πππ
Rasa penasaran mulai muncul, ada sesuatu aneh. Bahkan, terkadang terasa tidak asing serta istimewa. Akan tetapi, seperti ada hal yang terlupakan. Aku harap, semua hal bisa terungkap seiring berjalannya waktu. Meskipun, itu mungkin bisa berupa hal baik maupun buruk. Namun, itu akan lebih baik diketahui daripada terus terpendam.
πππ
Razel heran, sekaligus merasa seperti sudah mengenal lama sosok yang sering bertukar pesan dengannya di aplikasi telegram. Karena, melihat dari banyaknya pesan yang tertera. Akan tetapi, ia memang tidak bisa mengingat sejak kapan mulai berinteraksi secara online dengan sosok yang mengaku sebagai Manito-nya.
Tak hanya itu, kini ia juga sering mendapatkan pesan melalui sticky note yang digulung serta dimasukan ke dalam botol. Benda itu diletakan pada loker sekolah miliknya. Seperti pagi ini, tak hanya gulungan sticky note yang ia dapat. Juga, sandwich serta susu kotak dalam kotak makan. Ia yakin, itu dari sosok unknown.
Jangan pernah berhenti tersenyum. Meskipun, itu hanya terlihat seperti senyuman tipis. Namun, itu bisa membuatmu selalu memiliki aura positif. Semangat!
- Manito -
Perlahan, Razel mulai memakan sandwich itu. Merasa bahagia, bisa mendapatkan perhatian kecil dari orang lain. Walaupun, ia tak tahu sosok itu secara langsung. Bahkan, mungkin bisa dibilang sebagai pengagum rahasianya. Namun, ia benar-benar tersentuh.
Siapapun lo, tapi gue senang bisa dapat ini semua. Terima kasih.
Pun, tanpa senyuman kecil muncul dari sudut bibir Razel. Mungkin, orang lain tidak terlalu melihat jika tak memperhatikannya.
Selesai menikmati makanan serta minuman dari sosok misterius itu. Razel memutuskan untuk pergi ke perpustakaan karena sekarang sudah masuk jam istirahat. Ia tak terlalu suka pergi ke tempat ramai. Sehingga, lebih menyukai tempat sepi seperti perpustakaan. Meskipun, hanya untuk duduk di pojokan tempat itu.
Selain itu, Razel akan lebih fokus dengan ekstrakurikuler yang diikutinya. Seperti setiap pulang sekolah, ia datang ke latihan anggar. Cowok itu, memang cukup berbakat di sana.
Kini, Razel sudah berada di perpustakaan menikmati suasana sepi sembari membaca buku yang ia ambil secara acak. Lalu, teringat Papanya tidak terlalu suka bila ia masuk ke kelas tambahan anggar. Padahal, ekskul itu dibutuhkan untuk menjaga diri dari hal yang tidak terduga.
"Gue cari-cari ternyata lo ada di sini, Zel. Soalnya, tadi mau gue ajak ke kantin." Helga tersenyum, menghampiri Razel yang duduk di pojokan perpustakaan.
Razel menoleh ke arah Helga, yang sudah berteman lama dengan dirinya. "Lagi nggak pengin ke kantin. Gue nggak laper, Ga. Jadi, harusnya lo ke sana sama yang lain. Kan, bisa sama Jeano."
Helga mendengkus sebal, mengingat bila Jeano memang susah diajak ke kantin tidak jauh berbeda dengan Razel. Bisa-bisanya mempunyai sahabat yang tidak suka ke kantin.
"Tadi gue udah kantin bentar, cuma beli Batagor doang. Soalnya, takut uang gue habis. Tau sendiri, uang jatah gue bulanan dikit." Helga mulai sedikit mencurahkan hatinya tentang kehidupannya. Terutama, keluarga tidak sekaya seperti Jeano maupun Razel.
Razel menghela napas, sudah tidak kaget dengan segala curahan hati Helga. Karena, bukan pertama kalinya. Bahkan, Razel sudah hafal kebiasaan Helga. "Kalo gitu, bawa bekal dari rumah aja, Ga. Minta bikinin makanan ke nyokap lo, biar lebih irit. Kan, nggak perlu jajan di kantin. Itu lebih efektif, uang lo bisa pelan-pelan terkumpul. Dan, bisa digunain saat dibutuhin kalo ada hal mendesak."
Helga mengangguk paham, memang perkataan Razel benar. Sepertinya, ia harus melakukan apa yang dikatakan Razel. Mungkin, itu akan lebih bermanfaat bagi dirinya. "Oke. Makasih sarannya, Zel."
πππ
Jeano menghampiri Libby yang sedang bersama Sera. Kebetulan, kedua gadis itu tidak pergi ke kantin. Cowok itu, memasuki kelas XI IPA 1. Di sana sudah cukup ramai, karena beberapa siswa maupun siswi sudah kembali dari kantin. Serta, ada murid yang tetap belajar di waktu jam istirahat. Kelas itu, memang berisi orang-orang cukup ambisius.
"Makanan sama minuman buat lo, Bby. Jangan lupa dimakan, ya." Itu bukan pertama kalinya Jeano melakukan memberi Libby makanan. Pun, Libby tahu bila cowok melakukan itu karena perintah seseorang. Akan tetapi, banyak yang terkadang salah paham dengan kedekatan Libby dengan Jeano. Meskipun, Libby sudah menjelaskan bila tidak memiliki hubungan khusus bersama kakak kelasnya itu.
Libby tersenyum kepada Jeano yang tidak terlalu lama di sana. "Makasih, Kak. Maaf... Sering ngerepotin. Lain kali, mending biar aku aja yang ambil."
Jeano tersenyum, "Nggak usah, Dek. Gue nggak masalah buat anterin ini ke lo. Lagipula, sama sekali nggak ngerepotin. Nggak usah khawatir."
Libby menyunggingkan senyum. Senang bisa mengenal sosok Jeano. Ia sudah menganggap cowok itu seperti kakaknya sendiri. Ia harap, Jeano benar-benar bisa menjadi saudaranya. Karena, ia yakin kakak kelasnya itu cowok yang baik serta tulus. Tanpa memandang kasta. "Sekali lagi, makasih, Kak."
Jeano mengangguk seraya tersenyum, lalu pergi meninggalkan kelas Libby. Seperti biasa, banyak siswi teman kelas Libby yang berbisik-bisik. Akan tetapi, gadis itu tak mau ambil pusing. Lagipula, itu bukan hal yang perlu dipedulikan.
Beberapa menit kemudian, Libby mendapatkan pesan melalui aplikasi hijau. Ia tersenyum membacanya karena tahu dari siapa.
Kak Gemmy
Makanan dari Mama udah sampai di tangan lo, kan, Dek. Tadi, sebenarnya mau gue kasih langsung ke lo tapi keburu bel masuk bunyi.
Udah sampai, kok, Kak. Kak Jean yang nganter, lain kali mending Kak Gemmy kasih langsung ke aku. Biar nggak ngerepotin Kak Jean. Terus, takut orang-orang pada salah paham liat cowok kakak kasih makanan ke aku.
Santai aja, Dek. Dia aja nggak keberatan kok. Lagipula, Jean udah anggap lo kayak adiknya sendiri. Terus, biarin aja kata orang lain nggak perlu didengerin.
Oke, deh, Kak. Tapi, lain kali kalo mau kasih makanan mending langsung ke aku. Jangan lewat perantara ya.
Oke siap, Dek.
Makasih, Kak.
Selesai bertukar pesan dengan Gemmy. Kakak sepupunya. Libby mulai memakan bekal makanan yang ada. Ia bersyukur, mempunyai saudari yang perhatian kepadanya. Meskipun, dia sudah kehilangan keluarga harmonisnya. Akan tetapi, ia masih mempunyai keluarga lain yang memberi perhatian ekstra padanya. Bahkan, sudah menganggap Libby seperti anak kandungnya.
"Keliatannya enak tuh makanannya, Bby." Sera tersenyum meledek, seakan menginginkan makanan serta minuman milik Libby.
Senyuman muncul dari bibir Libby, sembari beralih menatap Sera. "Makan bareng, yuk. Kebetulan ini cukup dimakan kita berdua, Ser."
Sera kembali tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. Sebenarnya, tadi hanya berpura-pura ingin makanan milik Libby. Seakan menggoda sahabatnya. Namun, Libby justru menganggapnya benar. "Nggak usah, Bby. Gue masih kenyang, kok. Lagipula, masih ada roti di tas gue. Kebetulan emang bawa buat cemilan."
"Nggak apa-apa, makan bareng aja. Enak lho ini, kamu pasti bakalan ketagihan." Libby menawarkan makanannya pada Sera. Walaupun, kembali mendapatkan penolakan. Karena, Sera tadi hanya bercanda padanya.
"Lo aja yang makan, Bby. Santai aja sama gue. Kan, gue lagi mau ngapalin rumus-rumus. Biar, kalo ada ulangan dadakan bisa ngerjainnya." Sera memang sedang ingin fokus belajar. Agar, nilainya semakin meningkat.
Libby mengangguk, seraya tersenyum. Paham, bila Sera memang sedang bekerja keras untuk mendapatkan nilai semaksimal mungkin. "Semangat, Ser."
Pun, Libby hanya memakan sedikit makanannya. Juga, masih belum merasa lapar saat itu. Kini, baik Libby maupun Sera melanjutkan belajar bersama sembari menunggu bel jam istirahat selesai berbunyi.
πππ
Kini, Razel sudah berada di kelasnya. Diam-diam, ia mulai membaca pesan yang sering dilakukan dengan sosok Manito. Cowok itu, mulai menyunggingkan saat melihat ulang chat-chat itu.
Pun, merasa pertukaran pesan sudah terjalin cukup lama. Bahkan, seperti ada perasaan aneh saat membaca setiap pesan yang ada. Terasa istimewa, seakan mempunyai tempat yang tidak diketahui orang lain. Padahal, itu hanya interaksi secara virtual. Tidak tahu, seperti apa wujud lawan bertukar pesannya.
Kenapa gue ngerasa ada sesuatu hal dibalik semua ini. Tapi, kayak yang terlupakan.
Itulah yang membuat Razel terkadang bingung ada sebuah perasaan aneh setiap membaca ulang maupun saat bertukar pesan dengan sosok misterius itu.
- To Be Continue -