πππ
Aku berharap, tidak ada hal buruk di kemudian hari. Karena, mungkin aku akan mengatasinya. Meskipun demikian, akan tetap berusaha menghadapi serta menyelesaikan dengan sebaik mungkin. Agar, tidak ada rasa kecewa dan sedih.
πππ
"Makasih... Ser, Kak Razel udah anterin aku sampai rumah dengan selamat. Hati-hati di jalan ya." Libby tersenyum, putaran tangan sambil keluar dari mobil Razel. Karena dia sudah berada di depan rumahnya.
Sera tersenyum, "Iya sama-sama. Lain kali, kita jalan-jalan bareng lagi, ya. Pokoknya, harus sering pergi kayak gini."
Razel tersenyum, tak banyak bicara. Namun, ia senang bisa menemani Sera serta Libby jalan-jalan ke mall. Apalagi melihat kebahagiaan yang mereka rasakan.
Libby mengangguk, masih memutar tangan sambil memperhatikan Sera serta Razel. "Oke."
Razel serta Sera mulai meninggalkan area rumah Libby. Lantaran, memang hari sudah malam. Sehingga, mereka tidak mampir ke rumah Libby.
Diam-diam, Razel masih memikirkan memikirkan Libby yang terlihat penuh arti saat melihat ke dia dari kaca spion pada perjalanan pulang ke rumah Libby. Seperti ada sesuatu yang diungkapkan.
"Kak, lain kali kita harus lebih lama jalan-jalannya sama Libby. Soalnya, dia asik banget kalo diajak pergi. Gue nggak ngerasa kesepian lagi." Sera terlihat sangat senang bisa memiliki sahabat seperti Libby.
Razel mengangguk sambil tersenyum. Juga, sadar bila Sera memang senang memiliki teman seperti Libby. Meskipun begitu, Libby seperti menyimpan sesuatu yang membuat Razel penasaran. "Bilang aja ke kakak kalo mau pergi. Kalo nggak sibuk, pasti dianterin sama temenin. Biar, kalian aman pas jalan-jalan."
"Oke, siap, Kak." Sera tersenyum sambil menatap ke arah Razel yang ada di kursi kemudi sambil menyetir. "Kak, sebenarnya aku pernah mendengar kalau Papa Libby tidak bermaksud adil ke Libby. Nggak cuma itu, kehidupan dia kayaknya berat dari kecil."
Razel beralih ke arah Sera. Terlihat mulai penasaran pada apa yang diceritakan adiknya tentang kehidupan Libby. Akan tetapi, lebih baik mendengarkan cerita lengkap dari adiknya.
"Orang tua Libby tidak baik dulu, sering ada pertengkaran. Kebiasaan itu, Mamanya meninggal entah karena apa tidak banyak yang tau. Tapi, katanya hal itu memang berkaitan dengan ketidakharmonisan hubungan Papa dengan Mamanya." Sera perlahan mulai melanjutkan cerita tentang Libby pada Razel.
Razel mengerutkan keningnya. Berpikir, mungkin itu yang membuat Libby terlihat tidak banyak berteman maupun berinteraksi dengan orang lain. "Bukannya sekarang Libby sekarang masih punya orang tua lengkap, Dek?"
"Lengkap, sih, Kak. Cuma, bukan Mama kandung Libby. Papanya Libby menikah lagi nggak lama setelah Mamanya meninggal. Dan, kayaknya lumayan menyakiti perasaan Libby." Sera sepertinya cukup tahu info tentang sahabatnya. Sehingga, ia berusaha menjadi sahabat baik bagi Libby. Agar, Libby terus merasa baik-baik saja. Karena, ia tahu tidak mudah hidup dalam posisi Libby. Ia harap, tidak pernah mengalami hal sama seperti sahabatnya. Lantaran, ia belum tentu sekuat Libby.
"Kalo gitu, lo harus selalu support Libby. Walaupun, kakak tau dia pasti nggak mau ngerasa dikasihani orang lain. Tapi, dia memang butuh dukungan orang terdekat. Soalnya, dia pasti pernah ngalamin maupun ngerasain masa sulit." Razel rasa pasti tidak akan mudah bila dalam posisi Libby. Bahkan, ia kadang merasa sakit melihat bila ada pertengkaran kecil terjadi pada orang tuanya. Meskipun, hanya ada dibeberapa waktu saja. Masih dalam batas wajar, dalam hubungan rumah tangga.
Sera mengangguk, akan mengusahakan selalu ada di samping Libby. Ingin mendukung segala hal positif yang dilakukan sahabatnya. "Kak, semoga kita nggak pernah ngerasain apa yang dirasakan Libby, ya. Soalnya, gue belum tentu bisa kayak Libby yang kuat menjalani hidup sampai sekarang."
Razel beralih menatap lekat Sera. Kemudian, ia mengelus kepala adiknya dengan lembut. "Semua bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa pasti nggak akan pernah bikin kita sedih. Jadi, nggak perlu mikirin hal kayak gitu ya."
Sera menganggukkan kepalanya. Benar seperti yang dikatakan oleh Razel. Kakaknya. Tak perlu memikirkan hal buruk. Akan lebih baik, bila menjalani hidup yang ada dengan keceriaan.
Diam-diam, Razel merasa hatinya seperti sesak. Entah apa yang membuatnya begitu. Ia harap, bukan hal buruk. Karena, ia tak mau sesuatu terjadi pada keluarganya.
πππ
Libby membaringkan tubuhnya pada ranjang. Sembari, memperhatikan foto Mamanya yang ia punya. Kepergian Mamanya, memang sudah cukup lama. Namun, itu masih sangat membekas dalam ingatannya. Bahkan, membuatnya mungkin trauma. Sampai sekarang, Libby masih menjalani proses penyembuhan mentalnya.
Kondisi mentalnya, kadang belum stabil. Akan tetapi, Libby terus berusaha untuk bisa sembuh. Meskipun, itu tidaklah mudah. Apalagi, sekarang ia berada di dalam lingkungan yang berkaitan dengan rasa traumanya. Namun, ia tak mungkin menjauh dari Papanya. Karena, lelaki paruh baya itu adalah orang yang harus terus dijaga. Walaupun, tidak pernah lagi bersikap baik pada Libby.
Pun, Bimo tetap orang terpenting dalam hidup Libby. Tak mungkin, Libby membiarkan Papanya kekeh dalam jebakan orang jahat. Sehingga, Libby akan selalu mendampingi Bimo. Apapun, risiko yang didapatkannya.
"Mah... Aku nggak akan kalah sama keadaan. Bakalan selalu kuat, kayak yang Mama harapkan. Sekaligus, jagain Papa semampuku." Libby mendekap erat bingkai berisi foto Mamanya. "Harusnya Mama nggak pergi gitu aja. Sekarang aku sendirian, butuh Mama buat jalani hidup ini."
Tanpa terasa, air mata Libby mulai keluar menetes membasahi pipi gadis itu. Rasa sakit, sedari kecil dialami oleh Libby. Apalagi, setiap melihat sekaligus mendengar pertengkaran kedua orang tuanya. Itu sangat menyakitkan baginya.
Libby mengingat apa yang sudah Mamanya lakukan apapun untuk dirinya. Bahkan, mengorbankan diri demi menyelamatkannya. Hanya saja, situasi itu mungkin semakin membuat Mama Libby terpuruk sekaligus tertekan. Sehingga, memutuskan hal yang tidak terduga. Membuat kesedihannya masih terasa sampai sekarang. Mungkin tidak akan bisa dilupakan.
Libby sadar, masalah tidak bisa diselesaikan dengan cara instan. Sehingga, setidaknya harus bertahan lebih dulu. Mencoba memperbaiki semua daripada pergi meninggalkan luka.
Gadis itu benar-benar masih mengingat apa hal terakhir yang dikatakan Mamanya. Sehingga, ia sekarang masih bertahan. Meskipun, segala hal buruk di masa lalu selalu bekas dalam hatinya.
"Mama harap, kamu bisa anak kuat, berbakti, dan selalu ada untuk Papamu. Mungkin, Papa susah buat berpikir jernih. Tapi, percayalah semua akan berakhir bahagia." Mama Libby mengatakan itu sembari menatap lekat anaknya. Libby. Kondisi wanita itu memang sedang tidak baik-baik saja. Karena, telah mengalami kecelakaan tabrak lari menyebabkan kelumpuhan pada kakinya. Sehingga, kini berada pada kursi roda.
Libby mengangguk, saat itu masih kecil. Akan tetapi, ia sudah cukup paham apa dikatakan Mamanya. "Maafin aku, Mah. Gara-gara aku, kondisi Mama jadi kayak gini."
Mama Libby menggelengkan kepalanya, sembari tetap menyunggingkan senyum. Kemudian, memeluk tubuh anak semata wayangnya. "Yang udah terjadi sama Mama bukan salah kamu sayang. Semua udah takdir, nggak bisa dihindari. Jadi, kamu jangan merasa bersalah."
Pelukan terakhir yang didapatkan Libby dari Mamanya. Karena, setelah itu Libby kehilangan Mamanya untuk selamanya dengan cara yang sampai sekarang masih membekas. Mungkin, tidak akan bisa dilupakan.
Rasa sesak dalam hati Libby semakin dirasa, membuat tangannya bergetar. Tak hanya itu, kepalanya terasa tidak karuan. Merasa mulai tidak baik-baik saja. Libby bangkit dari ranjang, lalu mengambil botol berisi obat penenang pada laci meja belajarnya. Kemudian, perlahan meminum obat itu. Agar, kondisi tubuh sekaligus dirinya lebih baik. Meskipun, sebenarnya mengonsumsi obat-obatan tidaklah bagus untuk tubuhnya. Akan tetapi, ia tak mau kondisi tubuhnya buruk. Ia terpaksa meminumnya.
πππ
Razel sudah berada di kamarnya, duduk sembari menatap keluar jendelanya. Menatap langit, yang dipenuhi bintang bersinar. Meskipun, sinarnya tidak seterang bulan. Namun, ia senang melihat benda langit itu.
Senyumnya terukir, merasa beruntung masih bisa melihat indahnya dunia. Karena, ia sempat mengalami kecelakaan yang mungkin bisa mengakibatkan kehilangan nyawa. Akan tetapi, ia masih diberi kesempatan untuk bertahan sekaligus hidup.
Meskipun demikian, ia harus kehilangan sebagian ingatannya untuk sementara waktu. Ia pikir, mungkin ingatannya hilang cukup penting. Sehingga, ia merasa ingin segera mengingatnya.
Kuharap, ingatan itu bisa kembali secepatnya. Soalnya, gue rasa mengingatnya seperti berhubungan dengan sesuatu.
Pun, Razel tak tahu terlalu tau pasti menyebabkan kecelakaannya. Setahunya, hanya ada mobil yang menabraknya. Setelah itu, ia bawa ke rumah sakit. Kemudian, ia divonis mengalami amnesia sebagian.
Ia rasa, seperti ada hal yang sengaja ditutupi. Oleh karena itu, ia tidak dapat mengetahui kejadian itu secara lengkap. Namun, dia akan mencari tahu sendiri. Meskipun demikian, mungkin tidak mudah mendapatkan informasinya.
Kini, Razel beralih pada ponsel miliknya. Lalu, buka ruang dialog dengan kontak yang bernama Manito.
Manitou π
Hai.
Aku nggak ganggu, ya?
Nggak, kok. Kenapa?
Ada yang mau dibicarain?
Menurut kamu, kalau kita ngerasa ada yang dirahasiakan orang terdekat. Mending kita diam aja, atau cari tau? Soalnya, aku ngerasa itu berhubungan sama aku .
Tergantung. Kalau kamu penasaran, dan ngerasa emang berhubungan sama kamu boleh cari tau. Asal, jangan terlalu menggebu. Takut, nanti fakta rahasianya bukan tentang kamu.
Oke. Makasih saran dan pendapatnya .
Iya sama-sama. Semangat terus ya.
Seusai pertukaran pesan dengan teman rahasianya melalui aplikasi biru. Razel merasa sedikit lega, sepertinya yang dikatakan orang itu memang benar. Oleh karena itu, ia akan berhati-hati saat mencari apa yang membuatnya penasaran. Benar atau tidaknya, fakta itu akan diterima baik oleh Razel.
Razel senang bisa mendapat teman bertukar cerita. Meskipun demikian, dia tidak tahu wujud asli orang itu. Baik dia perempuan maupun lelaki. Akan tetapi, ia tetap senang bisa memiliki tempat mengungkapkan keluh kesahnya. Karena itu, bisa mengurangi beban pikiran. Juga, merasa sudah cukup nyaman saat menceritakan segala hal kepada Manito-nya.
Ia harap, suatu saat nanti bisa bertemu teman bertukar pesannya langsung melalui tatap muka. Serta, mengucapkan terima kasih sudah mau mendengar serta menemani setiap ia menyampaikan segala masalah yang dialami. Tak hanya itu, mungkin ia akan menganggap orang itu sebagai orang terdekatnya seperti keluarganya.
Terkadang, orang yang tak kasat mata malah bisa menjadi teman curhat kita. Tidak secara tatap muka, melainkan melalui virtual. Oleh karena itu, zaman semakin berubah dari waktu ke waktu. Hanya saja, kita memang harus pintar memilih-milih. Agar, tidak salah dalam berbagi informasi. Dan, tetap terjaga kerahasiaan kita.
- Akan Dilanjutkan -