"Jadi kita mau bawain lagu sendiri apa cover pas class meeting nanti?" tanya Seth pada ketiga temennya yang sudah tepar setelah latihan.
"Masih lama elah," keluh Nathan si penabuh drum.
"Ya, persiapan aja. Siapa tahu kita bisa buat lagu baru sebelum class meeting," balas Seth.
"Lo ada ide buat lagu baru?" tanya Alvin, pemain keyboard.
Seth menggidikan bahunya. "Belum ada inspirasi. Lo, Ra, udah punya ide buat lagu baru? Lo kan suka tiba-tiba buat lirik lagu."
Sora yang lagi menghitung sisa jeruknya mendongak membalas tatapan Seth. "Inspirasi belum datang menghampiri gue," jawab Sora singkat.
"Lo belum dapat cewek baru ya, Set? Biasanya kan lo buat lagu buat cewek-cewek lo," tanya Nathan.
Mata Sora membelalak. Ia menunjuk Seth. "Dia putus lagi?"
"Katanya yang kemarin ribet," jawab Alvin mewakili Seth.
"Ya, kalau nggak mau ribet jangan pacaran!" Sora menggeplak belakang kepala Seth.
Seth tidak membantah dan hanya nyengir tidak berdosa.
Sora memindai ketiga temannya. "Jeruk gue tinggal tiga! Siapa tadi yang ambil dua?!"
"Nathan!" jawab Seth sama Alvin bebarengan.
Nathan nyengir. "Maaf. Masih sisa banyak itu."
Sora mendengus. "Dimaafkan. Lo ulangi lagi kepala lo gue botakin!"
"Iya-iya."
"Ngomong-ngomong, seandainya kita cover mau bawain lagu apa? Lagu yang kita buat latihan tadi?" tanya Alvin mengembalikan topik obrolan tentang penampilan mereka nanti di class meeting.
"Gue pingin nyanyi lagu How to Dream milik Sam Phillips," jawab Sora.
"Lagu yang kalian mainin berdua tadi bagus," kata Nathan.
"Halah?"
"Hah?"
"Judul lagi yang gue nyanyiin tadi judulnya Halah, Nathan. Lagunya Mazzy Star," jelas Sora.
"Kita nanti nggak tahu urutan tampil nanti dan kita nggak tahu tampil berapa kali. Buat jaga-jaga kalian bisa tampil berdua kalau seandainya kita tampil setelah atau sebelum kelas gue sama Nathan tampil. Soalnya bakal ribet banget, rencananya kelas gue sama Nathan mau tampil drama musikal gitulah. Gue tanya Gea katanya perlu make up segala," ucap Alvin.
"Seandainya kita cuman tampil satu kali gimana?!" tanggap Sora.
Seth menenangkan Sora yang mulai heboh. "Gak mungkin. Tahun kemarin kita tiga kali tampil padahal kita-kita anak baru. Acaranya sampai malam, Ra."
"Oke-oke."
"Jadi ingat Sora baru masuk sekolah udah disuruh nyanyi sama Senior iya-iya aja," ucap Nathan.
"Suara gue bagus. Jadi gue percaya diri," balas Sora.
"Itulah cikal-bakal Bang Randi angkut Sora ke ekskul Band," timpal Seth.
"Kuping Bang Randi emang nggak bisa diragukan lagi." Sora tersenyum bangga.
"Gue seneng Ra lo percaya diri. Jadi lo percaya nggak lo jodoh gue?" Alvin menaik-turunkan alisnya menggoda Sora.
Sora memutar bola matanya malas.
"Maklum ya Ra dia habis nyemil kecubung," timpal Nathan, dia menimpuk Alvin dengan stik drum yang dibawanya.
"Biasanya gue yang sepik-sepik. Jangan ambil kerjaan gue dong, Vin," protes Seth.
"Duh, jadi malu direbutin."
"Bubar-bubar! Kagak ada yang beres!" Nathan beranjak lebih dulu sebab sudah tidak kuat menghadapi tingkah temannya yang mulai tidak beres.
🍬🍬🍬
Sora: gua tunggu di taman belakang sekolah.
Taman belakang sekolah lebih rimbun daripada taman depan. Di taman belakang ada pohon Mangga sama pohon kelengkeng, ketika kedua pohon itu berbuah banyak sekali murid yang nongkrong di bawahnya.
Sora pernah sampai merujak di bawah pohon Mangga bersama anggota bandnya. Mereka merelakan waktu latihan mereka untuk memetik mangga dan memakan rujak buatan Sora. Seth dan Nathan kebagian manjat.
Sekarang Sora sedang duduk jongkok di bawah pohon mangga sambil memberi makan anak kucing yang tadi menghampirinya. Kedua telinga Sora tersumpat earbuds, lagu Here, There, and Everywhere milik The Beatles mengalun.
Anak kucing itu sudah menghabiskan satu bungkus sosis dan Rai masih belum datang. Sora masih sabar menunggu. Akan Sora pastikan Rai berterima kasih pada anak kucing imut itu, karena kucing itulah Sora masih betah menunggu.
Kala Sora membelai bulu hitam si anak kucing datanglah sepasang sepatu di depannya. Ia mendongak dan mendapati si pemilik sepatu ngos-ngosan.
"Maaf gue lama," ujar Rai, menyesal.
Sora melepas earbuds di telinganya. "Berterima kasihlah pada Rachel, Rai."
Kening Rai berkerut. Di taman belakang hanya ada dirinya dan Sora. Lantas Rachel yang dimaksud Sora itu siapa? Jangan bilang Mbak Kunti penunggu pohon kelengkeng!
Tapi sejak kapan Sora jadi indigo?
"Rachel? Mbak Kunti, ya?" tanya Rai.
Sora bangkit berdiri sambil mengendong anak kucing yang tadi diberinya makan, kemudian menabok lengan Rai. "Enak aja kucing imut kayak gini lo samain sama Mbak Kunti!"
Rai mundur dua langkah dari Sora melihat sosok kecil mengeong di gendongan Sora. "Dia Rachel?"
"Yup. Cantik kan?"
"Emang dia cewek?"
"Iya. Duduk yuk!" Sora berjalan mendahului Rai duduk di kursi taman tak jauh dari pohon Mangga.
Rai duduk di samping Sora dengan tetap memberi jarak. Anak kucing itu terus menatapnya membuatnya bergidik.
"Takut kucing, ya? Atau ada alergi?" tanya Sora.
"Nggak kok."
Gengsi dong gue bilang takut sama anak kucing ke Sora! Cuman gara-gara pernah diikuti anak kucing waktu pulang sekolah pas SD.
"Tadi latihannya lebih lama dari biasanya makanya gue lama datangnya," kata Rai.
"Mau tanding, ya?"
"Iya. Lo sendiri pasti udah nunggu dari lama."
"Lumayan. Latihan band gue tadi nggak terlalu lama jadi ya gitu deh."
Rai menselonjorkan kakinya dan menyenderkan bahunya di senderan kursi. Capek sekali lari dari gymnasium ke taman belakang. Ia takut Sora tidak menunggunya karena kelamaan.
"Nih." Sora mengangsurkan dua buah jeruk ke pangkuan Rai.
"Eh?"
"Makan aja. Gue lihat lo capek banget. Air di tumbler gue udah habis jadi itu aja."
Dengan hati senang Rai langsung mengupas jeruk pemberian Sora. Rasa jeruknya sedikit masam tapi bisa mengatasi tenggorokannya yang kering.
"Lo selalu bawa makanan, ya?"
"Gak juga. Cuman pas latihan band pasti bawa, buat nyumpal mulut anggota band gue yang kalau udah adu mulut susah buat didamaikan. Tadi gue bawa delapan jeruk sisa tiga, satu gue makan sambil nunggu lo."
Rai mengangguk-angguk mengerti. Mulutnya tidak berhenti memakan jeruk sampai tak bersisa.
Keheningan di antara mereka diisi oleh meongan kucing di pangkuan Sora. Rachel mengusap-usap kepalanya di perut Sora. Sora terkekeh geli.
"Jadi kerja kelompok habis ini?" tanya Sora.
Baru Rai akan menjawab, tetapi urung mendapati rambut Sora yang diikat seadanya sudah awut-awutan. Seragam kusut dan wajahnya berminyak. Ia baru menyadari penampilan Sora jauh dari kata rapi.
Pasti cewek itu sudah lelah. Kegiatan Sora hari ini lumayan padat, meskipun kegiatan menjahilinya sudah dikurangi. Dari membantu menemani Anya di UKS, menagih kas mengantikan Anya, menghadapinya yang tiba-tiba sensi, dan latihan band.
"Besok aja gimana?"
"Boleh-boleh. "
Rai berdehem, mengusap ujung hidungnya. "Lo udah nggak ikut ekskul radio, ya?"
Rai merutuki dirinya. Kenapa gue tanya langsung? Kan jadi kelihatan banget kalau gue sering dengerin radio sekolah. Tapi gue penasaran banget.
Sora terkekeh. "Ciee, lo sering dengerin gue dong berarti. Sampai tahu gue udah nggak siaran lagi."
"Lo beneran keluar?"
Setiap malam Minggu dari jam setengah enam sampai jam tujuh malam Sora menjadi penyiar. Membawakan pesan-pesan dari warga sekolah, tak jarang guru juga ada biasanya sih mengingatkan tugas, terus memutarkan musik request mereka. Bahkan ada pula siaran malam Minggu itu dijadikan ajang menyatakan cinta secara anonim.
Pembawaan Sora yang santai kala menyiarkan Radio membuat siapa pun yang mendengarkan merasa nyaman. Jangan lupakan kekehan atau tawa Sora yang selalu membuat Rai ikut tertawa.
Mendengarkan suara Sora di radio berhasil membuat Rai menjadi seperti orang gila. Tertawa sendiri. Namun, Rai sangat terhibur.
Di luar malam Minggu Sora juga kadang siaran, meskipun jarang. Jadwal tetapnya ya malam Minggu itu.
"Ya, begitulah," jawab Sora, terdengar menggantung.
Rai sangat ingin bertanya kenapa Sora keluar, tetapi ia merasa tidak enak. Bukannya tadi siang ia baru saja mengatai Sora yang suka ikut campur sama urusan orang.
Rai kembali merasa menyesal.
"Lo pulangnya sama siapa?" tanya Rai.
"Mau-mau!" Sora tertawa.
"Apanya mau-mau?"
"Lo mau nawarin tumpangan kan?!"
Rai menepuk dahinya pelan. Cewek ini memang ajaib.
"Pulang sekarang?"
"Rai, beneran nawarin tumpangan ke gue, Chel! Keajaiban! Dia nggak takut gue terkam dari belakang! Dia udah jadi pemberani," gumam Sora heboh pada kucing di pangkuannya.
Rai masih mendengar jelas gumaman Sora. Walau begitu ia menyunggingkan senyum.
"Ayok!"
Sora menaruh Rachel di bawah pohon mangga tadi. Tak mungkin ia bawa pulang, bisa-bisa Papa bersin-bersin nanti. "Besok ketemu lagi ya, Chel," pamit Sora.
Sora pergi mendahului Rai yang masih berdiri di bawah pohon Mangga, beradu tatap dengan Rachel.
Takut-takut Rai jongkok dan menepuk pelan kepala kecil Rachel. "Terima kasih, Chel, udah nahan si macan nggak jadi pulang duluan."
[ ]