πππ
Jalani semuanya sebaik mungkin. Itu bisa menentukan apa yang kita dapatkan. Sehingga, semua akan berakhir dengan indah. Kita perlu melalui semua rintangan yang ada dengan baik. Karena, sebuah hasil tidak akan mengkhianati usaha.
πππ
Teman rahasia Razel selalu memberikan pesan berisi dukungan. Itu yang membuat Razel berpikir tidak ada ditakutkan. Terlebih, ia memang yakin teman bertukar chat rahasianya bukan orang jahat. Sehingga, ia akan mencari tahu sosok asli orang itu. Mungkin, bisa dijadikan teman maupun saudara.
Sembari fokus pada pelajaran, ia sesekali memperhatikan teman sekelasnya. Sedikit ingin mencari tahu mungkin teman rahasianya salah satu siswa maupun siswi kelasnya. Namun, tidak ada yang mencurigakan atau pantas dicurigai. Sehingga, Razel pikir mungkin orang itu bukan berasal dari kelasnya.
Saat jam istirahat di mulai, seperti biasa Razel memutuskan untuk ke kantin bersama Helga serta Januar. Kemudian, ia menghampiri Sera dan Libby. Tahu, bila adiknya ingin makan bersamanya.
"Udah pesan aja lo, Dek." Helga tersenyum, seraya menatap Sera. Sembari memperhatikan makanan yang ada di meja adik dari Razel.
Sera tersenyum, tak kaget dengan perkataan Helga. Sedikit tahu sifat cowok itu yang sudah cukup lama menjadi teman Razel. "Udahlah, Kak. Kalo sampai terlambat datang ke kantin. Bakalan ngantri lama sekaligus panjang. Jadi, tadi pas bel istirahat bunyi langsung ke sini."
Helga tertawa ringan. "Tahu aja, kalo kantin sini selalu rame. Jadi, langsung datang paling cepat. Harusnya, tadi lo sekalian pesenin gue. Biar, gue nggak perlu antri makanan sama minuman."
Sera menghela napas, sembari menatap Helga. "Mana gue tau, kalo kalian bakalan ke kantin apa, nggak. Lagipula, gue nggak tau juga makanan apa yang lo pengin."
Razel tersenyum, melihat ekspresi yang ditunjukan Sera. Adiknya. Benar perkataan Sera, karena tak tahu bila akan bertemu di kantin. Meskipun, memang mereka sering ke sana jam istirahat.
"Nggak perlu dengerin kata-kata Helga, kita bertiga udah pesan makan sama minum kok tadi." Razel sembari mengelus kepala Sera dengan lembut. Kakak beradik memang terkenal cukup memiliki kedekatan erat satu sama lain. Terlihat manis saat berinteraksi.
Libby tersenyum, sembari memperhatikan interaksi Razel dan Sera. Lalu, sesekali menatap Januar serta Helga. Ia memang tidak terlalu dekat dengan Januar maupun Helga. Hanya sekedar mengenal karena kakak kelasnya.
"Libby cuma pesan roti sama air mineral? Emang kenyang makan gitu doang?" Helga tersenyum, sembari memperhatikan tingkah laku Libby. Gadis itu terlihat manis di mata Helga.
Libby beralih menatap ke arah Helga. Kemudian, menyunggingkan senyum manisnya. "Kenyang kok, Kak. Lagipula, aku udah sarapan di rumah. Jadi, cuma beli roti sama air mineral aja."
"Padahal, gue udah tawarin buat beli makanan lain. Tapi, Libby nggak mau selalu nolak apa yang gue pilihin." Sera tampak sedikit kesal dengan sikap Libby itu. Walaupun, ia tak sahabatnya tak mau merepotkan dirinya.
Razel tersenyum, tahu sikap Libby memang seperti yang dibicarakan Sera. Adiknya. Tidak mau merepotkan orang lain. Meskipun, mungkin mereka sudah dekat satu sama lain. Namun, tidak mau berhutang budi. Mungkin, itu akan menjadi beban bagi Libby.
"Libby kayaknya nggak mau ngerepotin orang lain. Meskipun, mungkin lo udah dekat sama dia, Sera." Januar cukup paham dengan sikap Libby. Tidak jauh berbeda dengan karakter Auretta. Adiknya. Sehingga, ia sudah tidak kaget melihat Libby. Baik Auretta maupun Libby sedikit memiliki kemiripan. Hanya saja, Libby terlihat lebih kalem. Tidak seheboh Auretta.
Libby tersenyum, senang bila kakak kelasnya itu paham dengan apa yang dimaksudkan olehnya. Ia memang tidak mau menjadi beban orang lain. Meskipun, mereka memang sudah dekat satu sama lain. Ia tak mau sampai tergantung pada orang lain atau orang terdekatnya. Sehingga, lebih baik menolak secara halus dengan bantuan yang ditawarkan padanya. "Bukan nggak mau nerima tawaran orang lain. Tapi, selama aku bisa sendiri. Atau, merasa cukup dengan apa yang ku punya lebih baik menikmati itu dengan baik."
Razel diam-diam merasa salut dengan pemikiran yang dimiliki Libby. Karena, tidak semua orang memiliki pikiran seperti itu. Bahkan, kadang ada yang sengaja memanfaatkan kebaikan dari orang lain. Namun, Libby sangat berbeda dengan lainnya. Ia bangga, bisa mengenal gadis seperti Libby. Senang, Sera bisa bersahabat dengan Libby. Itu akan membawa dampak positif bagi adiknya.
"Gue harus banyak belajar dari lo. Nggak mau bergantung sama bantuan orang lain. Soalnya, kadang masih nerima suka rela tapi tetap bakalan balas budi sih kalo gue." Helga merasa dirinya belum sebijak Libby. Walaupun, tetap membalas kebaikan orang lain yang sudah membantunya. Namun, itu terasa tidak tulus.
Libby menyunggingkan senyum ke arah Helga. "Kakak juga udah lakuin hal yang baik. Semangat terus ya, Kak. Belum tentu, semua kayak Kak Helga. Soalnya, udah punya niat baik buat balas kebaikan orang yang udah bantu kakak."
Helga mengangguk, adik kelasnya itu benar-benar terlihat bijaksana. Pantas saja, bila termasuk siswi berprestasi. Meskipun, mungkin bukan peringkat pertama. Namun, dari cara berbicara serta berpikir sudah sangat terlihat bila gadis itu terpelajar. Tidak diragukan lagi kecerdasannya. Mungkin, hanya butuh waktu itu menjadi yang terbaik diantara yang lain.
"Cara berpikir lo beneran luas. Nggak semua orang punya hal itu." Januar tahu, Libby memang cukup pandai di sekolah itu. Sehingga, tak kaget mendengar perkataan bijaksana gadis itu.
"Makasih, Kak. Aku juga masih terus belajar biar nggak salah jalan. Atau, mungkin salah melangkah. Soalnya, kadang memang banyak hal bisa bikin kita lupa yang harus dilakukan." Libby akan selalu berusaha menjadi orang baik. Meskipun, mungkin tidaklah mudah. Terlebih, mengingat bila dirinya sejak dulu selalu dianggap anak tidak berguna sekaligus membawa kesialan. Namun, ia merasa tidak seperti yang dituduhkan. Sehingga, akan membersihkan nama baiknya dengan caranya sendiri.
Kini, mereka berlima menikmati makan serta minuman masing-masing. Karena, waktu istirahat tidak terlalu lama. Sehingga, harus pandai memanfaatkan waktu.
"Nanti sore, kita jadi belajar bareng kan, Zel? Soalnya, lebih cepat makin baik buat kita. Lagipula, ujian udah makin dekat. Jadi, harus persiapan lebih awal." Helga serasa semangat untuk bisa belajar bersama Razel dan Januar. Agar, dirinya bisa mendapatkan nilai baik saat ujian.
Razel mengangguk, sembari menikmati makanan serta meminum es tehnya. Kemudian, beralih menatap Helga. Sahabatnya. "Jam 4 sore aja, Ga. Di rumah gue, Januar juga udah setuju. Biar, nggak terlalu jauh dari rumah lo maupun Januar. Soalnya, rumah gue ada di tengah. Adil buat kita semua."
Helga tersenyum, sebenarnya tidak masalah akan belajar di mana pun. Soalnya, yang penting ia bisa mendapatkan ilmu. Sehingga, bisa ia cerna dalam kepalanya. Itu akan membuatnya lebih mudah memahami materi yang ada. "Oke, siap."
Januar memang tidak mempermasalahkan bila akan belajar bersama dimana. Meskipun, suatu hari nanti belajar di rumahnya tidak apa-apa. "Jangan telat datang, Ga. Soalnya, kita nggak bakalan lama belajarnya. Nggak enak juga kalo di rumah Razel."
Razel tersenyum, ke arah dua sahabatnya itu. "Nggak masalah kalo misal mau sampai malam. Rumah gue sepi, kok. Bakalan kondusif buat belajar. Orang tua gue sibuk kerja. Apalagi, bokap emang lagi sering pulang tengah malam. Kayaknya, beliau lagi sibuk."
"Benar. Kalo ada Kak Helga sama Kak Januar rumah bakalan lebih rame. Apalagi, nggak mungkin Kak Helga diam-diam aja. Kalo diam, itu patut dipertanyakan." Sera sembari tertawa ringan, paham bila Helga memang sangat aktif. Baik saat berbicara maupun bergerak. Seperti, mainan yang kelebihan batu baterai.
Helga menyunggingkan senyum, tak tersinggung dengan perkataan Sera. Karena, itu memang benar adanya. Sehingga, tak mempermasalahkan perkataan adik dari Razel.
"Semoga beneran nggak bikin repot di rumah lo, Zel. Tau sendiri, gimana aktifnya Helga." Januar juga sedikit terkekeh mengingat tingkah laku Helga. Terkadang, cukup membuat malu. Namun, sudah tidak bisa dihindari.
Libby menyunggingkan senyum, sembari mendengar percakapan orang-orang di dekatnya. Karena, ia memang tidak terlalu dekat dengan Januar serta Helga. Sehingga, ia tak ikut terlalu jauh dalam percakapan di sana.
Razel beralih memperhatikan Libby. Tidak terlalu banyak ikut berinteraksi. Mungkin, karena merasa belum terlalu dekat dengan Helga dan Januar. Akan tetapi, gadis itu cukup memberi respon senyum menikmati percakapan yang ada.
Tanpa sadar, Helga sadar bila Razel sedang memperhatikan sosok Libby. Kemudian, menyenggol lengan Januar untuk memberi kode.
Januar tersenyum, tahu apa yang dimaksudkan oleh Helga. Karena, sepertinya Razel memang cukup tertarik pada Libby. Ditambah, keduanya memang sering bersama. Meskipun, biasanya ada Sera bersama mereka berdua. Namun, cukup terlihat dari tatapan serta senyuman Razel pada Libby.
"Libby nggak mau ikut belajar bareng di rumah Razel? Kan, bisa sekalian belajar sama Sera. Kayaknya, Sera butuh bimbingan dari lo, Bby." Helga tersenyum, sedikit memberi kode pada Sera. Ia tahu, sepertinya Sera menyetujui bila Razel dengan Libby. Bahkan, mungkin sudah memang sengaja mendekatkan Razel dan Libby.
"Iya, Bby. Kayaknya, kita butuh belajar bareng juga. Biar, gue bisa ketularan kepintaran lo, deh." Sera paham kode yang diberikan oleh Helga.
Libby terdiam sejenak. "Maaf... Kayaknya, aku nggak bisa ikut, deh. Soalnya, belum dapat izin dari orang tua. Jadi, sekali lagi aku minta maaf, ya."
Sebenarnya, Libby ingin ikut belajar bersama. Hanya saja, ia belum tentu mendapatkan izin keluar dari Papanya. Belum lagi, ditambah semua peraturan di rumah itu Mawar yang memegang kendali bila Bimo sedang bekerja. Sehingga, pasti Mawar tidak akan memberi izin kecuali ia pergi diam-diam. Atau, pergi setelah pulang sekolah langsung tanpa adanya jeda.
Sera memanyunkan bibirnya. Sedikit sedih, Libby tidak bisa datang ke rumahnya. Izin orang tua memang lah penting. Sehingga, Libby pasti membutuhkan hal itu agar bisa pergi ke luar rumah sepulang sekolah. Dan, terkadang orang tua memang tidak mudah mengizinkan anaknya pergi. Ia tak mau memaksakan kehendaknya. Meskipun, ia cukup kecewa dengan keputusan Libby.
"Ya udah nggak apa-apa. Semoga aja, next time bisa, ya. Biar nanti, gue bantu izin ke orang tua lo, Bby." Sera menawarkan bantuan pada Libby.
"Nggak usah, Sera. Soalnya, orang tuaku emang susah kasih izin aku pergi. Sekali lagi, maaf ya aku nggak bisa ke rumah kamu." Libby merasa bersalah, harus menolak permintaan Sera.
Razel terdiam, seperti melihat ada sebuah beban pada wajah Libby. Akan tetapi, ia tak tahu seberat apa beban gadis itu. Pun, juga bukan merupakan urusannya.
- To Be Continue -