Dengan bersemangat Sora berjalan di koridor kelas 11 jurusan IPS sambil memegang erat tali tasnya. Mulutnya mendendangkan lagu Love Grow pelan.
Seringaian terbit di bibirnya saat sampai di depan kelas 11 IPS 2. Ia mengeluarkan sebuah novel berjudul Satu Kelas dari dalam tasnya, baru saja tadi ia meminjam novel itu dari perpustakaan.
Sora melongokkan kepalanya ke dalam kelas itu. Senyumnya merekah mendapati Rai dan Milo yang sedang mengobrol di bangku pojok belakang.
"Milloo!" panggilannya dengan mendayu.
Yang dipanggil pun menoleh sambil mengerutkan alisnya. Rai pun ikut melihat Sora yang melongokkan kepalanya di pintu kelas.
"Apaan?" tanya Milo.
Sora menunjukkan novel yang dipegangnya. "Taraaa!"
"Dia bakal nyiksa gue!" Milo langsung melesat menghampiri Sora, tetapi sangat disayangkan Sora segera pergi ketika melihat Milo beranjak dari bangkunya.
Terjadilah aksi kejar mengejar di koridor kelas yang ramai. Rai menonton kedua aksi Tom and Jerry itu dari jendela kelas Milo. Bukan hanya kali ini Rai melihat Sora dan Milo kejar-kejaran layaknya film India, kedua orang itu suka sekali berebut buku. Milo yang mageran itu harus meladeni Sora yang baterainya 200%.
Beberapa menit kemudian Sora dan Milo kembali ke kelas dengan Sora yang lehernya dipiting Milo. Bukannya mengomel karena harus berdekatan dengan ketek Milo Sora malah terkekeh.
Milo mendudukkan Sora di kursi depan bangkunya. Napas Milo ngos-ngosan. "Rasanya gue habis maraton."
"Gue balik ke kelas," pamit Rai. Percayalah berdekatan dengan Sora dengan waktu yang lama itu bikin dirinya garuk-garuk hidung. Bukan bikin alergi, tapi bikin kurang nyaman aja.
"Ikut!" sahut Sora.
Rai kembali duduk di kursi Milo. "Nggak jadi."
"Mana bukunya!" todong Milo.
"Gak bisa gitu dong. Kan gue yang pinjam duluan."
"Iya, nanti gue balikin ke lo kalau gue udah baca."
"Gue mau baca duluan."
"Nanti lo kasih spoiler mulu ke gue. Gue bisa gila, Sora!"
Rai menaruh siku ke atas meja dan menopang pipi kanan. Ia baru mendapatkan tontonan gratis. Dan sangat disayangkan ia tidak bisa melewatkan tontonan itu karena jika ia pergi maka Sora akan mengikutinya kemana pun ia pergi, seperti benalu yang menempel pada inangnya.
Sora mengedikkan bahunya. "Biar seru, Milo!"
"Gue udah antre lama novel itu di perpustakaan."
"Ya, sama."
Milo menoleh ke arah Rai. "Kenapa orang jahat selalu menang?" tanyanya yang Rai tanggapi dengan mengangkat bahu ringan.
"Gue kasih pinjam novel lain mau? Novel gue sendiri."
"Nanti lo spoiler juga!"
"Nggak kok. Ceritanya bagus loh, yakin nggak mau?"
"Ya udah, apa?"
Sora melepaskan tas ransel dari bahunya dan meletakkannya di meja Milo. Ia membuka ranselnya dan mencari-cari novel yang akan ia pinjamkan pada Milo.
Ia mengeluarkan satu toples kecil kaca berisi cookies coklat dan tiga novel yang baru ia pinjam di perpus, setelah itu barulah ia menemukan novel yang dicarinya.
Rai melongok untuk melihat isi tas Sora yang selalu dibawa ke mana-mana. Sebagian ruang di tas Sora diisi buku, kotak pensil, stoples cookies yang baru saja gadis itu keluarkan, ada pula tumbler yang sudah pasti berisi air mineral, kalau isinya jin gak mungkin.
Tidak ada harta karun di tas Sora dan Rai kecewa akan fakta itu.
"Nih." Sora menyerahkan novel bercover hitam itu pada Milo.
"Wedding With Converse," gumam Milo membaca judul novel.
"Dari novel itu kita belajar nikah dini gak mudah, emang nggak boleh sih harusnya. Ada satu dialog dari tokoh ceweknya yang jleb banget, 'Nikah? Emang kita mampu, Kal? Ngerjain PR aja masih ngeluh'."
"Oke, nanti gue baca." Milo memasukkan novel itu ke dalam tasnya.
"Kalau ini mau nggak?" Sora menawar cookies- nya pada kedua cowok di depannya sebelum memasukkan kembali ke dalam tasnya.
Tanpa banyak bicara Rai langsung mengambil cookies di toples diikuti oleh Milo. Rai paling tidak bisa menolak makanan.
Rai mengangguk-angguk kala rasa coklat memenuhi mulutnya.
Enak.
"Gimana enak nggak? Ini buatan gue sendiri."
Rai diam, ia tidak akan memuji Sora dan membuat dia besar kepala.
"Enak," jawab Milo mewakili Rai. "Lo buat pakai bahan-bahan apa nih?"
"Tiga buah kumis kucing, beberapa genggam daun kelor, setengah kilo kerikil---"
"Sinting!"
Rai sangat senang Milo mewakili suaranya.
"Tapi eksperimen gue berhasil." Sora tersenyum cerah.
"Eksperimen?" tanya Rai. Kali ini Rai tidak dapat menahan untuk tidak bertanya.
"Yup. Gue suka bereksperimen dalam masak memasak."
"Jadi kita sekarang jadi kelinci percobaan lo?" tanya Milo.
"Adek gue nggak mau coba tadi pagi. Bokap gue pagi-pagi buta udah pergi ke kantor gara-gara mau rapat. Si Vivi dah ngacir duluan waktu gue tawarin."
"Udah berapa korban yang tumbang gara-gara eksperimen lo."
"Dua," jawab Sora yang bikin Rai tersedak.
Tidak menuntut kemungkinan gue bakal tumbang juga kan? Mana gue udah habis lima biji.
"Adik gue sama Papa pernah diare gara-gara makan bakso isi buatan gue. Tapi mereka melewati semua itu kok."
Milo menunjuk cookies yang baru separuh ia gigit. "Cookies ini aman kan? Gue nggak mau diare."
"Aman kok. Bahan yang gue pakai juga belum kadaluarsa."
"Kalau gue kenapa-kenapa lo mau tanggung jawab?" tanya Milo.
"Lo hamil?"
Rai mendengus. Percayalah berdebat dengan Sora hanya akan buang-buang waktu.
"Oh ya, kalian bisa ke rumah gue aja kalau mau makan masakan gue lagi. Di rumah gue banyak makanan." Sora menaik turunkan alisnya pada Rai.
"Nggak usah makasih."
Sedoyan-doyannya sama makanan Rai tidak akan pernah ke rumah Sora. Ia tidak akan melempar dirinya ke kandang macan dengan sukarela.
"Terima kasih kembali."
π¬π¬π¬
"Sebelum kalian keluar kelas tugas matematika Minggu kemarin bisa dikumpulkan di meja guru. Kalau sudah dikumpulkan bisa langsung keluar kelas," kata Pak Henry.
Murid-murid kelas 11 IPA 3 berbondong-bondong mengumpulkan buku tugas mereka di meja guru. Sora sengaja mengantre di belakang Rai.
Begitu keluar kelas Rai langsung menuju tempat loker untuk mengambil jersey basketnya. Hari ini ada latihan ekskul basket juga seleksi untuk ketua basket yang akan menggantikan ketua basket yang sudah kelas 12.
Rai membuka pintu lokernya kala sebuah suara menginterupsinya.
"Wah, mau latihan, ya?" tanya Sora.
"Ngapain lo ngikutin gue?"
"Mau banget diikutin nih?" Sora menaikkan satu alisnya.
Rai mendengus, lalu buru-buru mengambil jersey basketnya. Ia tidak ingin berlama-lama dengan cewek yang namanya berarti langit itu.
Sora menaruh sebagian bukunya di loker. Saat Rai akan beranjak sengaja ditahannya.
"Kalau gue semangatin pas lo latihan mau?" Sora menirukan gerakan anak cheerleader. "Rai! Semangat! Fighting!"
"Yang ada gue malu nanti," balas Rai.
"Nanti gue kasih cium jauh."
"Nggak usah, terima kasih." Rai bergerak pergi diikuti Sora.
"Lo udah nolak gue dua kali hari ini."
"Makanya berhenti nawarin gue."
"Tapi lo mau cookies gue."
"Iya iya, terima kasih sekali lagi."
Sora terkekeh. "Gue ada di tribun penonton paling depan."
Sora melenggang pergi mendahului Rai. Sedang, Rai hanya menghembuskan napas kasar.
Di gymnasium sudah ramai oleh anak-anak basket, anak cheerleader, maupun murid yang menonton jalannya latihan dua ekskul itu.
Sora turut meramaikan gymnasium dengan duduk di tribun paling depan bersama anak kelas 10 yang baru saja tadi ia ajak kenalan. Rata-rata anak kelas 10 yang ia tanyai menjawab ingin menonton Ziel, kapten basket yang sebentar lagi turun tahta gara-gara waktunya akan didedikasikan untuk pelajaran di kelas 12 juga ujian.
Ziel memang rupawan sekali sayang sudah memiliki pawang yang tak kalah paripurna. Apakah anak-anak kelas 10 itu sudah tahu idolanya sudah punya kekasih? Malang sekali nasib anak baru itu.
Latihan dimulai. Mata Sora selalu mengikuti Rai. Tiga kali Rai gagal memasukkan bola ke ring. Namun, cowok itu tetap bersemangat.
Keringat yang membanjiri dahi dan leher Rai membuat ketampanan Rai menaik pesat di mata Sora. Rambut gondrong Rai yang lepek tidak membuat pesona Rai luntur seketika.
Ponsel yang berdering mengalihkan fokus Sora. Ia mengambil ponsel di sakunya. Sera, adiknya menelpon.
"Hai, sayang," ucap Sora.
"Aku kelaparan."
"Perut kamu tidak membiarkan kakak bersenang-senang."
"Kakak lagi kencan? Siapa laki-laki yang tidak beruntung itu?"
"Kakak nggak kencan! Jangan ejek ke jombloan kakak, Gadis Kecil!"
Di seberang sana terdengar Sera tertawa.
"Kakak pulang. Suruh Mery bersabar."
"Siapa Mery?"
"Cacing di perutmu."
"Baiklah-baiklah, Mery akan bersabar."
"Dah, Mery, dah Seryl."
Sora memutuskan panggilan. Ketika ia akan beranjak ia menyempatkan diri sekali lagi melihat Rai.
Kasih cium jauh gak ya? Gak deh dia gak lihat.
Tidak lama setelah kepergian Sora latihan basket usai. Rai beristirahat bersama kawannya di pinggir lapangan. Ia menyapukan pandangannya di tribun penonton. Ternyata si Langit tidak ada di sana.
Dia beneran nonton gue nggak sih? Tapi kok gue kayak ngarep gini? Padahal yang ada di tim basket bukan cuman gue doang. Ada si Vivi alias Davian sama si Ziel yang penggemarnya berjibun.
[ ]
βββa.n: Tinggalkan jejak ya kawan-kawan:))