Loading...
Logo TinLit
Read Story - MANITO
MENU
About Us  

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

Hidupku sedikit berbeda sejak kehadiran teman rahasianya. Meskipun, belum tau seperti apa sosok aslinya. Namun, hatiku merasa nyaman saat mencurahkan segala keluh kesah dalam kehidupan. Seperti, tidak ada kecanggungan yang dirasakan. Apalagi rasanya sudah saling mengenal satu sama lain sebelumnya .

 

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

 

"Ngapain kalian jadi liatin gue semua?" Razel merasa bingung dengan memulainya.

Sera menghela napas, lalu mengerucutkan bibirnya. Berharap Razel peka, mau menjemput Libby yang tidak bisa datang ke rumah itu. Mungkin karena tidak mendapatkan izin dari Mama tirinya. Akan tetapi, harapan Sera sirna tahu Razel bukan cowok peka. "Terserah lo aja deh, Kak. Padahal, kita pengin lo jemput Libby."

Razel menggelengkan kepalanya, tidak bisa menuruti permintaan Sera. Adiknya. Tahu, bila memang akan susah keluar rumah. Apalagi, tidak mendapat izin dari orang tua. Sehingga, dia pikir mungkin lain kali Libby baru belajar ikut bersama mereka semua. "Jangan maksain kehendak lo, Dek. Lagipula, nanti kalo kita ke rumah Libby malah bisa aja bikin salah paham atau masalah. Juga, Libby udah bilang nggak bisa ikut."

Sera benar-benar tak habis pikir dengan jalan berpikir Razel. "Kak, padahal kan kita bisa pindah belajar di rumah Libby. Jadi, bisa belajar bersama sama dia. Itu bisa jadi alasan bagus."

"Nggak bisa, Dek. Nanti kita jadi ngerepotin keluarga Libby. Takut, mereka nggak suka sama kehadiran kita malah bikin masalah. Mending, sekarang fokus belajar aja. Kapan-kapan kita bisa ajak Libby belajar bareng. Kalau perlu, kita yang izin ke orang tuanya." Razel mengatakan hal itu, agar adiknya merasa lega percaya dengan kata-katanya.

"Oke, deh." Kini, Sera mulai kembali fokus membaca materi yang ada di buku. Meski begitu, sedikit kecewa dengan sikap Razel. Kakaknya.

Helga serta Januar hanya sesekali tersenyum mendengar dan interaksi melihat Sera dengan Razel. Kakak beratik memang sering berdebat satu sama lain. Itu akan membuat hubungan mereka semakin erat.

“Kayaknya, lo udah jarang pulang sekaligus berangkat ke sekolah bareng Auretta ya, Janu? Dia bareng Javian atau gimana?” Helga memulai pembicaraan dengan Januar.

"Dia udah berangkat sekaligus pulang sama Javian. Kan, pacaran mereka berdua. Aslinya, gue kadang masih nggak rela Auretta udah pacaran." Januar sedikit mencerminkan kondisi psikologis Auretta. Karena, bila dalam situasi tertekan atau berada di tempat yang ramai. Maka, gangguan kecemasannya bisa kambuh.

Helga terkekeh, tahu betapa posesifnya Januar kalau ke orang yang sangat disayangi. Seperti pada Auretta, adik sepupu yang sudah Januar menganggap seperti adik kandungnya sendiri. "Bilang aja kalo lo iri Auretta udah punya pacar. Sedangkan, lo masih jomlo."

Januar menghembuskan napas, agar tidak terpancing dengan perkataan candaan dari Helga. "Gue mau fokus belajar dulu. Apalagi, mau ujian nasional kelulusan sekolah. Harus bisa dapat nilai maksimal. Biar, masuk universitas impian gue."

Helga paham, bila Januar maupun Razel sedari awal seperti cowok cool sekaligus pintar. Banyak yang menyukai serta mengagumi. Namun, keduanya tampak biasa aja. Malah, seperti tak pernah memiliki pemikiran untuk berpacaran maupun mempunyai kekasih.

Kini, mereka benar-benar fokus belajar bersama. Saling membantu serta memberi tahu cara pengerjaan soal yang masih belum dipahami. Sebenarnya, tidak terlalu banyak pertanyaan. Karena, mereka pada dasarnya sudah pintar. Hanya saja, kadang tertutup rasa malas.

Sera mengangguk-angguk saat Razel menjelaskan cara penyelesaian soal matematika adiknya. "Kalo belajarnya kayak gini, gue lebih cepat paham, Kak. Tolong... Ajarin gue terus biar dapat peringkat tinggi di kelas, ya?"

Razel menyunggingkan senyum, lalu mengelus kepala Sera. Adiknya. Tidak sulit mengajari adiknya. Hanya saja, butuh kesabaran ekstra dengan pertanyaan atau pemikiran random gadis itu. "Intinya, lo harus bisa fokus satu persatu rumus sekaligus cara penyelesaian soalnya. Biar, nanti bisa ngerjain soal dengan lebih baik daripada biasanya."

Sera sudah pasti senang. Bisa mendapatkan nasihat sekaligus tata cara dalam menjawab soal. Hubungan persaudaraan mereka sangat kuat. Kadang, kedekatan membuat orang lain mengira keduanya berpacaran. Padahal, mereka merupakan kakak beradik kandung. Akan tetapi, jarak mereka memang hanya terpaut satu tahun.

"Siap, Kak. Tolong... Nanti kasih kisi-kisi soal mana yang bakalan keluar pas ulangan atau ujian, ya. Biar aku bisa pelajarin dulu." Sera terlihat bersemangat, akan lebih maju sekaligus berkembang saat belajar.

Helga terkekeh menatap Sera. Ingin sedikit menggoda gadis itu dengan beberapa candaan. "Bilang aja mau dicatat, terus buat contekan pas ulangan sama ujian. Pake aja bilang, mau dipelajari."

Sepertinya, Sera harus banyak bersabar bila berada di dekat Helga. Serta, menyiapkan mental mendengarkan kata-kata sahabat Razel. Kakaknya. "Gue bukan lo yang punya pikiran licik kayak gitu. Lagipula, kelas gue unggulan. Tiap ulangan aja peraturan ketat banget. Nggak ada yang berani nyontek. Bahkan, noleh aja nggak pada mau. Mereka terlalu ambisius fokus dengan diri sendiri tanpa mau mempedulikan orang lain."

"Kayaknya ada yang nggak terlalu ambisius diliat-liat. Si Semesta santai tapi selalu masuk peringkat tertinggi satu angkatan. Walaupun, persaingannya ketat. Dan, dia nggak ambisius tapi oke juga otaknya."

"Iya. Semesta memang masuk dalam pengecualian. Dia tipe yang udah punya bakat sekaligus kecerdasan dari nenek moyang kayaknya. Bahkan, pas keliatan nggak fokus sama materi di papan tulis aja masih bisa ngerjain soal dengan benar sekaligus cepet." Sera mengingat sosok Semesta memang terlihat sangat santai. Meskipun, kadang sedikit misterius. Entahlah, cowok itu bisa berubah-ubah dengan cepat. Seperti sedang memakai topeng.

"Harusnya gue tuker aja otak sama Seta. Soalnya, pasti gue nggak harus belajar siang malam demi mendapatkan nilai bagus. Karena memiliki kecerdasan cowok itu pasti membuatnya tak perlu banyak berpikir." Helga sedikit mengkhayalkan sesuatu yang mungkin tidak biss terjadi. Membuat Januar menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan segala tingkah Helga.

"Nggak usah kebanyakan halu, fokus aja belajar materi yang ada di depan. Daripada mikirin hal yang kemungkinan berhasilnya kecil. Bahkan, nol persen tanpa menghasilkan apapun.

Razel bangkit dari duduknya, lalu berpamitan untuk pergi ke toilet. Sesampai di sana langsung melakukan hal yang menjadi tujuannya. Baru saja ingin keluar dari toilet, ponselnya bergetar ada sebuah pesan masuk pada aplikasi biru muda berlogo pesawat kertas. Kemudian, perlahan mulai membuka serta membacanya.

Kamu beruntung bisa memiliki banyak kebahagiaan. Serta, orang terdekat yang akan selalu mendukungmu. Sehingga, pasti bisa menjalani segala rintangan berliku. Kekuatan sekaligus dukungan dari orang terdekat memang hebat. Jadi, teruslah tersenyum! Karena, kita harus bisa sama-sama merasakan kebahagiaan itu. Meskipun, mungkin tidak semua orang bisa mendapatkannya.

 

- Manito (T) -

 

Senyuman Razel selalu terukir setelah mendapatkan pesan dari teman rahasianya. Karena, berisi kata-kata sesuai realita serta bisa memotivasi Razel terus berkembang.

 

Razel sedikit mulai curiga dengan huruf yang ada di kalam tanda kurung. Karena, setiap pesan berisi kata penyemangat memiliki huruf berbeda. Seperti menunjukan sebuah kode. Akan tetapi, ia tidak tahu dari maksud huruf-huruf yang berbeda itu.

 

Intinya, siapapun lo udah bisa bikin gue lebih baik serta semangat menjalani hidup. Sehingga, hidup bisa lebih berwarna dengan dukungan sekaligus motivasi dari lo, teman rahasia. Mari bertemu pada saat waktu yang tepat.


Seusai membaca pesan itu, Razel kembali menghampiri Januar, Helga, serta Sera. Agar, semuanya tidak curiga dengan apa yang selama ini didapatkan.

"Kayaknya udah mulai malam, Zel. Kita pamit pulang, salam buat kedua orang tua lo." Januar tidak banyak berbasa-basi. Itu tak penting dilakukan maupun bahas.

"Gue juga pamit pulang, Zel. Salam juga buat nyokap bokap lo. Makasih buat waktu sekaligus suguhannya. Dadah ... Sera." Helga izin pulang, sembari menggoda Sera. Adik Razel. Ia senang melihat raut wajah kesal gadis itu.

"Apaan, sih! Udah sana pulang, Kak." Sera mulai mengusir secara halus Helga. Tak mau terlalu lama berbasa-basi.

Helga tertawa kecil, masih menatap tengil ke arah Sera. Meskipun, tahu gadis itu sudah malas menanggapinya.

"Kak Januar hati-hati di jalan ya. Pokoknya, jangan ngebut kalo ada lampu merah berhenti. Biar gak kena tilang." Sera tersenyum sambil mengganti tangan pada Januar. Sedikit berbeda dengan Helga.

"Hati-hati kalian di jalan. Jangan mampir-mampir biar cepat sampai rumah. Nanti dimarahin bokap nyokap kalian." Razel memberi nasihat pada kedua sahabatnya. Agar, tidak mengemudi secara ugal-ugalan.


 

- Akan Dilanjutkan -

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Edelweiss: The One That Stays
2212      900     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Ojek Payung
534      386     0     
Short Story
Gadis ojek payung yang menanti seorang pria saat hujan mulai turun.
Rela dan Rindu
8717      2223     3     
Romance
Saat kau berada di persimpangan dan dipaksa memilih antara merelakan atau tetap merindukan.
Dearest Friend Nirluka
1416      755     1     
Mystery
Kasus bullying di masa lalu yang disembunyikan oleh Akademi menyebabkan seorang siswi bernama Nirluka menghilang dari peradaban, menyeret Manik serta Abigail yang kini harus berhadapan dengan seluruh masa lalu Nirluka. Bersama, mereka harus melewati musim panas yang tak berkesudahan di Akademi dengan mengalahkan seluruh sisa-sisa kehidupan milik Nirluka. Menghadapi untaian tanya yang bahkan ol...
Love Yourself for A2
26      24     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Pasal 17: Tentang Kita
121      43     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....
One hour with Nana
406      286     3     
Short Story
Perkelahiannya dengan Mandala sore itu, membuat Egi dalam masalah. Mandala tewas setelahnya dengan tubuh penuh luka tusukan. Semua orang, pasti akan menuduh Egi sebagai pelaku. Tapi tidak bagi seorang Nana. Bagaimana Gadis berwajah pucat itu menangkap pelaku sebenarnya? Bisakah Egi selamat dari semua kejadian ini?
Cinta Butuh Jera
1425      917     1     
Romance
Jika kau mencintai seseorang, pastikan tidak ada orang lain yang mencintainya selain dirimu. Karena bisa saja itu membuat malapetaka bagi hidupmu. Hal tersebut yang dialami oleh Anissa dan Galih. Undangan sudah tersebar, WO sudah di booking, namun seketika berubah menjadi situasi tak terkendali. Anissa terpaksa menghapus cita-citanya menjadi pengantin dan menghilang dari kehidupan Galih. Sementa...
Reandra
1532      1026     66     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Hello, Me (30)
19253      939     6     
Inspirational
Di usia tiga puluh tahun, Nara berhenti sejenak. Bukan karena lelah berjalan, tapi karena tak lagi tahu ke mana arah pulang. Mimpinya pernah besar, tapi dunia memeluknya dengan sunyi: gagal ini, tertunda itu, diam-diam lupa bagaimana rasanya menjadi diri sendiri, dan kehilangan arah di jalan yang katanya "dewasa". Hingga sebuah jurnal lama membuka kembali pintu kecil dalam dirinya yang pern...