bila ketiga sahabatnya sudah sampai di lapangan kompleks rumahnya. Kemudian, cowok itu bergegas menaiki motor menuju tempat tujuan. Agar, sahabatnya tidak menunggu terlalu lama.
Lima menit kemudian, Semesta sudah sampai di lapangan kompleks. Kemudian, mereka langsung mulai bermain basket. Lagipula, mereka melakukannya hanya untuk berlatih secara rutin. Agar, saat ada pertandingan basket bisa dipakai dengan baik.
Mereka mulai mendribel, mengoper, serta melempar bola ke arah ring. Tak hanya itu, mereka mulai saling berebut bola basket. Seakan bersaing satu sama lain untuk mencetak skor terbanyak. Memang sudah bisa ditebak, orang yang paling banyak memasukan bola itu Semesta. Sepertinya, cowok itu memang memiliki basket lebih dari yang lain. Sehingga, sering dijadikan pemain inti bila ada pertandingan basket melawan sekolah lain. Haikal, Hansean, serta Harlan juga bagus dalam permainan basket tidak jauh berbeda dengan Semesta. Hanya saja, mungkin Semesta paling menonjol di antara mereka berempat. Akan tetapi, mereka akan saling mendukung satu sama lain. Tidak ada rasa iri dirasakan oleh mereka. Itulah yang membuat persahabatan mereka awet. Jarang mengalami perdebatan maupun pertengkaran.
Waktu memang cepat berlalu, kini matahari sudah hampir terbenam. Sehingga, Semesta berserta yang lain memutuskan untuk mengakhiri bermain basketnya. Agar, tidak terlalu malam saat pulang serta sampai di rumah masing-masing.
πππ
Caramel sedang bersama salah satu teman sekelasnya. Angel. Diantara teman kelas lain, Angel memang paling dekat dengan Caramel. Mereka berdua cukup pandai, tapi tidak sepandai Yumika maupun Libby. Keduanya, ada di bawah kedua gadis teman sekelas Caramel. Kini, mereka sedang mengobrol di rumah Caramel.
"Caramel, lo nggak cemburu liat Javian lengket banget sama anak baru itu? Katanya, Javian pacaran sama tuh cewek, ya? Padahal, dulu Javian keliatan naksir banget sama lo. Bahkan, berusaha banget biar bisa jadian sama lo. Cuma,--" Angel memulai pembicaraan, seperti sengaja memanas-manasi Caramel. Tahu, bila temannya itu sempat menyukai Javian. Begitupun, Javian yang pernah mencoba dekat dengan Caramel. Hanya saja, Caramel memiliki tidak menerima perasaan Javian.
Caramel menolak perasaan Javian bukan tak suka pada cowok itu. Hanya saja, di sisi lain ia tak mau kehilangan sosok Semesta yang lebih dulu dekat dengannya. Meskipun, mereka hanya bersahabat tidak lebih dari itu. Sebut saja Caramel egois, karena sempat tak ingin kehilangan keduanya. Lantaran, ia juga memiliki perasaanya yang sama seperti Javian. Sehingga, Javian lah yang mengalah tidak mau dekat dengan Caramel maupun Semesta lagi. Padahal, sebelumnya ia berteman bersama keduanya. Kini, Javian masih memusuhi Semesta. Mengira Semesta menjadi penyebabnya tidak menerima perasaan Javian. Padahal, Semesta tidak tahu apa-apa.
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Bagaimanapun, kini Javian sudah memiliki kekasih. Sepertinya, cowok itu cukup cepat move on. Sebenarnya, Caramel masih memiliki perasaan kepada Javian. Tidak ada yang berubah dari dulu sampai sekarang. Namun, perasaan itu juga ia rasakan pada Semesta. Sehingga, membuatnya sedari dulu tidak bisa memilih.
"Bagus dong. Artinya, itu lebih baik daripada Javian nunggu gue mulu. Padahal, sampai sekarang pun belum bisa nentuin keputusan apapun. Lagipula, Auretta cocok banget sama Javian. Sosok ceria, yang pasti bisa bikin Javian bahagia." Caramel menyunggingkan senyum. Meskipun, ada sedikit rasa sakit di hatinya. Namun, ia tidak mau orang lain mengetahuinya. Cukup dirinya yang tahu hal itu.
"Bisa-bisa lo kayak pasrah gitu. Padahal, gue masih bisa liat lo masih ada perasaan sama Javian. Lagipula, gue yakin pasti tuh cewek cuma jadi pelampiasan. Soalnya, lo nolak perasaan Javian dulu." Angel terus memanasi Caramel. Entah apa tujuannya, tapi seperti memiliki sesuatu terselubung. "Mending besok, lo tanya baik-baik sama Javian, deh. Gue yakin, dia nggak cuma mau main-main sama tuh anak baru."
Caramel menghela napas, tak mau berharap apapun pada Javian. Karena, wajar bila Javian sudah melupakan perasaannya. "Kayaknya nggak perlu, deh. Soalnya, Javian keliatan sayang banget sama pacarnya. Gue nggak mau bikin orang lain salah paham kalo misal gue ajak Javian ngobrol."
"Lo harus lakuin itu, biar tau masih punya kesempatan buat dekat sama Javian apa, nggak? Kalo ada yang salah paham berarti emang terlalu berpikir berlebihan aja, sih. Kan, lo cuma pengin ngobrol doang sama Javian. Nanti, gue temenin deh." Angel berinisiatif ingin ikut bertemu Javian.
"Oke, deh." Caramel kini justru menyetujui saran serta perkataan dari Angel. Padahal, sedari tadi ia cukup bertahan tak mau mengharapkan apapun lagi dari Javian. Namun, entah kenapa hatinya ingin memastikan tentang perasaannya untuk Javian.
Angel menyunggingkan senyum puas, seperti senang rencananya berhasil. Memang benar, Caramel cukup mudah dipengaruhi. Meskipun, butuh waktu mengubah jalan pikiran gadis itu. Namun, akhirnya ia berhasil membujuk Caramel.
"Lo besok harus pastiin sebenernya perasaan Javian ke cewek itu gimana? Kasihan, sayang, atau cinta. Biar, hati lo lega pas tau faktanya langsung dari Javian. Kalo feeling gue, Javian nggak cinta sama tuh cewek. Dia masih cinta sama lo. Cuma, mungkin udah terlanjur komitmen sama pacarnya sekarang." Angel kembali memberikan saran pada Caramel.
Caramel mengangguk, sepertinya memang benar ia harus memastikan Javian masih memiliki perasaan padanya atau tidak. Jujur, ia masih sedikit tak rela melihat Javian seperti melupakan dirinya. Akan tetapi, dari kemarin mencoba ikhlas menerima keadaan yang ada. Namun, hatinya ternyata tidak tenang.
Sedari dulu, ia memang tidak ingin jauh dari Javian maupun Semesta. Selalu ingin berada dekat dengan kedua cowok itu. Memang terkesan egois. Namun, itulah yang dirasakan Caramel. Mungkin, itu hal atau sifat buruk yang tidak seharusnya dimiliki manusia. Akan tetapi, manusia memang terkadang tidak puas dengan apa yang dimiliki.
- To Be Continue -