Bagi Natha, Jihan masih dalam masa penyembuhan. Penyembuhan dalam menyelamatkan diri dari dunianya yang gelap. Menurut Natha, seseorang yang sedang berjuang untuk sembuh harus sering-sering diajak keluar rumah mencari hal-hal baru.
Entah, ke mana saja yang terpenting orang itu merasa tenang. Dan di hari Minggu ini Natha mempunyai jadwal untuk pergi bersama Jihan dan untungnya saja perempuan bernama Jihan itu hanya masuk setengah hari saat bekerja. Karena katanya, beberapa bagian toko bunga akan direnovasi.
Sudah sejauh ini dalam beberapa kali terakhir ajakan maupun tawaran Natha tidak lagi ditolak oleh Jihan. Malah beberapa pesan singkat yang Natha kirimkan mendapat respons dari Jihan, walaupun hanya beberapa pesannya saja yang dibalas. Karena ada sedikit perubahan dalam diri Jihan, apakah ini tanda jika hubungan mereka mulai dekat? Mungkin saja dan semoga saja.
Saat Jihan bertanya ke mana lelaki itu akan membawanya pergi, jawaban yang keluar dari mulut Natha bukanlah jawaban yang sesuai keinginan Jihan, Natha tidak memberi tahu ke mana mereka akan pergi. Serius, Jihan begitu penasaran dan di dalam pikiranya, mungkin jika dirinya bertanya sekali lagi atau menebak. Natha akan menjawab dengan benar.
"Kita mau pergi ke tempat anak-anak jalanan itu lagi, ya?" Jihan bertanya sedikit mengencangkan suaranya karena keduanya masih berada di atas motor karena Natha masih mengendarai motornya di jalanan.
"Bukan." Natha menjawab setelah mendengar pertanyaan Jihan yang cukup jelas masuk ke telinganya.
"Museum?"
"Bukan."
"Terus apa?"
Lelaki yang fokus menatap jalanan itu terkekeh pelan. "Coba tebak lagi, siapa tahu aja jawaban kamu kali ini benar."
Jihan mengerutkan keningnya lalu kedua bola matanya mengarah ke atas, perempuan itu terdiam sesaat berpikir mengenai tempat yang akan dirinya kunjung bersama Natha.
"Hng. Bukit, ya?" tebaknya karena tempat itu tiba-tiba saja terlintas di pikirannya.
Natha sengaja memberi jeda pada jawaban Jihan itu, sengajanya karena ingin membuat perempuan yang dibonceng olehnya semakin penasaran. "Saya nggak mau kasih tahu ah, nanti juga kamu tahu sendiri," tuturnya jail yang di akhiri oleh tawa kecil.
Dengan refleks Jihan menurunkan kedua sudut bibirnya, tandanya perempuan yang menatap punggung tegap Natha sedang dilanda kekesalan. Wajar saja, di saat dirinya penasaran lelaki itu malah sengaja bercanda.
"Saya pulang aja deh kalau kamu nggak mau kasih tahu."
Sahutan Jihan tidak bisa membuatnya lagi-lagi terkekeh. "Eh? Jangan gitu dong, jangan ngambek. Sebentar lagi kita sampai kok. Saya bakal kasih clue tapi kamu tebak, ya."
"Apa?"
Terjeda selama hampir lima detik, Natha pun berkata, "Tempatnya itu bagus, banyak tanaman sama air."
Terlihat Jihan mengerutkan keningnya juga mengarahkan kedua bola matanya ke atas, yang lagi-lagi sebagai tanda jika perempuan itu tengah berpikir, dan beberapa saat kemudian Jihan sudah mendapatkan jawabannya meski dirinya tidak yakin jawabannya itu benar.
"Kolam ikan?"
Jawaban Jihan sukses membuat Natha tertawa, mungkin jika dirinya tidak mengendarai kendaraan beroda dua Natha pasti sudah tertawa terbahak-bahak. Dan di belakang Natha, Jihan terlihat cemberut seraya menatap punggung Natha, ada perasaan ingin memukul punggung tegap itu agar berhenti menertawainya, tapi karena Jihan memiliki pemikiran takut Natha akan terkejut lalu mengakibatkan konsentrasinya saat mengendarai terganggu, dan bisa saja memiliki kemungkinan mengalami kecelakaan.
"Kenapa kamu mikirnya kayak begitu?"
Jihan yang tidak lagi cemberut segera menjawab, "Karena kolam ikan itu kan, bisa di bilang banyak tanaman sama airnya."
"Lucu banget sih jawabannya."
Untuk kesekian kalinya saat mengendarai kendaraan beroda dua, laki-laki itu sempat terkekeh pelan, dan ketika kekehannya itu sudah mereda. Natha tidak lagi bersuara, sebab laki-laki itu malah menaikkan laju motornya lebih cepat dengan tujuan agar dirinya juga Jihan cepat sampai ke tempat tujuan, sehingga perempuan itu tidak penasaran lagi. Namun, tanpa sadar dan tanpa diduga Jihan memegang jaket yang Natha kenakan dengan erat.
***
Tanaman cantik alias bunga, sering disebut sebagai simbol keindahan dari setiap tanaman. Dan di balik keindahannya itu bunga memiliki makna kehidupan yang tidak kalah indah seperti rupanya serta begitu banyak bunga-bunga yang bisa dijadikan contoh. Salah satunya adalah bunga teratai.
Teratai adalah tanaman yang biasanya tumbuh di permukaan air yang tenang, lalu bunga serta daunnya terdapat di permukaan air sementara tangkainya terdapat di tengah-tengah daun.
Berbicara soal daun. Daun teratai itu berbentuk bundar atau oval, daunnya bisa dikatakan lebar lalu bunganya terdapat pada tangkai yang merupakan perpanjangan dari rimpang. Katanya diameter dari bunga teratai biasanya bisa mencapai antara lima sampai sepuluh sentimeter.
Tanaman yang bisa mengapung di atas air itu sering terlihat di kolam, rawa, maupun danau. Dan, ya. Tidak ada salahnya juga jika Jihan menebak kolam ikan sebagai tujuan mereka, tapi jawaban Jihan kurang tepat karena tujuan Natha adalah mengajak Jihan ke taman yang ada danaunya.
"Sekarang kamu udah nggak penasaran lagi, kan?" Natha bertanya ketika keduanya berada di taman dengan pandangan yang lurus menatap ke arah danau.
Tanpa menoleh ke arah Natha, perempuan yang sebelumnya sempat penasaran itu mengangguk singkat sementara bibirnya tersenyum. "Hm. Danaunya bagus."
Benar, Natha setuju dengan ucapan Jihan. Mungkin orang-orang yang pernah mengunjungi taman ini sekaligus melihat danau pasti mereka setuju jika danau yang ada di sana itu cantik.
"Iya, itu karena ada bunga teratai di atasnya. Omong-omong, biasanya sih ada angsa di sana tapi enggak tahu deh angsanya lagi pergi ke mana."
Saat keduanya sama-sama terdiam, Jihan melangkah maju berjalan mendekati danau mungkin karena perempuan itu ingin mengamati bunga teratai secara dekat, hal itu terjadi karena Jihan menyukai semua jenis tanaman bunga. Natha yang melihat mengikuti Jihan dari belakang.
Dengan senyum tipisnya Jihan berjongkok mengamati teratai amat takjub. Karena Natha masih mengikuti Jihan, lelaki itu ikut berjongkok di sebelah Jihan. Meski dirinya tidak menoleh ke arah sebelahnya, Jihan menyadari jika Natha sudah ikut berjongkok di sebelahnya.
Masih mengamati teratai di pinggir danau perempuan itu menghela napas. "Biasanya saya lihat teratai di gambar aja, tapi sekarang saya bisa lihat secara langsung."
"Oh, ya?"
Kali ini perempuan itu menoleh ke arah Natha, lantas mengangguk singkat untuk kedua kalinya. "Iya, soalnya dulu saya sering minta ayah saya buat ajak ke tempat yang ada bunga teratainya. Tapi ayah selalu nggak sempat dan sebagai gantinya ayah kasih gambar bunga teratai ke saya."
Sempat Jihan berpikir setelah orang tuanya meninggal, dirinya tidak bisa mewujudkan keinginan-keinginan kecilnya. Namun, setelah bertemu Natha salah satu keinginan kecilnya untuk melihat teratai sudah terwujud tanpa diduga olehnya.
"Berarti itu tandanya, kamu harus berterima kasih sama saya."
Candaan Natha tentu saja membuat Jihan malu dan perempuan itu sedikit menyesali ucapannya tadi soal keinginannya yang ingin melihat bunga teratai sejak dahulu.
"Kalau saya nggak mau gimana?" tanyanya yang masih menahan malu.
"Kayaknya kamu kepengin saya kutuk jadi kupu-kupu, ya?"
Awalnya Natha terkekeh namun beberapa saat kemudian Jihan tertular oleh kekehan Natha. Melihat Jihan yang sepertinya mulai terbuka itu benar-benar membuat Natha senang, karena itu berarti usahanya untuk membantu Jihan tidak berujung sia-sia.
Keduanya saling menatap dalam waktu beberapa detik, hingga salah satu dari mereka alias Jihan memutus terlebih dahulu kontak mata yang mereka lakukan. Dan kini keduanya sama-sama kembali fokus pada bunga teratai di depan mereka. Keduanya yang masih menikmati mengamati teratai mulai merubah posisi mereka tidak lagi berjongkok melainkan duduk beralaskan rumput.
"Waktu kecil saya pernah takjub sama teratai, karena waktu itu saya baru lihat kalau ada bunga yang bisa tumbuh di atas air." Mengingat masa lalunya yang terbilang menyenangkan seulas senyum mampir di bibir Natha, selain tersenyum lelaki itu menghela napas.
"Kalau di pikir-pikir, teratai itu nggak beda jauh dari dandelion, ya? Keduanya sama-sama punya makna tentang kehidupan."
Iya, ucapan Natha memang benar adanya. Dandelion maupun teratai adalah tanaman cantik penuh makna yang amat berarti. Tanaman yang memiliki daun hijau dan lebar itu memiliki arti tentang kekuatan pribadi atau sebagai pengingat bahwa hidup manusia itu hanya sementara.
"Dandelion nggak pernah marah sama angin meskipun angin membawanya ke tempat yang nggak bagus. Sedangkan teratai walaupun tinggal di lingkungan kotor, teratai tetap mempertahankan kebersihannya dengan cara menunjukkan keindahannya? Itu kan maksud kamu?"
Natha mengangguk singkat sebagai tanda jika dirinya menyetujui perkataan Jihan. "Iya, dan anehnya. Semakin kotor airnya bunga teratai makin kelihatan indah, dan teratai nggak pernah malu atau memilih buat menenggelamkan diri karena tempat tinggalnya yang jelek."
"Tapi walaupun tempat tinggal mereka bisa dibilang nggak layak. Teratai selalu berusaha buat menutupinya dengan daun lebarnya dan bunganya yang benar-benar cantik. Karena hal itu orang-orang akan fokus sama keindahannya bukan tempat tinggalnya," sahut Jihan menambahkan ucapan Natha.
"Benar. Dan yang saya sayangkan dari bunga teratai itu hidup mereka yang singkat. Mereka bertahan bisa dihitung pakai jari. Ada yang malamnya mekar tapi pas pagi udah layu duluan. Ada juga yang bisa bertahan berhari-hari, tapi di hari berikutnya kelopak mereka mulai lepas satu persatu." Di akhir kata Natha kembali menghela napasnya, lelaki itu cukup sedih karena tanaman sebaik teratai hanya memiliki jangka waktu yang terbilang singkat.
"Menurut saya teratai itu tanaman yang baik," celetuk Jihan yang membuat laki-laki yang duduk di sampingnya menolehkan kepalanya.
Natha menoleh menatap Jihan yang tidak lagi menatap teratai karena indra penglihatan perempuan itu tertuju pada rumput yang berada di dekat sepatunya. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh perempuan itu hingga membuat wajahnya terlihat murung.
"Teratai selalu berbuat baik dan kayaknya teratai nggak pernah mengharapkan imbalan dari makhluk lain... " Di akhir katanya terdengar suara helaan napas yang berasal dari mulut Jihan. Sementara Natha hanya mengamati.
Jihan tidak lagi menunduk menatap rumput di dekat sepatunya, dia mendongak menatap lurus ke depan atau lebih tepatnya pada objek yang sedang dibicarakan.
"Teratai bisa jadi tempat berlindungnya ikan-ikan dari sinar matahari, daunnya juga bisa jadi tempat berbagai macam serangga buat istirahat sebentar, dan kadang katak juga sering melompat dari daun teratai ke daun yang lain."
Saking seriusnya mengamati Jihan, Natha sampai tidak sadar jika kedua sudut bibirnya terangkat hingga membentuk seulas senyuman. Yang Natha tahu tentang hari ini adalah Jihan yang mulai berbagi cerita dan berbagi pemikiran dengannya, amat berbeda dengan Jihan yang dia temui sebelumnya. Dan Natha lebih menyukai kepribadian Jihan yang seperti ini.
"Menurut kamu manusia itu bisa sebaik teratai nggak sih?"
Pertanyaan serta Jihan yang menoleh ke arahnya membuat Natha terlihat salah tingkah. Bagaimana tidak, di saat Natha mengagumi Jihan dari samping mata cantik perempuan itu malah menatapnya. Dan Jihan menaikkan sebelah alisnya saat Natha memalingkan wajahnya ke arah lain seraya berdeham pelan, hal itu tentu membuat Jihan heran. Tapi perempuan itu tidak berniat untuk bertanya, karena tujuannya adalah ingin mendengar jawaban Natha atas pertanyaan tadi.
Natha yang sudah merasa sedikit lebih baik sekaligus bisa mengontrol detak jantungnya, laki-laki itu pun langsung menjawab pertanyaan Jihan.
"Bisa aja sih. Karena menurut saya teratai aja bisa berbuat baik, masa manusia nggak bisa?" Laki-laki itu terkekeh pelan. "Saya udah ketemu banyak manusia yang punya sifat berbeda-beda, dan kebanyakan saya ketemu sama manusia yang baik. Dan dari hal itu saya ingin terus berbuat baik, karena berbuat baik itu memang harus dilakukan oleh semua orang."
Pendapat Natha, di akhiri oleh anggukan singkat oleh Jihan, perempuan itu lagi-lagi menyetujui setiap kata yang terucap dari mulut Natha dan mungkin momen seperti ini tidak akan dilupakan olehnya.
***
Hampir satu jam yang lalu, Natha baru saja mengantarnya pulang. Pembahasan mereka tentang teratai berakhir saat keduanya beranjak pergi dari tanam. Saat tiba di rumah tidak banyak yang Jihan lakukan, perempuan itu hanya berjongkok sembari mengamati tanaman yang sudah disiram olehnya beberapa menit yang lalu.
Dan kini perempuan itu berada di luar rumah untuk membeli sebungkus nasi goreng karena perutnya keroncongan, untuk membeli sebungkus nasi goreng pedas Jihan harus menyeberangi jalan terlebih dahulu. Makanya dia berdiri di pinggir jalan menunggu jalan yang akan dia seberangi cukup sepi dari kendaraan yang berlalu lalang.
Saat jalanan mulai sepi, Jihan malah terdiam tidak melangkahkan kakinya untuk menyeberangi jalan. Jika di tanya apa penyebabnya karena di seberang jalan sana ada seorang lelaki yang berhasil menghancurkan hatinya dan rasa sesak di dada kembali bermunculan saat matanya menatap lelaki itu.
Albin secara kebetulan ada di sekitar sini, dan secara tidak terduga pandangan mereka saling bertemu dan tentu Jihan lah orang pertama yang membalikkan badannya karena dia benar-benar membenci Albin.