πππ
Saling mengerti selalu dibutuhkan dalam sebuah hubungan. Tidak hanya untuk pasangan kekasih. Juga, bagi hubungan kakak beradik pada sebuah keluarga. Itulah yang harus selalu dijaga serta dimiliki. Jangan sampai, hubungan itu hilang.
πππ
Razel beralih menatap ke arah Sera. Adiknya. Karena, gadis itu sedikit membedakan cara bersantai pada kedua sahabatnya. Ia sedikit menyimpan curiga, Sera menyukai salah satu sahabatnya. Apalagi, perbedaannya cukup terlihat di mata Razel.
Sera mengerutkan keningnya, menyadari kakaknya sedari tadi menatap seperti penuh arti. “Kenapa liatinnya kayak gitu ke gue, Kak?”
"Lo suka sama Januar apa gimana? Soalnya, sikap lo keliatan lebih kalem daripada ke Helga." Razel to the point, tak mau berbasa-basi saat berbicara pada Sera. Adiknya.
"Nggak lah, Kak. Kan, sifat Kak Januar sama Kak Helga beda. Jadi, emang cara menyikapinya gue beda. Lagipula, Kak Helga tuh terlalu apa, ya. Hm... Mungkin blak-blakan tapi nyebelin. Kadang bercanda nggak bisa serius. Cuma, masih bisa asik, kok. Kalo Kak Januar lebih kalem daripada Kak Helga. Kalo sifat Kak Januar ya emang baik, tapi sampai sejauh ini masih dibatas aja gue ke dia." Sera menyampaikan apa yang dirasakan. Karena, sejauh ini memang Helga maupun Januar cukup berbeda. Namun, Sera masih tetap menanggapi keduanya ketika diajak berbicara. Layaknya, berpose pada teman kakaknya.
Razel mengangguk, percaya dengan apa yang dikatakan Sera. Adiknya. Memang benar, sifat kedua sahabatnya cukup berbeda. Akan tetapi, doanya baik untuk mata Razel. Seandainya, Sera menyukai salah satu dari sahabatnya ia tak masalah. Asalkan, adiknya merasa bahagia. Tidak pernah disakiti. Namun, untuk sekarang ia ingin Sera lebih fokus pada pendidikannya. “Jangan suka-suka an dulu, Dek. Fokus belajar yang benar, biar bisa memuaskan orang tua.”
Sera mengangguk, lalu tersenyum pada Razel. Kakaknya. Tahu, bila kakaknya sangat memperhatikan serta menjaganya.
"Kakak aja deh yang pacaran. Lagipula, nilai Kak Razel selalu bagus. Kayaknya, kalo pacar bakalan punya semangat tambahan dari pacar." Sera tertawa menggoda Razel. Padahal, tahu kakaknya tidak pernah dekat dengan seseorang sepengetahuannya.
Razel memikirkannya, lalu memegangi kepalanya merasa sedikit pusing tanpa diduga. Seperti ada sebuah memori yang terlihat. Setelah mendengar kata Sera.
Sera sedikit panik melihat kakaknya seperti kesakitan. "Kak... Kakak kenapa? Kok pegang kepala kayak gitu?"
Razel memejamkan mata sejenak berusaha menghilangkan rasa pusingnya. Perlahan, rasa itu mulai hilang. "Nggak apa-apa, kok. Cuma, tadi tiba-tiba pusing dikit. Tapi, ini udah mendingan. Kayaknya, butuh istirahat aja, deh."
"Kalo gitu, mending langsung istirahat tidur di kamar aja, Kak. Nggak perlu nungguin Papa sama Mama pulang. Atau, mau ke dokter biar nanti perginya sama gue." Sera memberikan saran pada Razel. Tak tega melihat kakaknya merasakan sakit. Tahu, itu pasti sangat menyiksa.
Razel tersenyum, sembari menggelengkan kepalanya. Tak mau merepotkan adiknya. Lagipula, rasa pusingnya sudah mulai menghilang. Ditambah, sekarang sudah malam. Akan lebih baik, bila ke dokter besok siang sepulang sekolah. "Nggak usah, Dek. Kakak mau istirahat aja. Kayaknya, emang agak kecapean aja kali ya."
Sera menghela napas, tahu sifat kakaknya sedari dulu memang seperti itu tak mau merepotkan orang lain. Sehingga, kadang butuh pemaksaan lebih dulu. "Ya udah. Kalo gitu, gue anterin ke kamar kakak. Habis itu, harus beneran tidur. Jangan banyak mikirin hal nggak penting. Soalnya, gue nggak mau kakak kenapa-kenapa."
Razel mengangguk, lalu mengelus kepala Sera. Adiknya. Ia beruntung memiliki adik perhatian sekaligus peduli padanya. Meskipun, Sera sedikit menyebalkan tetap saja keduanya memang saling menyayangi satu sama lain.
Sera sedikit memapah Razel. Walaupun, Razel sempat menolak karena tak mau merepotkan adiknya. Namun, Sera memaksa kakaknya untuk menurut padanya. "Nurut aja, sih, Kak. Takutnya, pas lagi naik tangga kakak pusing lagi malah bisa jatuh kan bahaya banget."
"Oke." Razel tersenyum, mendengar perkataan Sera. Adiknya.
Razel berpikir ternyata memang menyenangkan mempunyai adik perempuan. Razel merasa beruntung memiliki Sera. Pun, ia berharap Sera merasakan hal yang sama seperti dirinya. Karena, banyak anak yang hanya tidak bisa memiliki saudara. Terlahir sebagai anak tunggal. Biasanya, merasakan kesepian bila ditinggal orang tuanya bekerja.
Sesampai di kamar Razel, Sera memperhatikan kamar kakaknya yang selalu rapih. Padahal, biasanya cowok tidak bisa merapikan kamarnya terlihat sangat berantakan. Namun, berbeda dengan kakaknya yang selalu membuatnya iri. Lantaran, dirinya saja kadang tidak bisa terlalu rapi saat merapikan kamar.
"Makasih udah nganterin gue sampai kamar kayak gini, Dek." Razel mengelus kepala Sera penuh kasih sayang.
Sera mengangguk, lalu tersenyum menatap kakaknya. "Iya sama-sama, Kak. Kayak sama siapa, sih. Udah sana tidur, biar pusingnya bisa ilang."
Razel tersenyum, lalu melangkah menuju ranjangnya. Sedang Sera, berjalan keluar dari kamar kakaknya.
"Good night." Razel serta Sera mengucapkan kata-kata secara bersamaan.
πππ
Keesokan pagi, Libby duduk di halaman rumahnya untuk menikmati udara pagi yang masih segar. Kebetulan hari ini, sekolah libur. Sehingga, gadis itu memilih bersantai. Meskipun, sembari sedikit olahraga berlari kecil di depan teras rumahnya.
Benar. Ternyata, udara pagi bisa membuat hati lebih tenang. Libby melihat beberapa bunga yang ada pada pot di halamannya. Tukang kebun rumahnya merawat bunga dengan baik seperti saat masih ada mendiang Mamanya. Ini merasa bahagia bisa melihat bunga-bunga di sama. Banyak kupu-kupu hinggap serta berterbangan.
"Mama pasti senang kalo di sini masih banyak bunga. Aku juga senang banget liatnya. Semoga benar-benar bisa dijaga dengan baik. Kayaknya, aku harus bantu siram tiap hari. Biar, tetap indah sekaligus segar." Libby mulai menyentuh bunga mawar merah pada pot di sana.
"Petik aja kalo emang mau, Non." Jaka, tukang kebun rumah Libby mendekat ke arah Libby.
Libby menoleh ke arah lelaki paruh baya itu. Kemudian, menyunggingkan senyum manisnya. Ia harus mengucapkan terima kasih pada Pak Jaka. Karena, masih mau meneruskan hobi Mama Libby untuk menanam bunga di sana. "Nggak, Pak. Oh ya... Makasih udah mau tetap nanam bunga di sini. Soalnya, Mama dulu tiap hari suka nyiram bunga sekaligus menikmati harum wangi bunga mawar."
Pak Jaka mengangguk, tahu bila Arini memang dulu sering membantunya menyiram bunga disana. Padahal, wanita itu merupakan pemilik rumah. Namun, mau ikut merawat bunga-bunga. Karena, memang sangat menyukai harum bunga-bunga itu. Sekarang, sepertinya sifat Arini menurun pada Libby. Anaknya. "Iya sama-sama, Non."
"Kalo gitu, nanti saya boleh bantu siram bunganya juga kan, Pak?" Libby menawarkan diri untuk melakukan pekerjaan tukang kebunnya.
"Nggak usah, Non. Nggak enak kalo ada yang liat, nanti--"
"Nggak apa-apa, Pak. Lagipula, itu emang kemauan saya, kok. Menyiram bunga kan bukan pekerjaan buruk. Juga, saya benar-benar pengin bantuin siram bunganya. Soalnya, biar selalu tumbuh dengan baik." Libby tersenyum, tak masalah bila ada yang melihatnya menyiram bunga. Itu bukan hal hina. Bahkan, cukup mulia dilakukan.
Jaka mengangguk, senang melihat anak majikannya tumbuh dengan baik. Mewarisi sifat baik dari Ibunya. Padahal, memiliki kekayaan melimpah tapi masih mau berbaur dengan pekerjanya. Itulah yang membuat Jaka kagum dengan Libby.
Sejujurnya, Jaka cukup tahu bila Libby tidak diperlakukan baik pada rumah itu. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu. Hanya bisa berdoa, agar anak majikannya bisa hidup lebih bahagia nantinya. Karena, kebenaran pasti akan terungkap pada waktu yang tepat. Serta, mendapatkan kebahagiaan abadi.
πππ
Razel membuka matanya, ternyata sudah menunjukan pukul lima pagi. Pantas saja, alarm ponselnya berbunyi. Kemudian, ia melihat ada pesan masuk pada aplikasi berwarna biru muda berlogo pesawat kertas.
Kemudian, cowok itu membuka pesan lalu membacanya. Ia tahu, dari siapa pengirimnya. Karena, sudah melihat nama pengirimnya.
Harus terus maju untuk bisa bertahan dalam hidup ini. Akan tetapi, tidak perlu terburu-buru. Karena, itu bisa membuat kita salah melangkah. Sehingga, lebih baik secara perlahan. Asal, bisa mencapai tujuan dengan tepat. Itulah yang harus kita lakukan. Maka, hasil manis yang akan kita dapat di masa depan. Jadi, tetaplah semangat! Jangan lupa tersenyum!
-Manito (A.2)-
"Masih pagi udah bisa bikin gue senyum. Kata-kata dia emang selalu manis." Razel tersenyum sambil masih melihat isi pesan dari teman rahasianya. Seperti, ada sebuah magnet sampai bisa membuatnya selalu tersenyum.
- Akan Dilanjutkan -