Kalau ditanya soal penyesalan terdalam. Maka dengan lantang, Natha akan berkata jika penyesalannya adalah mengabaikan adik bungsunya. Selain masa lalunya yang menyenangkan ada beberapa bagian menyedihkan di masa lalunya yang tidak bisa dilupakan. Kehilangan nenek tercinta lalu disusul oleh kehilangan adik bungsunya.
Sedikit cerita, ketika Natha terpuruk atas kepergian nenek untuk selamanya. Pemuda jangkung itu menutup diri, sikap Natha benar-benar berubah drastis, biasanya pemuda jangkung itu melakukan berbagai macam hal. Dia sama sekali tidak melakukan kegiatan selain mengurung diri di kamar selama berhari-hari. Natha tidak lagi membeli martabak di malam hari setiap minggunya, tidak menemui anak-anak jalanan, tidak menjaili adik-adiknya, tidak lagi menyiram tanaman saat neneknya lupa menyiram, dan tidak lagi menghitung koleksi tanaman nenek yang semakin hari semakin bertambah. Karena dari semua anggota keluarga Lazuardi, Natha lah yang paling merasakan kehilangan.
Tidak ada senyum manis atau senyum jail di wajah tampannya, yang ada hanya raut wajah amat sendu dan letih. Saat itu, semua anggota keluarga Lazuardi mencoba untuk menghibur Natha dengan berbagai macam cara. Namun, tidak ada salah satu cara pun yang berhasil malah kedua adik Natha maupun para sepupunya pernah diusir oleh Natha agar tidak mengganggunya lagi.
Dan, saat itu. Di hari yang cukup cerah, Natha yang masih larut dalam kesedihan sedang melamun di balkon rumahnya, dan di saat itu pula adik bungsunya datang mengajak Natha keluar rumah sekaligus membantunya membawa barang-barang untuk disumbangkan ke anak-anak kampung di dekat kompleks rumah mereka. Namun Natha menolak, padahal adiknya sudah berkali-kali membujuknya tapi keputusan Natha tidak sedikit pun berubah. Karena Natha tidak bisa dibujuk adiknya kesal dan meninggalkan Natha di balkon rumah, membiarkan laki-laki itu melamun sampai puas bahkan adik bungsunya berharap semoga kakak sulungnya itu kemasukan roh gentayangan.
Bukan hanya kali itu saja adik bungsunya meminta Natha membantunya, sudah berkali-kali dan berkali-kali pula Natha menolaknya bahkan sesekali Natha pernah memarahi adiknya agar tidak mengganggunya lagi.
Masih di hari yang cerah itu, adik bungsunya meninggal.
Ada seorang saksi yang mengatakan, jika adiknya Natha meninggal karena tertabrak mobil saat menyeberangi jalan dan saat itu adiknya sedang membawa bertumpuk-tumpuk kardus yang hampir menutupi indra penglihatannya.
Dari kejadian itu, keterpurukan Natha bertambah dua kali lipat. Natha menganggap jika kematian adiknya karena kesalahannya. Namun, satu orang pun di keluarganya tidak pernah menyalahkan Natha, karena keluarga Natha mengatakan jika takdir serta kematian dari anggota keluarga terakhir mereka sudah ditentukan oleh Tuhan.
Karena tidak ingin menyesal lagi, Natha bertekad untuk berubah, untuk bangkit dari keterpurukannya dan tidak lagi mengabaikan orang-orang di sekitarnya.
***
Natha menghela napas setelah lelaki itu menaruh sebuket bunga cantik bernama calendula di samping nisan adik perempuannya yang sudah berbeda alam dengannya.
Calendula atau bisa disebut pot marigold dapat tumbuh sampai enam puluh satu sentimeter dengan panjang daun sekitar lima sampai lima belas sentimeter. Calendula bisa dikatakan bunga yang cukup unik karena dalam satu tanaman terdapat dua warna berbeda pada bunganya. Jingga dan kuning adalah warna dari bunga calendula, biasanya bunga calendula akan mekar saat musim panas.
Calendula bisa dimanfaatkan sebagai ramuan penyembuhan. Katanya minyak calendula dapat mencegah infeksi akibat lecet, luka kecil, luka bakar ringan, maupun gigitan serangga.
Sama seperti bunga-bunga yang lain, calendula juga memiliki artinya sendiri. Kata orang-orang calendula itu artinya kehangatan, cinta yang tidak pernah mati, duka dan kesedihan. Karena artinya itu Natha menganggap calendula adalah bunga yang cocok untuk diberikan kepada adik bungsunya. Tentang kehangatan, Natha merasa kehadiran Diandra memberikan kehangatan di dalam keluarga, tentang cinta yang tidak pernah mati, meskipun raga Diandra tidak ada di dunia tapi cinta dari keluarga untuknya tidak pernah mati, tentang duka dan kesedihan adalah bentuk dari kepergian Diandra.
"Ini makam adik kecil saya." Natha berucap sementara tangannya terjulur untuk mengusap papan nama nisan adiknya.
"Namanya Diandra Lazuardi. Di saat orang-orang panggil dia Dian, cuma saya yang panggil dia Didi. Dia nggak suka ketika saya panggil dia Didi. Karena katanya Didi itu nama untuk anak laki-laki, tapi saya nggak peduli karena di saat Didi marah dia langsung cemberut dan itu kelihatan lucu di mata saya." Di kata terakhirnya laki-laki itu tersenyum tipis.
Natha jadi teringat bagaimana kesalnya Diandra saat dipanggil Didi untuk pertama kalinya. Diandra melebarkan kedua matanya lalu menatap Natha tajam sembari mengatakan tidak suka dengan sebutan lain dari namanya itu. Dan bukan Natha namanya jika tidak jail, Natha malah semakin gencar dan berkali-kali menyebut kata Didi di hadapan adiknya dengan semangat. Karena kesal dengan kakak laki-lakinya, Diandra mengejar Natha untuk memberikan beberapa pukulan dari bantal yang dia bawa, lantas dengan cepat Natha berlari menghindari amukan Diandra. Dan ketika melihat Natha yang tertawa puas Diandra justru cemberut karena kesal, pertama karena Natha terus memanggilnya Didi dan kedua Diandra tidak berhasil memukul Natha dengan bantal.
Sempat Natha tersenyum tipis dan senyumnya itu telah berubah menjadi kecut, lantas untuk kedua kalinya Natha menghela napas, Natha tidak lagi mengusap papan nisan adiknya.
Omong-omong, Natha tidak pergi sendirian. Laki-laki itu mengajak Jihan dan bukan tanpa alasan Natha mengajak Jihan untuk mengunjungi makam adiknya. Natha hanya ingin sedikit bercerita jika dahulu dirinya juga pernah terpuruk sama seperti Jihan.
"Walaupun Didi anak perempuan, dia itu bisa dibilang anak yang nakal. Waktu kecil hobinya itu panjat pohon mangga di halaman rumah nenek, suka berantem sama anak laki-laki, dan sering sembunyiin sepatu temannya di atas pohon." Cerita kecil yang Natha ucapkan sedikit membuat dirinya terhibur.
Penyebab Diandra nakal itu karena terlalu sering bergaul dengannya, tapi tetap saja dibanding kedua adiknya juga dirinya, Natha yang paling nakal.
"Didi pernah jatuh dari pohon sampai bikin luka-luka, pernah diomelin mama berkali-kali juga, tapi sedikit pun Didi nggak pernah kapok. Dan saya sempat bingung sama isi kepalanya."
Jihan hanya diam, masih memperhatikan sekaligus mendengar Natha bercerita. Pemuda jangkung itu mengamati papan nisan itu lekat-lekat dan helaan napasnya kembali terdengar, detik berikutnya Natha menundukkan kepala dengan mata yang terpejam dengan erat.
"Saya menyesal udah abai sama dia, saya berengsek, saya udah gagal jadi kakak kebanggaan buat Didi."
Isak tangis mulai terdengar, kepalanya menunduk sementara tangannya terkepal. Natha jadi ingat waktu Diandra masih berusia lima tahun, adik kecilnya itu pernah berkata jika dirinya senang memiliki kakak seperti Natha. Meski kadang menyebalkan dan menjahilinya, tapi Natha selalu melindungi Diandra, menjaganya saat Diandra tidak bisa tidur di malam hari karena mimpi buruknya, menemaninya bermainnya masak-masak, menjaganya di saat sakit, dan selalu peduli padanya. Karena sikap Natha itu, Diandra menganggap Natha adalah kakak kebanggaannya.
"Diandra, maafin Kakak." Suaranya begitu lirih hampir berbisik namun Jihan masih dapat mendengarnya.
Jihan masih diam, tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun. Karena sejak dahulu Jihan begitu buruk dalam hal menghibur seseorang yang sedang sedih. Yang ada dalam kepalanya hanya sekumpulan pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana caranya menghibur? Bagaimana cara menghentikan orang menangis? Bagaimana cara membuat orang yang sedih untuk tersenyum? Dan hal apa yang harus Jihan lakukan sebagai langkah pertama? Dan sampai sekarang pun, Jihan belum menemukan caranya.
Perempuan berkucir kuda itu menggigit bibir bawahnya pelan, dengan ragu Jihan menjulurkan tangan kanannya untuk menyentuh pundak Natha lalu menepuknya beberapa kali dengan tempo pelan. Kata ibunya, cara itu cukup ampuh untuk memberikan ketenangan bagi orang-orang yang sedang sedih. Semoga saja begitu.
Masih menatap Natha yang menangis, perempuan itu pun berkata, "Sekalipun kamu pernah jail dan pernah buat adik kamu kecewa. Saya yakin pemikirannya tentang kamu adalah kakak yang baik, hebat, maupun kakak kebanggaannya nggak akan pernah berubah. Jangan sedih lagi, ya. Diandra pasti nggak akan suka lihat kakaknya nangis kayak gini."