πππ
Hidup membutuhkan sebuah rahasia. Karenanya, tidak semua hal bisa dipublikasikan. Ada beberapa hal, perlu disimpan secara rapat. Lantaran, tidak semua hal tidak selalu baik maupun buruk. Jadi, ada baiknya sesekali menyimpan sesuatu yang menurut kita penting. Agar, orang lain tidak sembarangan bisa mengetahui. Akan berbahaya, bila rahasia kita diketahui banyak orang.
πππ
Semesta beralih menatap ke arah Aksa. Om-nya. Setelah membaca data yang baru saja ia baca.
"Om, ini nggak ada yang kurang kah datanya? Soalnya, setahuku Kak Januar punya adek cewek. Dia baru aja pindah ke sekolahku beberapa hari lalu. Emang sih, Kak Januar memang jarang mempublikasikan tentang keluarganya. Tapi, di sini nggak ada data punya adeknya." Semesta mulai menanyakan yang menjadi kejanggalan dari data yang ada.
Aksa menoleh ke arah Semesta. Sadar, keponakannya mengenai anak dari klien-nya. "Hm... Setahu Om, keluarga itu nggak punya anak perempuan. Jadi, kemungkinan yang kamu maksud itu bukan adik kandung. Sepertinya, anak dari adik klien Om."
"Oh gitu... Bisa aja. Celana nggak ada data dia di keluarga Kak Januar. Eh... Tapi bentar, Om. Ini masih ada satu folder terpisah tapi kayaknya berhubungan sama keluarga Kak Januar." Semesta melihat ada folder lain.
Aksa kembali menoleh, karena dia sedang fokus dengan pekerjaan yang lain. Sehingga, kini memang baik Aksa maupun Semesta sibuk masing-masing. "Buka aja, habis itu tolong bikin data-datanya aman."
Semesta mengangguk, lalu perlahan mengklik untuk membuka folder itu. Folder terbuka, berisi tentang informasi tentang Auretta. Semesta mulai membaca secara perlahan data milik Auretta. Benar dugaannya, gadis itu memang tidak baik-baik saja. Terbukti dari data kesehatan yang ada di sana. Mungkin, itu yang menyebabkan Auretta sekarang tinggal bersama keluarga Januar. Namun, ada sesuatu yang sedikit janggal di sana. Karena itu, tak disebutkan anggota baru keluarga Auretta. Hanya ada keterangan nama diri Auretta, orang tua, alamat rumah, serta beberapa data yang berkaitan dengan pekerjaan Papa Auretta. Benar, memang Auretta merupakan sepupu Januar.
"Pantesan aja, dia kemarin keliatan langsung nggak nyaman pada pemegang jabatan di kantin sekolah." Semesta ingat saat tubuh lebih tepatnya tangan Auretta bergetar. "Ternyata, dia memang punya penyakit gangguan kecemasan. Pasti butuh pengawasan banget."
"Kalau itu ada hubungan sama keluarga klien om yang tadi tolong di lindungi juga, Ta." Aksa memberikan perintah kepada Semesta. Karena, semua data yang masuk harus dijaga dengan kode keamanan yang kuat. "Habis itu selesai, kamu tolong cek berkas lain. Soalnya, Om lagi nanganin kasus tabrak lari. Tapi, pelakunya anak orang penting. Belum ada bukti yang keluarga korban punya." Aksa beritahu Semesta, bila sedang menangani banyak kasus. Itu semua bukan kasus yang mudah. Oleh karena itu, ia harus melibatkan Semesta untuk membantu pekerjaannya.
Sontak Semesta menoleh ke arah Aksa, setelah mendengar perkataan Om-nya. Tahu, bila kasus yang ditangani tidak mudah. "Kayaknya buktinya sengaja disembunyikan. Terus, saksi juga bakalan diancam diam-diam."
Aksa mengangguk, menyetujui perkataan Semesta. Karena, keponakannya memang punya insting kuat. Bisa diandalkan, jika menangani beberapa kasus berat. "Makanya, Om lagi cara cari bukti yang akurat."
Mendengar itu, Semesta terdiam sejenak. Kemudian, memeriksa data kecelakaan yang dimaksudkan oleh Aksa. Mulai paham apa yang harus dilakukan saat melihat lokasi kecelakaan. "Sebenarnya, tempat kejadian tuh berdekatan sama beberapa toko serta tempat makan, Om. Cuma, pasti CCTV-nya nggak boleh dilihat sembarang orang. Dan, kemungkinan pemilik toko serta restorannya dibungkam keluarga tersangka."
"Om udah duga itu dari kemarin. Soalnya, pas Om ke sana pada bilang kalo CCTV mati saat kecelakaan itu terjadi." Sebelumnya, Aksa memang sudah mendatangi area kecelakaan untuk mencari bukti. Namun, ia tidak bisa mendapatkan apapun. Karena, ia yakin semua sudah diatur keluarga tersangka yang terlebih dahulu datang kesana.
Semesta mengingat sebenarnya ada cara lain. Karena, ia pernah melihat ada CCTV jalanan yang mungkin tidak diketahui orang-orang. Namun, risiko untuk mengecek atau mendapatkan rekaman video dari sana cukup berbahaya. Karena, bisa dibilang melarang hukum bila diakses secara diam-diam. Atau, mungkin tanpa izin. Akan tetapi, bila izin terlebih dahulu tetap akan mengalami kendala.
"Gimana kalo kita hack aja CCTV jalan di sana. Hm... Tapi, emang lumayan berisiko sih, Om. Tapi, aku bisa bantu sebisa mungkin biar nggak ketahuan." Semesta sepertinya akan mengambil risiko itu demi mendapatkan keadilan untuk korban. Demi kebaikan bersama.
Aksa dengan cepat menoleh ke arah Semesta. Sejujurnya, ia sudah berpikir tentang hal sama seperti Semesta. Namun, risikonya benar-benar tidak main-main bila mengakses CCTV jalanan seperti itu. "Mending jangan, Sa. Kita cari cara lain aja, mungkin--"
Semesta tersenyum, tahu sebenarnya Aksa memang sudah mengetahui cara itu dari sebelumnya. Karena, Aksa memang lebih mahir melakukan hal yang disarankan Semesta. Di sini, Semesta memang hanya ditugaskan membantu Aksa karena pekerjaan lelaki itu cukup banyak. "Kayaknya udah nggak ada cara lain, Om. Percuma kita cari saksi atau bukti lagi. Soalnya, keluarga tersangka nggak bodoh. Pasti, mereka udah prediksi semuanya. Mungkin, ini satu-satunya jalan keluarnya. Aku nggak masalah kalo harus akses CCTV itu dari sini."
"Jangan, Ta. Itu sangat berbahaya, Om aja mikir-mikir buat lakuin nya. Kamu malah kayak santai banget pengin hack CCTV itu." Aksa merasa khawatir akan risiko yang didapat Semesta bila diketahui pihak berwajib.
Semesta menyunggingkan senyum. Merasa tidak masalah, saat akan mengambil risiko cukup besar itu. Karena, ia melakukan itu demi mendapatkan keadilan untuk kebenaran orang kecil. "Santai aja, Om. Pokoknya, aku bakalan lakuin itu dengan cara aman."
Aksa benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran Semesta. Keponakannya. Seharusnya, ia tak pernah melibatkan Semesta pada pekerjaannya. Akan tetapi, ia memang membutuhkan bantuan keponakannya itu. Dan, terbukti Semesta sangat membantu dirinya.
Perlahan, Semesta mulai fokus menatap komputer. Ia melakukan beberapa pengaksesan cukup berbahaya di sana. Butuh konsentrasi sekaligus ketelitian. Meskipun, membutuhkan waktu yang tidaklah singkat maupun lama.
Semesta harap, ia tak melakukan kesalahan maupun meninggalkan jejak pada saat melakukan hal penting itu. Karena, akan berbahaya bagi dirinya dikemudian hari. Akan tetapi, ia sudah bertekad menerima risiko apapun yang akan didapat.
Jari jemari Semesta lincah saat melakukan pekerjaan penting serta berbahaya itu. Aksa ikut mengawasi kegiatan keponakannya. Agar, tidak ada kesalahan dialami Semesta.
Waktu terus berjalan. Beberapa menit sudah berlalu. Kini, baik Semesta maupun Aksa bisa bernapas lega karena sudah berhasil melakukan pekerjaannya dengan sukses. Walaupun, itu berisiko tinggi.
"Semua udah aman, Om. Kita udah dapat bukti CCTV-nya. Semoga bisa membantu korban mendapatkan keadilan. Kalo diliat dari rekaman videonya, korban memang tidak bermasalah. Dia berkendara di jalan yang benar, nggak ugal-ugalan juga. Justru, tersangka yang mungkin dalam keadaan mabuk atau pengaruh obat-obatan terlarang." Semesta tersenyum, telah berhasil melakukan pekerjaan itu. Senang bisa membantu pekerjaan Aksa.
Aksa mengangguk sembari tersenyum, lalu menepuk bahu Semesta. Merasa bangga, dengan tindakan yang dilakukan keponakannya. Meskipun, sangat berisiko untuk hidupnya. Akan tetapi, tetap dilakukan demi keadilan. "Makasih, Sa. Kamu beneran sangat membantu pekerjaan, Om."
"Iya sama-sama, Om. Kalo gitu, aku pulang duluan, ya. Soalnya, udah lumayan malam." Semesta sudah memakai tas ransel miliknya. Karena, berniat pulang ke rumah.
"Oke. Oh ya... Soal uang bayaran kamu nanti Om transfer. Tapi, untuk kasus kecelakaan tadi emang nggak gede dapatnya. Meskipun, pekerjaan berisiko tinggi sekaligus bahaya. Soalnya,--"
"Oke. Nggak apa-apa, aku tau kok kalo keluarga korban sederhana. Jadi, hitung-hitung aku bantu aja." Semesta paham, dengan kondisi klien Aksa. Apalagi, dilihat dari data keluarga klien.
Aksa mengangguk, Semesta memang anak baik yang mungkin sedang berusaha untuk sukses dengan caranya sendiri. Karena, remaja itu melakukan segala pekerjaan demi mendapatkan uang untuk pengobatan Mamanya. Mama Semesta, merupakan kakak perempuan satu-satunya Aksa. Juga, ia akan membantu kesembuhan kakak perempuannya itu bagaimana pun caranya. Meskipun, suami kakaknya seperti melarang dirinya.
πππ
Auretta terdiam di kamarnya, berpikir sekaligus berharap bila di sekolah barunya tidak ada yang mengetahui apa yang dialami. Serta, penyakit yang ia punya. Ia takut, bila ada yang mengetahui maka akan menjadi bahan bully untuknya.
Menjauh dari kehidupan Papanya yang sudah memiliki keluarga baru memberi harapan bagi Auretta. Agar, kondisi kesehatannya bisa lebih membaik. Karena, ia tak harus sering beradu emosi dengan Mama tirinya.
Pun, Auretta tak mau pada saat di sekolah gangguan kecemasannya kambuh tidak terduga. Sehingga, ia akan menghindari segala keributan atau masalah yang ada di sekolahnya.
Hari sudah berlalu, kini berganti malam. Auretta memutuskan untuk beristirahat. Agar, tidak bangun terlambat saat akan ke sekolah.
"Semoga hari-hari berikutnya lebih baik, dan terus bikin gue tenang."
Beberapa jam kemudian.
Pagi hari, Auretta seperti biasa ke sekolah bersama Januar. Karena, itu akan lebih efektif daripada berangkat secara terpisah. Lantaran, keduanya satu sekolah. Meskipun, terpaut jarak dua tahun. Namun, tetap masih memiliki waktu bersama di sana. Sehingga, Januar bisa mengawasi serta menjaga Auretta. Itu salah kewajibannya sekarang. Agar, Auretta tidak mengalami hal buruk.
Kini, mereka sudah sampai di sekolah setelah melewati beberapa menit perjalanan.
"Kak Januar, gue masuk duluan, ya." Auretta mengatakan itu sembari keluar dari mobil milik Januar. Kakaknya.
Januar mengangguk, tak masalah bila membiarkan adiknya masuk terlebih dahulu ke sekolah. Karena, ia masih harus memarkirkan mobilnya. Mungkin, akan membutuhkan waktu.
"Oke. Hati-hati di jalan. Kalo ada apa-apa bilang ke Kakak." Januar memperingatkan Auretta, meskipun tahu mungkin adiknya cukup hati-hati bila ada di sekolah.
Auretta mengangguk, lalu melanjutkan langkah masuk ke area sekolah. Ia harap, hari ini tidak ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman.
"Diliat-liat datangnya lumayan pagi dari kemarin. Selamat pagi, Auretta." Semesta tiba-tiba menyapa Auretta dengan menunjukan senyum manisnya.
Auretta menoleh kaget ke arah Semesta. Tak menyangka, cowok itu akan datang menghampirinya. "Ngapain sih lo? Kayak nggak ada kerjaan banget."
Semesta sedikit terkekeh melihat reaksi yang ditunjukan Auretta. "Kebetulan gue baru datang kayak lo, sih. Jadi, nggak ada salahnya nyapa adik kelas, kan?"
Auretta menghela napas, malas menanggapi segala tingkah Semesta. Kakak kelasnya. Akan tetapi, ia mengingat cowok itu sempat bisa dibilang menyelamatkan dirinya dari situasi buruk. Bila tidak ada Semesta, bisa saja gangguan kecemasannya kambuh di sekolah. "Gue lagi nggak pengin ngobrol, kak. Jadi, mending lo jangan ganggu gue, deh."
"Gue nggak niat ganggu lo, kok. Cuma, lagi jalan ke arah ke kelas. Ya, padahal kelas kita beda lantai, sih. Tapi, tetap aja gue lewat kelas lo. Nggak ada salahnya, kita jalan bareng, kan?" Semesta sepertinya berusaha menggoda Auretta. Adik kelasnya. Tahu, bila gadis itu tidak suka basa-basi sekaligus bercanda. Justru, itu membuat Semesta entah kenapa ingin menggoda Auretta.
Auretta memperhatikan area sekitarnya. Melihat ke kanan dan kiri, ia beruntung belum banyak siswa maupun siswi datang. Sehingga, ia tidak akan menjadi pusat perhatian. "Kak, mending nggak usah bikin kesel gue. Ini masih pagi, gue pengin tenang. Terus--"
"Oke. Pokoknya lo udah sampai di depan tuh. Jadi, sampai ketemu lagi, Cil." Semesta memegang tangannya sambil tersenyum kepada Auretta. Memberitahu, bila memang sudah sampai di kelas gadis itu.
Auretta benar-benar harus memiliki ekstra bila berada dekat dengan Semesta. Sepertinya, cowok itu memang tidak bisa diam. Sering melakukan sesuatu di luar nalar. Namun, ia merasa Semesta cukup memiliki rasa perhatian sekaligus empati yang tinggi. Mungkin, itu merupakan sisi positif dari Semesta. Kakak kelasnya.
- Akan Dilanjutkan -