πππ
Setiap orang memang memiliki pesona tersendiri. Akan tetapi, entah kenapa dia memiliki pesona yang tidak pernah redup. Meskipun demikian, ia tidak menginginkan pesona itu menyinarinya .
πππ
Auretta menjawab, masih sedikit tidak menyangka dengan pertanyaan yang diberikan Javian. Padahal, seharusnya Javian tahu bila dirinya sedari awal sangat menyayanginya sepenuh hati.
"Dari awal aku udah sayang banget sama kakak. Bakalan terus kayak gitu dari dulu sampai sekarang." Auretta selalu menunjukkan rasa sedih pada Javian. Namun, entah kenapa Javian seperti meremehkannya.
"Terima kasih, Retta." Javian tersenyum, merasa lega mendengar perkataan Auretta. Kekasihnya. Meskipun begitu, dia tak tahu kenapa seperti takut kehilangan kekasihnya itu.
Auretta mengangguk, lalu mulai kembali fokus menonton film di layar. Tidak mau terlalu larut dalam pembicaraan yang sudah jelas definisi apa. Lagi pula, tidak ada yang perlu dijelaskan tentang konfigurasi dengan Javian.
Beberapa menit berlalu. Javian serta Auretta melanjutkan perjalanan untuk bermain di area permainan yang ada di mall itu. Meskipun demikian, tidak terlalu lama.
Javian mengajari Auretta untuk memasukkan bola keranjang pada ring. Lalu, beralih ke permainan panah serta menembak. Juga, Javian membelikan Auretta boneka berukuran cukup besar. Setelah itu, mereka memutuskan untuk makan malam di restoran yang jauh dari tempat bermain. Oleh karena itu, tidak perlu menunggu waktu yang lama.
"Makasih buat hari ini, Kak. Kedepannya, kita harus sering jalan-jalan kayak gini, ya. Soalnya, aku udah lama nggak mainan di luar rumah." Auretta tersenyum manis pada Javian. Kekasihnya. Ia sangat senang bisa memiliki waktu pergi berdua dengan kekasihnya itu. Sebelumnya, mereka berdua memang sangat jarang pergi bersama. Hanya bisa, melakukan temu kangen paling cepat seminggu sekali. Meskipun demikian, jarak rumah mereka tidak terlalu jauh. Akan tetapi, mereka disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Wajar saja, Auretta memang kadang terkesan manja kepada Javian. Sayangnya itu wujud kasih.
Javian tersenyum, selalu mengandeng tangan kekasihnya dengan erat. Karena, dia memang sangat menyayangi Auretta. "Aku harap, juga kita bisa sering jalan berdua begini. Biar, hubungan kita makin kuat."
Rasanya ingin memeluk erat Javian. Namun, Auretta tidak bisa melakukan hal itu karena sedang berada di tempat umum.
Sesampai di restoran, mereka langsung memesan makanan. Agar, tidak perlu menunggu lama untuk bisa menikmati makan malam.
Selesai makan malam di sana, Javian langsung mengajak Auretta untuk pulang. Lantaran, hari sudah mulai larut menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Ia tak mau sampai terlambat mengantarkan pulang Auretta.
“Habis ini, kamu langsung istirahat ya. Biar, besok nggak telat bangun buat ke sekolah.” Javian mengelus kepala Auretta dengan lembut, seraya diperingatkan cepat beristirahat setelah sampai di rumah. Karena, tidak mau sampai keesokan harinya terlambat berangkat ke sekolah.
Auretta mengangguk, sembari menyunggingkan senyum. Sebenarnya, ia selalu tidur cukup awal. Tidak suka begadang, karena dilarang oleh dokter. Itu akan cukup berpengaruh untuk kesehatannya. Sehingga, ia menuruti aturan dari dokter untuk menjalani hidup sehat. "Besok pagi, kamu beneran bakalan jemput aku?"
Javian tersenyum, lalu mengangguk. Sudah berjanji akan mulai mengantar sekaligus jemput Auretta setiap hari. Walaupun, memang mereka masih satu sekolah. Sehingga, akan lebih mudah untuk melakukan hal itu. Lagipula, Javian sudah mendapat kepercayaan cukup baik dari keluarga Auretta.
"Iya. Aku bakalan datang lumayan pagi, biar kita nggak telat ke sekolah." Javian tidak mau sampai terlambat ke sekolah. Tahu, bila kadang dalam perjalanan cukup ramai. Takut, terkena macet ketika di jalan.
Beberapa menit perjalanan dari mall. Kini, Javian sudah sampai di rumah Januar. Merasa lega, tidak melebih batas waktu yang sudah ditentukan oleh Januar.
"Hati-hati di jalan, Kak. Kalo udah sampai rumah langsung kabarin aku, ya." Auretta melambaikan tangan ke arah Javian.
Setelah kepergian Javian, Auretta masuk ke dalam rumah dengan perasaan bahagia. Hatinya berbunga-bunga bisa menghabiskan waktu bersama Javian. Kekasihnya.
"Keliatan bahagia banget, Dek. Kakak senang liatnya, habis ini langsung tidur, ya." Januar tersenyum, seraya sedikit menggoda Auretta. Bahagia bisa melihat adiknya tersenyum setelah pergi bersama Javian.
"Oke siap, Kak. Tenang aja, gue jarang begadang, kok. Soalnya, biar pas pagi tuh tubuh fresh. Kalo gitu, gue ke kamar duluan, ya. Good night, kak." Auretta tersenyum, sembari melambaikan tangan pada Januar. Kakaknya.
Januar tersenyum, lalu pergi menuju kamarnya. Karena, hari sudah larut saatnya untuk beristirahat.
πππ
Semesta sudah sampai di area sekolahnya. Sepertinya, ia terlalu pagi datang ke sana. Sehingga, ia memutuskan untuk pergi ke atap sekolah. Menikmati udara pagi yang masih terasa segar.
Senyuman terukir dari sudut bibir Semesta. Terlebih, sudah ada perubahan sekaligus perkembangan dari kondisi Mamanya. Itu cukup membuatnya bahagia. Bisa memberikan energi positif pada setiap langkah Semesta menjalani hari ini dan seterusnya.
Tak hanya itu, melihat kedatangan para siswa maupun siswi bisa menjadi hiburan untuk Semesta. Lagipula, di atap sekolah memang tempat paling sepi. Tidak banyak orang tahu, sekaligus datang ke sana. Sehingga, Semesta sering meluangkan waktu untuk datang ke atap sekolahnya.
Menikmati pohon-pohon terkena angin, membuat perasaan seperti merasakan segarnya udara berhembus.
Pandangan Semesta kini teralih menatap kehadiran Auretta yang terlihat datang bersama dengan Javian.
"Entah kenapa, gue ngeliat kalo hubungan mereka tidak dilandasi cinta. Tapi, gue nggak boleh berpikir negatif. Lagipula, bukan urusan gue." Semesta memperhatikan Auretta yang terlihat tersenyum bahagia bersama Javian. Ia merasa, gadis itu seperti terlalu bersemangat sendiri dalam menjalani hubungan itu. Seperti ada hal yang janggal di mata Semesta. Padahal, ia berusaha tidak memikirkan hal itu. Akan tetapi, tetap saja membuatnya berpikir sedikit lebih dari biasanya.
Semesta menggelengkan kepalanya, tak seharusnya memikirkan banyak hal tentang hubungan orang lain. Tak mau terlalu terlibat atau ikut campur. Walaupun, sebenarnya ia merasa penasaran entah karena apa.
Pun, ia sebenarnya bingung dengan perasaannya sendiri bila sedang berada dekat dengan Auretta. Seperti, ada sesuatu yang membuat dirinya ingin mendekat ke arah gadis itu. Padahal, ia sadar tidak seharusnya mendekat ke arah orang yang sudah mempunyai pasangan.
Tak hanya itu, ia juga tertarik dengan latar belakang Auretta. Karena, ia sudah mengetahui tapi belum semuanya. Seperti ada yang memang tidak ditunjukan secara lengkap.
Berbeda dengan keluarga Januar, yang memang menjadi klien Aksa. Om-nya Semesta. Sehingga, Semesta bisa mengetahui semua seluk beluk keluarga kakak kelasnya itu. Tak hanya itu, data yang ada di tangan Om-nya juga dalam perlindungan.
Para pebisnis memang banyak penyimpan rahasia satu sama lain. Karena, harus seperti itu bila ingin aman dari orang jahat. Perlindungan data sangat dibutuhkan. Agar, tidak ada yang bisa mengetahui kelemahannya. Apalagi, sampai data itu bocor kepada pesaing. Itu sangat berbahaya bisa digunakan untuk menghancurkan bisnis.
Pantas saja, Aksa selalu bekerja penuh bahaya. Karena, harus melindungi data-data penting yang dimiliki klien-nya. Sehingga, tidak diketahui pesaing kolega Aksa. Pekerjaan Aksa, tidak hanya satu. Itu yang membuat lelaki itu membutuhkan bantuan dari Semesta. Keponakannya. Apalagi, ia tahu bila Semesta cukup pandai dalam bidang teknologi. Selain itu, Semesta juga bisa dipercaya.
Menjadi pengacara sekaligus detektif memang tidak mudah. Terlebih, harus bisa membagi waktu untuk melaksanakan pekerjaan itu secara adil. Terkadang, pekerjaan Aksa cukup membahayakan. Apalagi, bila berhubungan dengan pebisnis kelap kakap. Yang bisnisnya menghasilkan uang milyaran.
Semesta sering mengakses data yang cukup rahasia. Tidak bisa sembarang orang bisa melakukannya. Bahkan, berisiko tinggi untuk mengerjakannya. Karena, kadang hal itu tidak bisa dilakukan secara legal.
Kinerja Aksa bisa dibilang sangat bagus. Menjadi orang kepercayaan pengusaha bisnis besar. Sehingga, bisa mendapatkan pembayaran cukup banyak dalam sekali bertindak. Pun, Semesta ikut menikmati hasil bila membantu pekerjaan Om-nya.
Semesta memang sekarang hanya membantu Aksa. Akan tetapi, ia bisa sangat diandalkan oleh lelaki paruh baya itu.
"Kayaknya keluarga asli Auretta juga terpandang, deh. Nggak mungkin, data Auretta sampai ikut dilindungi. Atau, mungkin sudah ada yang back up sampai datanya nggak sedetail keluarga Januar." Itulah pemikiran Semesta, sambil mengingat data Auretta yang sempat ia baca.
Terlebih lagi, melihat penampilan Auretta memang memiliki aura tersendiri. Itu menjadi bukti, bila gadis itu memang bukan dari keluarga biasa. Sehingga, memiliki sinar pesona lebih dari yang lain. Padahal, Auretta tidak pernah menunjukkan apapun. Akan tetapi, sinar itu seperti mengejar Auretta dimanapun.
Siswa maupun siswi di sekolah itu memang berasal dari berbagai kalangan. Semesta bisa melihat hal itu cukup mudah. Namun, potensi mereka berbeda satu sama lain. Apalagi, bakat yang dimiliki tidaklah sama.
Merasa sudah cukup menikmati udara pagi di atap sekolah. Kini, Semesta memutuskan untuk pergi dari tempat itu menuju ke kelasnya. Karena, hari sudah semakin siang.
Semesta berjalan melintasi lorong kelas dua belas sebelum turun dari lantai tiga sekolahnya. Ia sadar, suasana sekolahnya memang belum terlalu ramai. Siswa maupun siswi kadang datang saat bel masuk akan berbunyi. Terbukti, kini di lorong itu belum terlalu banyak murid yang datang.
Akan tetapi, ada beberapa orang tersenyum seraya menyapa Semesta. Mungkin, karena mengenal pria itu. Pun, Semesta membalas dengan senyum ramahnya. Lagipula, tidak ada salahnya memberikan kesan baik kepada orang lain. Meskipun begitu, dia belum terlalu mengenalnya. Sehingga, ia berharap tak memiliki musuh di sana.
Gue kayaknya cukup terkenal di sekolah ini. Sampai banyak yang senyum ke gue.
Semesta ingin menyebarkan kebaikan dimana pun ia berada. Meskipun, terkadang orang mungkin memandangnya aneh. Bagaimana tidak, kadang-kadang terlihat sok kenal pada orang yang baru dikenal. Namun, menurutnya tidak masalah selagi tidak dianggap buruk oleh orang lain.
"Kebiasaan banget deh, lo tuh datang duluan tapi pas dicek ke kelasnya nggak ada. Emang lo kemana dulu, sih, Ta?" Caramel mendekati Semesta saat baru saja sampai di depan kelasnya.
Semesta, tersenyum memang tak suka langsung memasuki kelas saat datang ke sekolah. Memilih untuk menjelajah lebih dulu. Lagi pula, ia merasa masih memiliki banyak waktu sebelum bel masuk berbunyi. Seperti yang dilakukannya tadi. Memilih ke atap sekolah menikmati udara segar sekaligus pemandangan indah pagi hari di sana. "Biasa habis muter dulu, Cara. Kayak nggak tau aja gue gimana. Bukannya, lo udah cukup hafal apa yang gue lakuin ya?"
Caramel tersenyum, memang selama ini cukup dekat dengan Semesta. Namun, terkadang dia merasa cowok itu sengaja menyembunyikan sesuatu darinya. Padahal, mereka sudah dekat sekaligus berteman dari lama. “Lain kali, ajak gue keliling bareng lo. Biar, gue tahu kemana aja lo sebelum ke kelas. Boleh, kan, Ta?
Semesta terdiam sejenak. Karena, gadis di depannya itu seperti ingin terlalu banyak tentang dirinya. Namun, ia sedikit tidak nyaman dengan hal itu.
- Akan Dilanjutkan -