Pelajaran pertama sudah dimulai dan Rai masih berharap seorang siswi berambut sepunggung dan memakai tas ransel biru akan datang. Dan melihat siswi itu dihukum di depan kelas karena sudah telat datang di pelajaran Pak Vino, guru paling garang di sekolah.
Harapan itu tidak terkabul karena sampai pelajaran kedua dan jam istirahat tiba siswi itu tidak datang.
Yuan, si ketua kelas, menghampiri Rai, kemudian bertanya, "Rai, lo tahu kenapa Sora nggak masuk lagi? Kemarin bolos tanpa keterangan."
Rai mengusap ujung hidungnya yang tidak gatal. Yuan tidak salah bertanya pada dirinya? Satu kelas sudah tahu hubungan ia dan Sora seperti Icha dan Tapassa di serial India. Kadang dekat kadang saling debat.
"Gue nggak tahu, An."
"Dia nggak chat lo?"
Sora sudah tidak pernah mengirimi ia chat sejak cewek itu bertanya soal hubungan mereka. Apa jangan-jangan Sora marah karena jawabannya yang tidak jelas? Ia menyesal sudah menjawab pertanyaan Sora seperti itu.
Macan-macanan? Huh, hubungan macam itu. Bodoh sekali ia sudah menjawab seperti itu. Padahal bisa saja ia menjawab lebih pintar seperti teman kelas.
"Dia nggak sakit kan, ya?" gumam Yuan yang masih tertangkap di indera pendengaran Rai. Rai juga dapat melihat ke khawatiran di wajah Yuan.
"Kenapa nggak lo chat sendiri?" tanya Rai.
"Udah, tapi nggak dibales. Centang satu."
"Sora emang biasa bolos sesekali kok. Di kelas sepuluh dia juga pernah bolos tanpa keterangan," sahut Juna yang kini ikut nimbrung di bangku Rai.
"Lo nggak pernah tanya alasan dia bolos, Jun? Lo kan kelihatan bersahabat banget sama Sora," tanya Yuan.
"Udah pernah tanya tapi bukannya dapat jawaban mulut gue malah dibungkam sama roti awan." Juna terkekeh.
"Enak dong," timpal Rai.
Juna mengangguk bersemangat. "Kalau sama Sora dijamin nggak bakal kelaparan. Dia sering bawa makanan di tasnya."
"Yah, gue belum pernah ngerasain makanan yang dibawa Sora. Tapi kenapa kita bahas makanan?"
"Soalnya kita laper. Jadi ke kantin yuk!" Juna merangkul Yuan dan beranjak dari sana.
Rai mengikuti kedua temannya keluar kelas, tetapi bukannya ke kantin ia malah bergegas ke kelas Davian, kelas 12 MIPA 1.
Rai mencari-cari keberadaan Davian di kelasnya lewat jendela kelas. Matanya menyapu seluruh kelas, tetapi tidak menemukan Davian.
Rai berdecak, kemudian buru-buru pergi ke kantin. Di kantin ia mendapati Davian sedang mengantre di stan soto ayam.
Begitu Davian mendapatkan soto ayam Rai langsung menyusulnya. "Lo tahu kenapa Sora bolos lagi?" tembak Rai.
Davian terperanjat kaget. Untung sotonya tidak tumpah. Ia melirik Rai yang berjalan beriringan di sampingnya.
Dahi Davian berkerut. "Sora bolos?" tanyanya.
"Iya. Kemarin juga," jawab Rai.
Tadi pagi Davian berangkat bareng Sora dan cewek itu tidak minta diturunkan di depan gerbang lagi. Ia masih ingat dengan jelas melihat Sora berlari ke lorong kelas 11 MIPA. Lalu, kapan cewek itu keluar dari sekolah?
Davian duduk di bangku kosong diikuti Rai. Ia menggaruk dagunya setelah meletakkan nampan berisi semangkuk sotonya. "Sekarang tanggal berapa sih?"
"Tanggal sembilan bulan Agustus," jawab Rai cepat.
"Ohh, Sora emang agak emosional menuju tanggal sepuluh. Tapi wajar kok dia begitu. Lo tenang aja Sora bakal balik kok."
"Biasanya Sora kemana kalau bolos?"
Mata Davian menyipit. Seringaian terbit di wajahnya. Alih-alih bertanya alasan Sora bolos cowok di depannya ini malah bertanya tempat biasa yang Sora kunjungi ketika bolos. Tidak mungkin Rai akan menyusul Sora kan?
"Taman dekat TK Harapan Satu."
"Oke, terima kasih." Rai beranjak dengan cepat meninggalkan Davian yang melongo.
Jadi cowok yang disangka Sora menganggapnya sebagai kuman sekarang akan menemani dia bolos? Setia kawan sekali.
Atau Sora ada utang sama Rai dan mau ditagih?
Davian mengeluarkan ponselnya, kemudian mengirimkan pesan untuk Sora.
Davian: ada yang mau nagih utang sama lo.
Davian: pulang sekolah nanti gue jemput.
Davian: tunggu di Mumma Kafe kayak biasa aja.
Centang satu yang tertera di bubble chat-nya membuat Davian menghembuskan napas panjang.
Sora yang hilang-hilangan seperti sekarang sudah sering ia hadapi. Sahabatnya itu membutuhkan waktu sendiri. Tak jarang setelah menghilang Sora akan kembali seperti biasa, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Padahal Davian tahu betul alasan kenapa Sora butuh waktu sendiri. Duka dan kerinduan sedang menyelimuti sahabatnya itu.
🍬🍬🍬
Rai memarkirkan motornya di Kafe yang tak jauh dari TK Harapan Satu. Kemudian ia berjalan di trotoar menuju taman.
Di depan TK ada penjual balon berbagai bentuk. Rai berhenti melangkah dan memperhatikan bentuk-bentuk balon itu, sampai akhirnya ia memutuskan beli balon hijau berbentuk t-rex.
Sampai di taman Rai mencari-cari keberadaan Sora. Semoga saja cewek itu beneran ada di taman seperti yang dikatakan Davian.
Mata Rai membulat mendapati seorang yang cari sedang duduk di kursi taman sambil memakan es krim.
Rai berlari menghampiri Sora, kemudian mengulurkan balon yang tadi ia beli pada Sora.
Sora terperangah akan kehadiran Rai yang tiba-tiba. Cewek itu menerima balon berbentuk dinosaurus galak dari Rai walau masih kebingungan.
"Lo ngapain di sini? Ini masih jam sekolah. Dari siapa lo tahu gue di sini?"
"Tanyanya satu-satu." Rai duduk di samping Sora.
Sora terus menatap Rai dengan kening yang berkerut. Rai terkekeh, mengulurkan tangannya dan mengusap lembut kerutan di dahi Sora.
"Temen-temen kelas khawatir banget lo tiba-tiba hilang. Terutama pak ketua kelas yang chat-nya nggak lo balas. Kelas jadi lumayan sepi nggak ada celetukan lo."
Mulut Sora semakin melongo. Tindak-tanduk laki-laki di depannya sangat tidak mencerminkan sosok Rai yang ia kenal selama ini. Mendatanginya lebih dulu itu bukan Rai sekali.
"Rai, lo nggak kerasukan, sakit, atau lupa minum obat kan?"
"Gue masih waras," jawab Rai sebelum Sora bertanya dia gila atau apa pun itu.
"Jadi kenapa lo bisa ada di sini?"
"Minta surat izin kasih ke guru terus keluar gerbang dan pergi ke sini."
"Lo nyamperin gue kan? Tahu dari mana gue di sini? Lo bukan cenayang."
"Bang Davian."
Sora mengangguk mengerti. Sekarang sahabatnya tahu dia bolos lagi karena Rai bertanya pada Davian.
Es krim di tangan kanan Sora mencair membuat Sora sadar ia sudah melupakan es krim itu karena kehadiran Rai.
Sora melahap es krimnya cepat-cepat, agar semakin tidak meluber ke tangannya. Rai yang menyaksikan itu jadi geli sendiri.
"Jadi ngapain lo di sini? Makan es krim di bawah matahari yang lagi panas-panasnya?"
"Lagi nunggu anak-anak TK bubarkan dan dijemput orang tuanya," jawab Sora, "gue lagi kangen Mama. Lihat anak-anak itu dijemput orang tuanya gue jadi ingat Mama yang sering jemput gue sepulang sekolah."
"Mama lo---"
"Udah nggak ada," lanjut Sora.
"Maaf," balas Rai.
Rai tidak tahu banyak perihal keluarga Sora. Sora hanya pernah sedikit membicarakan adik dan papanya.
"Nggak papa, Rai. Besok tujuh tahun setelah kepergian Mama. Gue sudah ikhlas kok Mama pergi duluan. Cuman gue nggak bisa mencegah perasaan rindu kepada Mama aja. Salah satu biar gue merasa lebih baik ya ke sini, main piano di rumah meski nggak mahir-mahir amat, dengerin lagu-lagu kesukaan Mama, baca jurnal Mama, dan masak."
Ragu-ragu Rai meraih bahu Sora dan dibawanya tubuh gadis itu dalam pelukannya. Mata Sora melotot kaget. Hari ini Rai penuh kejutan sekali.
Rai mengelus lembut punggung Sora. "Lo hebat dan gue yakin lo udah tahu itu," bisik Rai.
"Kata Papa, gue juga tumbuh jadi anak hebat," balas Sora sambil berbisik.
Rai mengurai pelukannya, menepuk bahu Sora sekali lagi. Ditatapnya wajah Sora yang memerah karena lama terpapar sinar matahari.
Sora yang ditatap seintens itu jadi salah tingkah. Ia memalingkan wajahnya asal tidak bertemu mata dengan Rai.
Senyum Sora terbit kala anak-anak TK keluar sekolah disambut ibu atau ayah mereka. Anak-anak itu mulai berceloteh di gendongan atau di gandengan orang tua mereka.
Senyum manis Sora tak luput dari pandangan Rai. Ingin sekali Rai mengecup sudut bibir Sora dan merasakan betapa manis senyum itu secara langsung.
Rai mengerjap, ia merasa ada yang salah dalam dirinya. Ia mulai menggaruk hidung bangirnya.
Gue habis salah makan kayaknya. Mungkin akibat perubahan menu sarapan yang Bunda buat?
"Yuk, pulang!" ajak Sora saat TK mulai sepi.
Sora bangkit dan dipegangnya erat balon pemberian Rai. Diambilnya ponselnya, ia nyalakan datanya dan begitu banyak chat masuk. Ia membalas pesan Davian dulu, menyuruh agar tidak perlu menjemputnya karena pangeran membawa balon t-rex sudah menjemputnya.
"Rai!" panggil Sora lagi karena temannya itu masih duduk sambil melamun.
"Ya?!" jawab Rai kaget.
"Ayo, pulang!"
"Ah, oke."
[ ]