πππ
Hendaknya jangan meremehkan perasaan yang sudah ada di dalam hati. Oleh karena itu, itu bisa menggoyahkan rasa yang telah ada. Mungkin saja, juga bisa mengubah semua rasa yang ada .
πππ
"Sori... Tadi gue cuman keliling sekolah kayak biasa kok. Soalnya, kalo langsung ke kelas juga masih sepi." Semesta mengatakan apa yang dilakukan. Karena, Caramel seperti ingin pergi bersamanya. Padahal, ia sengaja menikmati segarnya udara pagi hari sendiri. Tidak mau ada yang mengganggu. Sekalipun, itu Caramel yang sudah berteman lama dengannya.
Caramel menyuguhkan senyuman, tahu memang sepertinya Semesta selalu ingin menikmati waktu sendiri. Lagipula, memang setiap manusia ingin mempunyai dirinya sendiri tanpa gangguan orang lain. Tampaknya, dia terlalu ingin mengetahui kebiasaan Semesta. Padahal, cowok itu selalu menceritakan dirinya sendiri. Akan tetapi, entah kenapa akhir-akhir ini ia merasa ingin memiliki banyak waktu bersama Semesta. "Oh gitu.. Ya udah, mending kita sekarang masuk kelas aja, Ta. Bel masuk udah mau bunyi."
Semesta mengangguk, memang tidak terlalu nyaman di depan kelas. Terlebih lagi, cukup menjadi pusat perhatian. Meskipun, mungkin itu hanya pemikirannya saja. Akan tetapi, kemungkinan besar seperti apa yang dipikirkan.
Sesampai di dalam kelas. Semesta langsung duduk di bangkunya. Tak mau kembali ke karamel. Sehingga, mereka sudah duduk di bangku masing-masing untuk menunggu kedatangan guru.
Terkadang, guru tidak langsung datang ke kelas. Seperti menunggu beberapa menit berlalu, baru masuk. Mungkin, menunggu kondisi kelas kondusif. Karena, ketika pagi hari saat murid baru masuk kelas sibuk dengan kegiatan sendiri sebelum guru datang. Meskipun demikian, suasana kelas Semesta sering kondusif.
Setelah guru masuk ke dalam kelas. Secara otomatis, semua murid akan mulai kondusif memperhatikan materi yang diberikan.
Pun, Semesta cukup nyaman berada di kelas XI IPA 1. Kelas berisi murid-murid unggulan, yang tidak terlalu banyak bicara. Namun, saat ujian mereka akan berusaha mendapatkan nilai tinggi yang membuktikan kepandaiannya. Tidak mau kalah satu sama lain. Semesta selalu mengisyaratkan cukup santai, tak mau seperti yang lain. Bagaimanapun, dirinya selalu percaya bisa mendapatkan nilai terbaik. Tidak perlu terlalu menggebu. Tentu saja, hal itu akan mempengaruhi mentalnya sekaligus tubuhnya. Sehingga, lebih baik menjalani sesuai kemampuan.
"Nggak biasanya, cuma materi aja. Biasanya, ada sesi tanya jawab." Hansean sedikit berkomentar seraya berbisik pada Semesta.
Semesta menyenggingkan senyuman, saat mendengar kata Hansean. Memang benar yang dikatakan cowok itu. Akan tetapi, lebih baik lagi jangan dibahas saat itu. Takut, terdengar oleh gurunya. “Biarin aja, mending lo diam. Takut, Bu Guru dengar terus jadi malah ingat terus berubah pikiran.”
Hansean tak lagi berbicara. Takut, yang dikatakan Semesta terjadi. Padahal, dirinya sudah merasa senang dengan apa yang ada.
Mengetahui Hansean terdiam, membuat Semesta sedikit tertawa. Meskipun, mungkin tidak ada yang melihatnya. Karena, hampir semua murid memperhatikan materi pelajaran Bahasa Indonesia di depan kelas.
Tak menyangka bila Hansean percaya dengan perkataannya. Padahal, ia hanya asal berbicara. Karena, sepertinya memang kali ini gurunya tidak akan melakukan sesi tanya jawab bukan karena lupa atau hal lain. Ia merasa, malah seperti akan diberi tugas lain.
Dan, ternyata benar firasat Semesta tepat. Sebelum mengakhiri pelajaran, guru memberikan tugas kelompok. Satu kelompok berisi dua orang. Sebenarnya, tidak terlalu sulit. Hanya saja, memang pasti akan membutuhkan waktu untuk mengerjakan.
"Gue sama lo, ya, Ta. Soalnya, kan satu kelompok isinya dua orang. Terus, Harlan kayaknya sama Haikal, deh." Hansean tersenyum, sedikit memelas agar bisa satu kelompok dengan Semesta. Tahu, bila sahabatnya cukup pintar serta rajin.
Semesta mengangguk, tak masalah bila harus mengerjakan tugas kelompok dengan siapapun. Asal, tidak menyusahkan dirinya. Mau bekerjasama dengan baik. Ia percaya, Hansean bisa menjadi partner baik untuknya. "Oke."
Anggota kelompok memang tidak ditentukan guru. Namun, menentukan sendiri. Sehingga, tidak membuat repot guru. Soalnya, kadang ada rasa canggung bila ditentukan guru. Lebih baik, memilih sendiri-sendiri.
"Thanks, Ta. Gue bakalan sebaik mungkin pas kerjasama bareng lo. Soalnya, gue tau lo tuh salah satu siswa paling berprestasi. Jadi--" Hansean merasa tersanjung bisa satu kelompok dengan Semesta. Padahal, mereka sudah bersahabat cukup lama. Pun, ini bukan pertama kali mereka mengerjakan tugas bersama.
"Santai aja kali, Sean. Lagipula, kayak siapa aja nggak usah berlebihan gitu. Kita sama-sama lagi belajar. Jadi, lebih baik belajar baik biar bisa dapat nilai bagus dan memuaskan." Semesta tak mau Hansean berlebihan. Karena, ia tidak terlalu menyukai pujian. Kepandaian bisa didapat bila kita rajin belajar. Meskipun, ada yang memang mendapatkan anugerah itu dari sejak lahir. Akan tetapi, lebih menghargai kemampuan satu sama lain. Tidak perlu, membanding kepintaran satu sama lain.
Bagi Semesta, semua manusia tetap sama di mata Sang kuasa. Sehingga, ia tak mau membedakan manusia satu dengan yang lain.
"Bener kata Semesta, kita kan sama-sama belajar. Lebih baik saling membantu serta mendukung satu sama lain. Itu lebih baik kita lakukan. Karena, kita semua pasti bisa mengerjakan tugas dengan baik." Haikal ikut berbicara setuju dengan perkataan Semesta. Meskipun, memang benar di antara mereka Semesta lah paling berprestasi. Akan tetapi, Semesta tidak pernah menyombongkan diri. Bahkan, sering membantu seraya merangkul bila yang tidak bisa mengerjakan tugas. Akan membimbing sampai orang itu bisa mengerjakan dengan baik. Tidak pernah meminta imbalan.
"Setuju banget. Intinya, kita harus semangat pas ngerjain tugasnya. Lagipula, pasti bisa ngerjain sekaligus selesai tepat waktu. Soal nilai, urusan belakangan. Hasil tidak akan mengkhianati usaha. Harus ingat kata-kata itu." Harlan tersenyum, paham bila mereka harus saling mendukung satu sama lain.
Hansean mengangguk, sadar dengan semua pembicaraan yang terjadi. Perkataan sahabatnya memang benar. Tidak perlu berkecil hati dengan kemampuan diri sendiri. Serta, membandingkan diri dengan orang lain. Ia beruntung memiliki sahabat seperti ketiga cowok di hadapannya itu.
Beberapa jam berlalu. Kini, Semesta berjalan menuju kantin bersama tiga sahabatnya. Karena, bel jam istirahat sudah berbunyi.
Semesta menyunggingkan senyum, karena melihat sosok yang entah kenapa membuatnya ingin menjahili orang itu. Meskipun, ia mengingat bila gadis itu sudah memiliki kekasih. Akan tetapi, ia hanya kita bercanda gadis itu.
"Kalian pesan duluan aja. Gue masih ada urusan bentar. Nanti, gue nyusul kok. Cari aja bangku kantin yang kosong." Semesta tersenyum, seraya hendak melangkah mendekat ke arah Auretta. Tahu, bila gadis itu sedang sendirian.
Hansean, Haikal, serta Haikal menghela napas. Melanjutkan perjalanan masuk ke dalam kantin. Tak mau ikut campur pada urusan Semesta.
"Kok sendirian, sih. Biasanya bareng Javian dan Kak Januar." Semesta sudah berada di samping Auretta. Posisi mereka masih ada di depan area kantin.
Auretta menoleh ke arah Semesta dengan raut wajah kesal. Seperti tak mau diganggu kakak kelasnya. Akan tetapi, ia pikir itu akan percuma karena Semesta pasti tetap mengganggunya. "Apaan, sih, Kak. Mending lo jauh-jauh dari gue, deh. Soalnya, nanti Kak Javian cemburu liat lo ada di dekat gue."
Semesta sedikit tertawa, tahu bila memang Javian sedari beberapa waktu lalu seperti tidak suka bila ia dekat dengan Auretta. Padahal, ia ingin menggoda kekasih Javian itu. "Bagus dong kalo dia cemburu. Berarti, dia sayang sama lo. Beda cerita, kalo dia biasa aja artinya nggak punya perasaan lebih."
Auretta terdiam sejenak, berpikir perkataan Semesta ada benarnya. Namun, tetap saja ia tak suka bila berdekatan dengan Semesta. Terlebih, cowok itu sangat menyebalkan. Selalu menganggu waktu tenangnya.
"Sana deh pergi jauh-jauh dari gue. Soalnya, gue nggak suka ada lo di sini." Auretta mengusir secara halus Semesta dari dekatnya. Walaupun, ia tahu tidak akan mudah.
"Daripada lo di sini, mending ikut ke kantin bareng gue. Kebetulan, gue masih sisa bangku kosong buat duduk terus makan di kantin." Semesta tersenyum, seraya menawarkan tempat pada Auretta. "Oh ya... Lo yakin sama perkataan lo tadi. Bilang gue harus jauh-jauh lo itu? Feeling gue malah bilang, nanti kita bakalan lebih dekat dari ini."
Auretta menghela napas, benar-benar sudah sangat kesal pada Semesta. Kemudian, gadis itu melangkah pergi meninggalkan Semesta.
Semesta menyunggingkan senyum, sadar gadis itu tidak nyaman dengan kehadirannya. Kini, ia hanya mendapat punggung Auretta saat mulai menjauh darinya. Akan tetapi, ia merasa ke depannya ia justru bisa jadi lebih dekat dengan Auretta. Karena, merasa adik kelasnya membutuhkan bantuan.
Lantaran, Semesta tahu bila kemungkinan Auretta akan dilibatkan dalam masalah keluarganya. Apalagi, ia pikir gadis itu berasal bukan dari kalangan biasa. Perlu untuk pengawasan sekaligus perlindungan.
"Bisa nggak sih lo berhenti gangguin cewek gue. Lagipula, dia nggak suka sama lo." Javian mengatakan itu pada Semesta yang masih memperhatikan kepergian Auretta.
Semesta tersenyum, tak takut atau terpengaruh dengan perkataan Javian. "Gue nggak gangguin dia. Mungkin, takdir yang bikin gue ketemu dia."
Javian berusaha sabar menghadapi Semesta. Tahu, bila cowok itu memang tidak bermaksud buruk pada Auretta. Mungkin, hanya senang menggoda sekaligus bercanda. Namun, ia sedikit tak suka Semesta dekat kekasihnya.
"Lagipula, gue pikir terlalu mudah buat berpaling dari Caramel. Justru, gue takut lo cuma main-main sama Auretta. Atau, mungkin atas dasar rasa lain bukan cinta." Semesta tidak gentar meladeni perkataan Javian. Karena, ia merasa tidak bermasalah. Hanya ingin berteman dengan Auretta. Ia malah memiliki pemikiran lain tentang Javian. Tentang perasaan Javian sebenarnya pada Auretta. Semesta merasa hubungan Javian serta Auretta tidak dilandasi. Meskipun, itu masih dugaan sesuai apa yang dirasa dan liat setiap melihat interaksi kedua orang itu.
"Perlu lo tau, selama gue sayang sama Auretta. Dia juga tau sekaligus ngerasain hal itu. Tanpa ada rasa tidak mungkin ada ikatan di antara gue sama dia, kan!" Javian menegaskan bila dirinya memang memiliki perasaan tulus pada Auretta. Kekasihnya. Tidak seperti yang dituduhkan Semesta.
"Oh gitu... Semoga aja kata-kata lo tadi benar." Semesta menggangguk-anggukan kepalanya, lalu hendak melangkah pergi meninggalkan Javian. "Gue harap lo jadiin Auretta pacar bukan atas dasar kasihan maupun pelampiasan. Soalnya, itu bisa nyakitin hati Auretta. Mungkin, bikin dia susah buka hati lagi."
Javian terdiam, ia selama ini sangat menyayangi Auretta sepenuh hati. Namun, kenapa perkataan Semesta seakan membuatnya berpikir banyak hal. Seharusnya, ia tidak terpengaruhi kata-kata Semesta. Yang terpenting, ia memang memiliki perasaan nyaman sekaligus sayang kepada Auretta. Kekasih.
Kedekatannya bersama Auretta cukup singkat sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran. Akan tetapi, ia yakin itu dilandasi perasaan sayang. Bukan karena hal lain.
Diam-diam, Semesta masih menyempatkan menoleh seraya memperhatikan Javian. Tak menyangka, cowok itu akan terdiam membatu seperti ragu dengan perasaannya pada Auretta. Padahal, seharusnya Javian tak perlu ragu dengan apa yang sedang dijalani.
Kalo lo beneran cinta sama Auretta nggak mungkin malah diam kayak ragu gitu, Jav. Ngeliat lo kayak gitu, bikin gue makin yakin hubungan lo sama Auretta nggak dilandasi cinta.
- Akan Dilanjutkan -