Loading...
Logo TinLit
Read Story - Batas Sunyi
MENU
About Us  

Sabda

Akhirnya setelah semalaman berpikir, setelah dapat tekanan dari Ethan, aku nggak gentar. Aku justru semakin yakin kalau aku naksir sama Aya. Soal aku trauma sama cewek cantik, ya, aku masih punya trust issue. Tapi buat Aya ini jelas beda. Aya beda dari cewek lain yang berbondong-bondong caper sama aku. Itu sudah hukum alam ketika wajahmu yang dianugerahkan di atas rata-rata, pasti jadi magnet buat kaum hawa. 

Aku terus-menerus berlatih di depan cermin. Mengeluarkan semua variasi kalimat yang nggak cringe amat untuk aku utarakan di depan wajah Aya yang most of the time kelihatan selalu datar dan lempeng seperti manusia tanpa ekspresi. Dia ketawa sekalipun (yang jarang itu), matanya nggak bisa bohong, matanya masih menyembunyikan banyak sekali luka yang entah mengapa bikin aku merasa harus terus bersamanya.

Aku ingat betul kapan rasa itu mulai tumbuh. Tadinya aku memang beneran iseng soalnya dia dingin banget seperti kulkas dikasih nyawa. Lalu aku mulai sadar bahwa dia beda, tapi dia sama. Dia beda sama orang kebanyakan, dia sama kayak aku dalam beberapa hal. Entah hal ini juga dirasakan oleh Aya atau hanya aku saja.

Momen itu saat dia tiba-tiba memberikan cookies hasil buatannya sendiri. Dia memasukkan cookies-nya ke dalam toples dan dia menyelipkan surat di sana. Surat yang berhasil mempermalukanku sebagai cowok karena aku nangis dibuatnya.

Biar kuperlihatkan pada kalian apa isi suratnya. Dia random sekali tiba-tiba memberikanku cookies. Kalau jadi ftv sepertinya judulnya akan 'cinta dalam sekeping cookies' deh.


Hi Sabda,
You’re probably wondering why I gave you these cookies.
Anyway, I made them myself—hope you like the taste. InsyaAllah, they’re safe to eat, you won’t get food poisoning or anything. I did a few trial-and-error attempts beforehand. Nikel has also tried them and said they’re good.

Anyway, thank you for always being someone so cheerful and warm. The people around you are lucky to know you—including me. I feel lucky to know someone as amazing as you.

I realize that behind your smile, sometimes you're trying hard to hide your pain. I’ll never ask what happened to you. What matters is that you’re someone incredible who keeps trying to look okay, even when your world is falling apart.

But you don’t always have to look strong. It’s completely human to fall, to cry, to feel angry.

Enjoy these not-so-great cookies—just like how you’ve often shared snacks with me.

Your friend,
Aya

Cookies-nya sih sekarang jelas sudah habis. Saking sayangnya (kalau aja nggak expired) pasti sudah kumuseumkan. Yang masih kusimpan toples, pita, dan suratnya. Aku simpan baik-baik di dalam kamarku.

Namun ketika hari aku ingin confess, lidahku kelu, aku gagal. Aku tidak berani mengungkapkan. Apakah aku terlalu percaya diri Aya akan berakhir bersamaku, sampai-sampai aku tidak segera menyatakan perasaanku? Wake up, Sabda! Jodoh itu diperjuangkan bukan jelas tercatat namanya siapa atau siapa. Kalau kau terlambat, cepat atau lambat Aya akan diembat cowok lain.

Hari itu tanganku dingin bukan main. Wajahku mungkin terlihat santai dan biasa saja tapi kedua tanganku benar-benar dingin.

Malam itu Aya memilih makan di angkringan saat kuajak makan di kafe. Katanya ini tanggal tua, anak kos pasti lagi kere kerenya, padahal aku tidak mengenal tanggal tua. Orangtuaku selalu kasih uang bulanan, aku juga selalu bisa dapat uang dari freelance dan hasil putar uang di saham.

"Beneran kamu mau makan di angkringan aja?" tanyaku memastikan. Benar kan, dia beda dari cewek kebanyakan yang senang dengan kafe estetik untuk memberi makan Instagram atau Tiktok mereka. Ya nggak apa-apa sih, kebahagiaan orang memang beda cuman sekali lagi aku tegaskan, Aya minoritas. 

Jawabannya saat itu juga bikin hatiku melorot. "Iya, aku tiba-tiba pengen makan lele. Lagian enak tahu makan di angkringan terus lesehan gitu sambil lihat orang berlalu-lalang. Hitung-hitung jadi sumber rejeki para pejuang rupiah yang kadang sehari aja lakunya juga cuman berapa porsi sih." 

Hatiku hangat mendengarnya. Kulihat Aya mencari-cari sesuatu, mulai dari saku celana hingga mengobok-obok tas miliknya. 

"Cari apa, Ay?"

"Kuciran. Lupa kan aku taruh di mana."

Oleh karena tidak berhasil menemukan ikat rambut yang ia cari, Aya terpaksa menggelung rambutnya. Dengan sedikit gerakan, rambut Aya yang lumayan panjang itu kini sudah seperti konde tanpa bantuan alat apapun. Bagaimana dia melakukannya?

Aya pesan lele goreng, aku pesan dada ayam bakar. Sejak aku tahu beberapa lele makan kotoran manusia, aku tidak berani makan. Namun melihat Aya makan dengan lahap membuatku sedikit menelan ludah. Jujur, lele itu enak, aku hanya nggak sampai hati untuk makan. 

"Kamu lapar banget, Ay?"

"Tadi siang aku lupa makan soalnya ngerjain tugas."

"Ish, ya Allah. Makan sampe lupa. Apa perlu aku reminder tiap hari?"

Aya terkekeh pelan sambil melanjutkan makannya dengan lahap. Dia request sambal bawangnya dibanyakin. Aku transfer kemangi ke piring Aya. Aku sudah bilang tidak suka kemangi, namun karena Aya suka memang sengaja tidak kuminta hilangkan. Aya suka kemangi, dia bisa habis hanya menyisakan batangnya.

Aku selesai makan lebih dulu, seperti biasa. Selahap dan secepat apapun makannya, Aya tetap akan selesai sekitar 10 menit setelah aku selesai. Aku sudah hafal betul. Aya tipikal yang mengunyah satu suapan hingga 20an kali sedangkan aku 8 kali sudah langsung kutelan.

Kalimat confess sudah berhenti di ujung bibir. Aku juga merasa sangat aneh kalau nyatain perasaan di angkringan. Akhirnya malam itu aku batal confess dan pulang-pulang rasanya aku menjadi orang paling pengecut sedunia.

Pernah nggak ya, Aya bertanya-tanya 'selama ini kita tuh apa?'. Dia install dating app atau nggak ya di smartphone-nya? Atau... diam-diam ada yang ajak dia taaruf nggak, ya? Ah, pusing aku!

Badanku kuhempaskan ke atas kasur. Kupandangi langit-langit kamar dengan perasaan tidak tenang. Aku harus atur rencana lain besok. Sekarang aku harus tidur dan melupakan semua kepayahanku hari ini.

Supaya tidak lupa, aku meraih satu bungkus kuciran isi 3 ke dalam ranselku. Tadi sepulang dari mengantar Aya pulang, aku mampir sebentar ke toko.

Besoknya, pagi-pagi sekali saat aku sedang goreng telur ceplok, Bian bikin sambel kecap, dan Karel bikin sop biar berak kita lancar, terdengar suara klakson mobil dibunyikan 3 kali. Seperti sebuah kode sehingga aku dan dua kawanku ini langsung tahu siapa gerangan tamu yang datang.

"Assalamualaikum!" segera setelah pintu dibuka, secara mengejutkan kulihat senyum Bunda, Papa, dan adekku merekah. Masing-masing dari mereka membawa sesuatu. Papa yang bawa paling berat.

"Buah biar berakmu lancar." Tsana mengulurkan kantong besar berisi buah-buahan. Kuterima buah pemberian Tsana dan langsung mencubit pipinya sekilas.

"Eh, ada tamu. Masuk dulu Om, Tante...." Bian melirikku dan adikku bergantian. Dari kode matanya dia lupa siapa nama adikku. 

"Tsana." jawabku cepat tanggap.

"Iyaa Om, Tante, Dek Tsana. Monggo masuk. Maaf berantakan." 

Dari dalam Karel membawakan tikar gulung gambar doraemon yang segera dia gelar karena sofa hanya cukup buat 3 orang.

"Alah repot-repot." ucap Bunda saat tangannya dikecup pakai jidat oleh Bian dan Karel bergantian.

"Nggak Tante, aman aja. Karel tinggal ke dapur sebentar ya mau matiin kompor."

"Lagi masak, ya? Wahhh... Masak apa? Tante bawakan sarapan juga buat kalian." Bunda mengeluarkan isi box catering dan membagikannya secara rata pada kami. Dibesuk orangtua rasanya seperti dapat donasi dari dermawan.

"Masak sop sih tante. Tadi Sabda goreng telor." jawab Karel sopan sebelum akhirnya menghilang ke dapur.

"Pagi ini kita makan ini aja, yang barusan kita masak buat makan siang." Bian memberi ide segera setelah melihat isi box-nya: nasi, sayur kacang panjang tumis, ayam bakar madu, sambal, lalapan, kerupuk, dan potongan semangka. 

Tidak berapa lama kemudian kami duduk melingkar agak berdesakan karena ruang tamu tidak terlalu luas.

"Itadakimasu!" pekik Bian segera setelah selesai berdoa bersama, dia yang pimpin doa juga. Gesrek-gesrek begitu dia sering jadi imam sholat.

Kami mulai makan dengan khidmat. Bunda dokter spesialis saraf dengan jadwal yang padat dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain plus ngajar. Papa bekerja di perusahaan tambang posisi cukup crusial. Tsana murid kelas dua sekolah menengah yang kadang bau bawang karena masa puber, tapi hari ini dia wangi semerbak karena masih pagi dan belum keringatan.

"Gimana cowokmu yang kemarin?" tanyaku.

"Putus." jawab Tsana enteng tanpa beban.

"Syukur deh." jawabku segera. Tiba-tiba saja aku teringat pada Ethan. Apa ini yang juga dia rasakan hingga tidak senang aku dekat dengan Aya?

Kalau aku tidak setuju dengan cinta monyet Aya karena menurutku muka cowoknya (sekarang mantan) yang bernama Bram itu mesum. Aku sempat stalk Instagram-nya juga dan gayanya sok punk. Oh iya, dia juga bau ketek. Selain mata yang bisa dibutakan cinta, hidung juga bisa dimampetkan oleh cinta sepertinya. Sampai bau pahit ketiak bisa ditoleransi oleh hidung Tsana.

"Semalam Bunda mimpi kamu, makanya pagi-pagi langsung gedor rumah tetangga yang punya catering biar kita bisa sarapan bareng." Bunda tertawa dengan anggun, nada ketawa manusia berduit. Papa memang lebih introvert dibandingkan Bunda, makanya Papa bukanlah tipe orang yang senang membuka obrolan.

"Kakak kenapa nggak tinggal di rumah aja sih? Aku jadi kesepian tahu."

"Kan ada Bibi Jum sama Pak Baron di rumah." Bibi Jum nama ART rumah, Pak Baron satpam di rumah kami.

"Ya kan beda, Kak. Jadinya aku sering nggak di rumah, soalnya ya ngapain juga di rumah nggak ada yang bisa diajak ngomong." Tsana, si paling vokal. Dia makan dengan kecepatan yang hampir sama denganku, kadang juga dia tambah porsi. Tipikal cewek nggak jaim yang kalau mau makan ya makan aja, kalau masih lapar ya gas terus aja.

Mendengar ucapan Tsana, ada sedikit perasaan bersalah. Setiap sudut rumah itu, selalu membuatku merasa tidak berguna. Foto kemenangan, berbagai penghargaan, bahkan berita soal pertandingan selalu dicetak Papa lalu dipajang pada hampir setiap sudut rumah. Makanya, aku putuskan meninggalkan rumah dan mencari ketenangan di sini.

"Maaf ya, aku belum bisa balik. Kalau kangen aku, boleh kok sering-sering main ke sini tapi ngabarin dulu biar kamu ke sininya pas aku ada di kontrakan." 

"Kalau semua yang bikin kakak inget soal pelatnas disingkirin, gimana? Apa kakak juga tetap nggak akan pulang?"

Bunda, Papa, Bian, serta Karel diam-diam melirikku sekilas setelah pertanyaan Tsana terlontar, lalu kembali fokus makan hidangan di hadapan mereka. Aku yakin telinga mereka semua stand by ingin dengar jawabanku.

"Ntar deh kapan-kapan aku tidur di rumah. Tapi belum dalam waktu dekat ya." Kupijat lembut lengan kecil Tsana yang cuman menghela napas.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mistress
2536      1286     1     
Romance
Pernahkah kau terpikir untuk menjadi seorang istri diusiamu yang baru menginjak 18 tahun? Terkadang memang sulit untuk dicerna, dua orang remaja yang sama-sama masih berseragam abu-abu harus terikat dalam hubungan tak semestinya, karena perjodohan yang tak masuk akal. Inilah kisah perjalanan Keyra Egy Pillanatra dan Mohamed Atlas AlFateh yang terpaksa harus hidup satu rumah sebagai sepasang su...
MY MERMAN.
610      450     1     
Short Story
Apakah yang akan terjadi jika seorang manusia dan seorang duyung saling jatuh cinta?
Aldi: Suara Hati untuk Aldi
373      271     1     
Short Story
Suara hati Raina untuk pembaca yang lebih ditujukan untuk Aldi, cowok yang telah lama pergi dari kehidupannya
Trasfigurasi Mayapada
201      155     1     
Romance
Sekata yang tersurat, bahagia pun pasti tersirat. Aku pada bilik rindu yang tersekat. Tetap sama, tetap pekat. Sekat itu membagi rinduku pada berbagai diagram drama empiris yang pernah mengisi ruang dalam memori otakku dulu. Siapa sangka, sepasang bahu yang awalnya tak pernah ada, kini datang untuk membuka tirai rinduku. Kedua telinganya mampu mendengar suara batinku yang penuh definisi pasrah pi...
PurpLove
365      300     2     
Romance
VIOLA Angelica tidak menyadari bahwa selama bertahun-tahun KEVIN Sebastian --sahabat masa kecilnya-- memendam perasaan cinta padanya. Baginya, Kevin hanya anak kecil manja yang cerewet dan protektif. Dia justru jatuh cinta pada EVAN, salah satu teman Kevin yang terkenal suka mempermainkan perempuan. Meski Kevin tidak setuju, Viola tetap rela mempertaruhkan persahabatannya demi menjalani hubung...
KAU, SUAMI TERSAYANG
664      458     3     
Short Story
Kaulah malaikat tertampan dan sangat memerhatikanku. Aku takut suatu saat nanti tidak melihatku berjuang menjadi perempuan yang sangat sempurna didunia yaitu, melahirkan seorang anak dari dunia ini. Akankah kamu ada disampingku wahai suamiku?
Loker Cantik
543      411     0     
Short Story
Ungkapkan segera isi hatimu, jangan membuat seseorang yang dianggap spesial dihantui dengan rasa penasaran
HOME
321      239     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Finding Home
1990      940     1     
Fantasy
Bercerita tentang seorang petualang bernama Lost yang tidak memiliki rumah maupun ingatan tentang rumahnya. Ia menjelajahi seluruh dunia untuk mencari rumahnya. Bersama dengan rekan petualangannya, Helix si kucing cerdik dan Reina seorang putri yang menghilang, mereka berkelana ke berbagai tempat menakjubkan untuk menemukan rumah bagi Lost
27th Woman's Syndrome
10655      2045     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan