Loading...
Logo TinLit
Read Story - When Flowers Learn to Smile Again
MENU
About Us  

Azalea berasal dari kata bahasa Yunani. Azaleos yang artinya kering. Azaleos bermula karena bunga cantik itu bisa tumbuh tanpa hambatan di tanah kering yang memiliki sedikit kandungan air sedikit. Karena hal tersebut, azalea mendapat julukan bunga kering. Wujudnya menyerupai pohon semak, yang terkecil hanya sekitar 100 sentimeter sementara untuk yang berukuran besar katanya dapat tumbuh hingga 30 meter. Pada habitat liar azalea biasa tumbuh di wilayah hutan juga berawa.

Menurut pecinta bunga hias, azalea dikenal sebagai tanaman yang mampu menyerap karbon dioksida. Kemudian azalea mampu memberikan aura dingin pada lingkungan sekitarnya. Karena hal itu jika berada di antara azalea bisa merasakan kesejukan, kedamaian, juga ketenangan.

Sementara itu, azalea mempunyai makna keanggunan dan kelembutan, karena makna tersebut azalea mengisyaratkan untuk merawat diri sendiri yang mewakili kecantikan wanita sejati.

Azalea memiliki berbagai macam warna bunga yang cantik, terdapat warna merah, ungu, putih, kuning, juga merah muda seperti warna yang Jihan lihat saat ini.

Setiap selesai kuliah, sekitar empat puluh meter perempuan itu akan berjalan terlebih dahulu sebelum pergi dengan kendaraan umum. Jihan punya alasannya, dan alasannya itu sederhana, sebab dirinya suka melihat rumah-rumah di sekitar kampusnya yang memiliki halaman rumah yang terawat juga bagus, di halaman masing-masing terdapat berbagai macam tumbuhan yang tentu tumbuhan itu adalah kesukaan dari masing-masing pemilik rumah.

Dan ada salah satu rumah yang benar-benar membuat Jihan kagum, rumah itu sederhana temboknya bercat putih gading tapi ada sedikit warna abu-abu di beberapa tembok, rumah berwarna putih abu-abu itu memiliki gerbang yang rendah, lalu di antara gerbang rumahnya terdapat tumbuhan bernama azalea yang sering Jihan lihat.

Biasanya, saat pulang kuliah. Jihan hanya melirik sebentar ke arah rumah terutama bunga itu kemudian melanjutkan langkah kakinya, tapi kali ini dirinya memberanikan diri untuk menatap azalea lebih lama. Mungkin penyebabnya karena Jihan tidak bisa menahan dirinya lagi ingin lebih lama beradu tatap dengan azalea.

"Kamu suka, ya. Sama bunga itu?"

Suara yang Jihan dengar, tentunya saja membuatnya menoleh ke sumber suara. Ada seorang nenek yang berjalan menghampiri Jihan dengan senyum ramah di wajahnya. Di saat nenek itu tersenyum menyambut Jihan, perempuan itu justru terlihat salah tingkah sebab sudah tertangkap basah memperhatikan azalea oleh pemiliknya.

Nenek berusia enam puluh tahun lebih itu, menatap azalea miliknya yang sudah cukup lama tumbuh menghiasi pagar rumahnya. "Bunganya cantik, ya?"

Dengan refleks, Jihan mengangguk singkat kala indra penglihatannya kembali menatap azalea.

"Kamu tahu itu bunga apa?"

Mendapat pertanyaan dari nenek pemilik rumah yang tidak Jihan ketahui namanya, membuat dirinya kembali menoleh.

"Azalea," jawab Jihan tanpa adanya keraguan atas jawabannya itu.

"Artinya?"

"Keanggunan dan kelembutan, perwakilan kecantikan wanita sejati."

Si nenek tersenyum lebar kala mendengar jawaban benar yang Jihan jawab. Pernah beberapa kali saat dirinya bertanya pada anak-anak muda di sekitar rumahnya. Anak-anak muda itu menjawab dengan gelengan singkat atau dengan mengangkat bahu yang artinya tidak tahu. Malah ada juga yang mengatakan, jika semua bunga itu sama saja, maksudnya memiliki bentuk serta warna yang sama. Jangankan bertanya mengenai arti bunga itu, mengetahui namanya saja mereka tidak tahu.

Dari jawaban Jihan itu, sang nenek bisa menyimpulkan jika perempuan itu berbeda dari anak-anak muda yang pernah ditemui olehnya. "Kamu pecinta bunga, ya?"

Untuk kedua kalinya Jihan mengangguk singkat, karena memang Jihan menyukai bunga dan setelah bekerja di toko bunga Jihan jadi mengetahui berbagai macam jenis bunga serta maknanya.

Lantas untuk kesekian kalinya nenek itu tersenyum. "Kalau kamu suka, boleh kok dipetik."

Jihan melebarkan matanya, kemudian reaksi selanjutnya adalah buru-buru menggelengkan kepala. "Enggak usah, Nek."

Nenek berusia enam puluh tahun lebih itu terkekeh pelan. "Enggak apa-apa, Nenek nggak akan marah kok. Soalnya dari tadi Nenek lihat kamu perhatiin bunga itu terus."

Lagi-lagi Jihan terlihat salah tingkah dengan alasan yang sama, ketahuan memperhatikan azalea oleh pemiliknya. Karena nenek baik itu telah mengizinkannya, Jihan pun perlahan menggerakkan tangannya untuk memetik satu bunga azalea, dan tanpa perempuan itu sadari azalea di tangannya menyebabkan terlihat seulas senyum di wajah cantiknya.

"Terima kasih, Nek. Kalau begitu saya permisi." Jihan pamit pada sang nenek baik hati.

Nenek penyuka tanaman terutama bunga, masih mengamati kepergian Jihan yang masih bisa dirinya lihat. Saat bertemu Jihan, nenek itu merasa jika Jihan adalah anak baik dan tulus.

"Nenek?"

Saking seriusnya menatap kepergian Jihan, sang nenek terkejut bahkan sampai tidak menyadari ada seorang pemuda tampan beserta motornya berhenti di depan rumahnya.

"Eh, Natha." Nenek itu tersenyum saat kedatangan Natha yang dirinya tunggu sedari tadi.

"Nenek lagi lihat apa?" tanya Natha kala menyadari sang nenek yang sedari tadi menatap lurus ke arah jalan.

Nenek bernama Eli, menggeleng singkat. "Enggak apa-apa, cuma lihat anak perempuan yang baru petik bunga di depan."

Saat mendengar kata petik, Natha terkejut. Buru-buru pemuda itu menolehkan kepalanya ke arah di mana sebelumnya sang nenek menatap, yang dirinya lihat tentunya ada rumah-rumah yang sejajar dengan rumah sang nenek, beberapa tanaman di depan pagar, jalan lurus yang sudah di aspal, beberapa mobil yang terparkir di tepi jalan, beberapa tempat sampah, dua orang laki-laki yang sibuk bercengkerama, dan terakhir seorang perempuan yang berjalan lurus memunggunginya juga nenek Eli.

Natha menyipitkan matanya, mempertajam penglihatannya. Meski jaraknya sudah cukup jauh, Natha seperti tidak asing dengan punggung itu, seperti Jihan atau memang itu benar-benar Jihan? Tapi bisa juga kan ada seseorang yang mirip dengan Jihan meski hanya punggungnya saja? Tapi entahlah, jika penasaran begini Natha harus meyakinkannya nanti.

Setelah menatap punggung perempuan yang semakin menjauh, Natha menoleh ke arah nenek Eli. "Dia petik bunga Nenek? Serius? Nenek kan paling nggak suka kalau ada orang asing yang sentuh bunga-bunga di rumah nenek."

Mendapat pertanyaan dari cucu temannya yang sudah meninggal membuat nenek Eli tersenyum tipis. Awalnya, saat melihat anak perempuan itu memperhatikan azalea di depan rumahnya dirinya akan memarahinya, sebagai pencengah agar anak itu tidak memetik bunga sembarangan.

Tapi semakin sang nenek memperhatikan lebih lama, anak itu masih bergeming di tempatnya, bahkan tangannya sama sekali tidak membuat gerakan untuk memetik bunganya, tidak seperti orang-orang yang memetik bunganya tanpa izin. Karena hal kecil itu lah, nenek Eli berpikir jika anak perempuan yang tidak dia ketahui namanya itu berbeda.

"Dia kelihatannya anak baik, terus Nenek kasih izin dia buat petik bunga itu."

Natha manggut-manggut. "Oh, gitu."

Karena pertanyaan sudah dijawab oleh sang nenek, Natha mengambil paper bag berukuran sedang yang ada di motornya. "Oiya, Nek. Ini roti pesanan Nenek. Roti cokelat, keju, sama kelapa."

Paper bag itu telah berpindah tangan. "Makasih, ya. Nathan." Nenek Eli berucap senang. "Kamu mampir dulu yuk? Kita makan roti bareng-bareng."

Mendengar ajakan sang nenek membuat Natha menampilkan seluas senyumnya. "Enggak, Nek. Makasih, soalnya Natha mau pergi ke makam Nenek Santi."

Wajahnya yang terlihat senang itu berubah menjadi sedih, karena mendengar nama teman akrabnya yang sudah dikenal sejak keduanya masih sekolah. "Nenek jadi kangen sama Santi."

"Natha juga, Nek." Di sini, bukan hanya nenek Eli saja yang sedih, Natha juga bahkan nenek berusia lebih dari enam puluh tahun itu mendengar helaan napas yang berasal dari Natha.

Nenek Eli tahu, bagaimana sedih serta rindunya Natha pada sang nenek yang telah tiada, maka untuk menenangkan Natha yang sudah dianggap cucu olehnya sendiri, tangan nenek Eli yang tidak memegang paper bag juga terlihat keriput itu bergerak untuk mengelus pelan pundak Natha.

"Jangan sedih, ya. Santi nggak akan suka lihat cucu kesayangannya sedih."

"Iya, Nek." Natha berujar dengan senyum tipis di wajahnya.

Sebelumnya, Natha berkata jika dirinya akan pergi mengunjungi makam neneknya. Karena hal tersebut nenek Eli jadi teringat sesuatu.

"Natha tunggu sebentar, ya. Nenek mau ambil sesuatu di dalam."

Usai mendengar, Natha membalas dengan anggukan singkat dan dengan langkah yang cukup hati-hati nenek Eli memasuki rumahnya. Sembari menunggu nenek Eli kembali, Natha melepaskan helm nya menyangkutkannya di stang motor, lalu turun dari motornya sekadar memperhatikan tanaman milik nenek Eli yang Natha duga semakin bertambah banyak.

Dan mungkin kurang lebih sekitar dua menit telah berlalu, pada menit berikutnya nenek Eli telah keluar dari rumahnya dengan membawa paper bag yang Natha yakini isinya bukanlah roti yang tadi dia beli.

"Maaf ya. Nenek belum sempat datang ke pemakaman Santi lagi. Nenek cuma bisa doain Santi dari rumah," tutur Nenek Eli saat dirinya telah kembali berdiri di samping Natha. "Nenek titip ini, ya."

Saat paper bag sudah ada di tangannya, Natha tahu jika isi dari paper bag itu adalah bunga lily berwarna putih dan tentu bunga itu untuk neneknya. Bunga lily berwarna putih itu adalah bunga yang menjadi simbol pertemanan mereka, karena dahulu Natha pernah mendapat tugas dari nenek Santi untuk mengantar lily putih ke rumah temannya yang bernama Eli. Beliau berkata, lily putih memiliki arti kesucian, kemuliaan, dan terakhir sangat menyenangkan bisa bersamamu. Maksud dari sang nenek berikan lily putih kepada temannya adalah dirinya merasa bahagia karena bisa mengenal Eli sejak lama dan masih bersama berpuluh-puluh tahun sampai ajal menjemputnya.

Maka dari itu, untuk mengenang kepergian Santi. Eli menjadi lily putih sebagai simbol pertemanan mereka. Dan jujur, Eli pun juga sangat senang bisa bersama serta mengenal perempuan seusianya yang sebaik Santi.

Merasa cukup menatap lily putih, Natha kembali menatap pada wanita lanjut usia yang berdiri di hadapannya. "Oiya, Nek. Natha boleh titip motor di rumah Nenek?"

"Motor kamu kenapa?"

Natha cengar-cengir sementara satu tangannya mengusap pelan belakang lehernya. "Enggak kenapa-kenapa sih, cuma Natha lagi kepengin jalan kaki aja biar sehat."

Nenek Eli manggut-manggut. "Yaudah, masukin motor kamu."

"Iya, Nek."

***

Jihan menatap azalea di tangannya sepanjang perjalanan, bahkan sampai seriusnya perempuan itu sampai tidak menyadari ada Natha yang berjalan mengikutinya dari belakang. Omong-omong, sebenarnya Natha memiliki dua alasanya saat menolak ajakan nenek Eli untuk makan roti bersama di rumahnya. Pertama sudah jelas ingin mengunjungi makam neneknya dan kedua karena perempuan itu.

Habisnya Natha begitu penasaran dengan anak perempuan yang memetik bunga azalea di pagar rumah nenek Eli. Sempat juga Natha menduga jika anak perempuan itu adalah Jihan, dan dugaannya pun benar. Untung saja, Jihan masih bisa dikejar olehnya.

Berhubung Natha ingin menyapa perempuan itu juga ingin menyadari Jihan atas keberadaanya, Natha mengambil langkah cepat dengan kakinya yang panjang agar posisinya sejajar dengan Jihan.

"Cantik banget bunganya. Eh, nggak deh dua-duanya juga cantik."

Suara Natha yang amat terdengar di telinganya membuat Jihan menoleh, meski awalnya sempat terkejut atas keberadaan Natha, dalam sekejap dirinya tidak lagi memperlihatkan keterkejutannya itu, telah terganti oleh raut mukanya yang tidak ramahnya.

Natha yang tersenyum membuatnya mendengkus sebal. "Kamu lagi! Kamu lagi!"

Karena mendengar ucapan Jihan, Natha tertawa kecil. "Kenapa sih? Kayak nggak suka banget ketemu saya. Padahal saya orangnya ngangenin loh."

Masa bodoh atas keberadaan Natha, Jihan memilih mempercepat langkahnya sementara kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku hoodie-nya yang menyatu. Melihat Jihan yang berjalan di depannya, dari arah belakang Natha berdeham pelan kemudian menatap punggung Jihan lekat-lekat.

"Ketika kau pergi lelah karena ku. Aku harus merelakanmu dalam diam. Dari gunung Yaksan Yongbyon. Kukumpulkan segenggam bunga azalea, dan kutebarkan di jalanmu. Selangkah demi selangkah. Bunga-bunga itu kau injak perlahan. Seiring langkah kepergianmu ketika kau pergi lelah karenaku. Meski harus mati, tak akan kubiarkan setetes air mataku jatuh. Kim So Wol, seribu sembilan ratus dua puluh dua."

Natha telah berhenti bersuara, maka akibatnya Jihan juga berhenti melangkahkan kakinya secara tiba-tiba, kemudian perempuan itu membalikkan badannya menatap Natha yang ikut menghentikan langkahnya, juga masih saja tersenyum padanya meski Jihan sering membalasnya dengan ekspresi yang terbilang tidak ramah.

"Kamu tahu puisi itu?"

Sempat Natha terdiam sejenak, laki-laki itu berpikir kenapa tiba-tiba Jihan bertanya seperti itu? Tapi, ya sudahlah. Natha tidak terlalu memikirkannya, sebab tidak terlalu penting juga.

Pemuda jangkung itu mengangguk singkat. "Iya, selain suka bunga saya juga cukup suka baca puisi."

Melihat Jihan yang melamun dengan raut sendu membuat keningnya mengerut. "Kenapa?"

Satu kata yang terdengar, membuat Jihan tersadar dari lamunan singkatnya. Tidak menjawab pertanyaan Natha, perempuan itu kembali membalikkan badannya dan melanjutkan langkahnya, yang akibatnya menimbulkan berbagai pertanyaan di benak Natha.

Mendengar puisi azalea karya penyair Korea bernama Kim So Wol. Tentunya membuatnya sedih, karena dahulu, Jihan sering meminta Albin untuk membacakan puisi itu untuknya. Albin yang seharusnya dia lupakan, kenapa harus teringat lagi.

Melihat Jihan sudah berjalan menjauh, Natha sama sekali tidak ada niat untuk menyusul perempuan itu, biarkan saja sebab Natha rasa Jihan butuh waktu untuk sendiri. Lagi pula sang nenek pasti sudah menunggunya.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sisi Lain Tentang Cinta
792      445     5     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
Premium
Bertemu Jodoh di Thailand
5264      1769     0     
Romance
Tiba saat nya Handphone Putry berdering alarm adzan dan Putry meminta Phonapong untuk mencari mesjid terdekat karena Putry mau shalat DzuhurMeskipun negara gajah putih ini mayoritas beragama buddha tapi ada sebagian kecil umat muslimnya Sudah yang Sholatnya Sudah selesai yang Sekarang giliran aku yaaku juga mau ibadah ke wiharakamu mau ikut yang Iya yangtapi aku tunggu di luar saja ya Baikl...
Ku Jaga Rasa Ini Lewat Do\'a
538      392     3     
Short Story
Mozha, gadis yang dibesarkan dengan pemahaman agama yang baik, membuatnya mempunyai prinsip untuk tidak ingin berpacaran . Namun kehadiran seorang laki -laki dihidupnya, membuat goyah prinsipnya. Lantas apa yang dilakukan mozha ? bisakah iya tetap bertahan pada prinsipnya ?
CREED AND PREJUDICE
3344      1042     2     
Mystery
Banyak para siswa yang resah karena pencurian beruntun yang terjadi di kelas VII-A. Amar, sebagai salah satu siswa di kelas itu, merasa tertantang untuk menemukan pelaku dibalik pencurian itu. Berbagai praduga kian muncul. Pada akhirnya salah satu praduga muncul dan tanpa sadar Amar menjadikannya sebagai seorang tersangka.
Our Son
550      301     2     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2
Cerita Cinta Di Sekolah
565      383     0     
Short Story
Sebuah cerita anak SMP yang sedang jatuh cinta dan berakhir menjadi sepasang kekasih. Namun, ada seseorang yang mencoba menerornya. Dan secara tidak langsung, orang tersebut bermaksud untuk mengganggu hubungan kisah asmaranya.
In Your Own Sweet Way
440      314     2     
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
Telat Peka
1349      622     3     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...
Fidelia
2221      972     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
SIREN [ RE ]
635      355     5     
Short Story
nyanyian nya mampu meluluhkan hati. namanya dan suara merdunya mengingatkanku pada salah satu makhluk mitologi.