Loading...
Logo TinLit
Read Story - Batas Sunyi
MENU
About Us  

Elaine

Hari ketiga, kondisi Nikel membaik dan sore nanti dia sudah boleh pulang, rawat jalan. Aku sudah meminta Mbok Dijah stand by di rumah. 

Seperti orang sakit pada umumnya, beberapa hari terakhir Nikel kedatangan besukan dari teman-teman sekolah, teman basket, termasuk teman dekatnya.

Dan ada satu kedatangan sosok yang sebenarnya membuatku kurang nyaman. Sebenarnya tidak apa-apa, hanya saja... aku kurang nyaman. Bukannya tidak suka.

"Alhamdulillah udah enakan sih, Mas." ucap Nikel menyahut pertanyaan dari sosok tinggi menjulang itu. Namanya Setha. Crush-ku dari jaman SMA yang juga teman baik Nikel karena dulu kami pernah bertetangga sebelum dia pindah.

Aku mengaguminya dengan amat sangat karena dia itu keren. Dia punya banyak prestasi: akademik, olahraga, bahkan musik. Dia serba bisa. Dia idola. Memang salahku kagum pada seorang idola yang friendly-nya luar biasa. Aku baper pun karena dia sangat friendly. Sampai aku sadar, suka sama cowok friendly adalah rasa sakit yang aku rencanakan.

Entah Setha tahu atau tidak kalau aku suka padanya. Dia menatapku yang sedari tadi sok sibuk beres-beres barang bawaan kami karena sore nanti Nikel sudah bisa pulang.

"Long time no see, Aya." tegurnya. Saking gugupnya aku sampai membuat skincare ku berhamburan di lantai karena tidak sengaja menjatuhkan pouch yang sedang kubereskan isinya.

Alhasil Setha membantuku memunguti moisturizer yang menggelinding sampai berhenti di ujung kakinya yang mengenakan sepatu putih merek puma.

Entahlah hanya perasaanku atau bagaimana tapi sepertinya Setha tahu aku suka padanya. Bahkan sampai saat ini pun aku masih mengaguminya.

"You okay? Kamu kelihatan capek banget, Aya." ucapnya mengulurkan moisturizer milikku. 

"I'm fine, tadi tanganku cuman kepleset aja jadinya tumpah semua isi pouch-ku. Iya udah lama nggak lihat Mas Setha." jawabku dingin. Aku masih melanjutkan mengambil yang terpental hingga ke bawah ranjang dan ke area tersembunyi lain. Syukurlah aku jadi punya kesibukan memunguti skincare dan make up-ku.

"Syukurlah kalau Nikel udah mendingan. Anyway sorry banget aku nggak bisa lama-lama. Mau langsungan soalnya mau jemput Cecil." Cecil, nama pacar Setha yang awet dari saat mereka SMA. Dari hanya partner untuk ajang putra putri daerah, jadi partner sungguhan.

Setha pun pergi dengan wangi parfumnya tertinggal yang sama persis dengan parfum milik Sabda. Wangi fresh yang sedikit manis dengan projection kuat. Tipikal wangi semerbak yang bisa mengharumkan seluruh ruangan dengan kehadirannya.

Aku cukup lega saat dia pergi, aku tidak perlu berlagak sibuk lagi.

Pintu terbuka agak kasar. Aku pikir dia kembali, jantungku sampai rasanya seperto melorot. "Itu tadi Setha ngapain?" Sabda muncul dan sekonyong-konyong menanyakan Setha.

"Kenal?" tanya Nikel karena aku malas membahasnya.

"Enggak sih." jawabannya ragu-ragu.

"Kirain kenal." Nikel melanjutkan. Apa-apaan Sabda reaksinya seperti itu.

Dia datang membawa 3 gelas jus, seperti biasa dia jarang terlihat pakai plastik. Sekarang aja dia bawa jusnya pakai totebag. Ya, meskipun gelas jusnya plastik sih.

"Ini." Dia memberikanku jus alpukat. Kusampaikan terima kasih karena dia juga membelikan Nikel jus jambu. Dia sendiri, sepertinya jus buah naga karena warnanya ungu.

"Kamu udah beneran enakan?" pertanyaan itu ditujukan untuk Nikel yang saat ini sedang melamun karena kularang main game dari handphone-nya, pun dia tidak berani.

"Udah, Mas. Udah bisa kayang juga sebenernya kalau nggak ada jarum infus." Karena satu dan beberapa hal, kemarin darah Nikel sempat merambat naik ke selang infus karena gerakan-gerakan yang seharusnya tidak ia lakukan. Dia panik bukan kepalang, begitu juga aku. Dokter bilang tidak apa-apa, nggak akan terjadi kalau Nikel menghindari beberapa gerakan pada tangannya. That's why sekarang dia banyak diam seperti patung saking traumanya.

Tanpa kusuruh, Sabda duduk di sebelahku. Memberi jarak, aku di ujung kanan sofa, dia di ujung kiri sofa. Kemudian menusuk permukaan penyegel cup minuman lalu ia sedot sampai langsung sisa setengah.

Pelan-pelan Sabda menggeser duduknya semakin dekat padaku lalu mendekatkan kepalanya dengan kepalaku kemudian berbisik pelan, "Pacarnya mantaku." Kudengar ia menghela napas. 

Siapa yang dia bicarakan? Setha? Aku sama sekali nggak bertanya. Dia ini too much information sekali.

Suaranya terdengar seperti terselip ketidakikhlasan di sana. Mungkinkah mereka tidak putus baik-baik? Itu bukan urusanku.

"Aku diselingkuhin." imbuhnya padahal aku tidak bertanya dan tidak peduli kisah asmaranya. Tapi dia cerita. "Sakit..." Sabda menepuk-nepuk dadanya lalu tersenyum diplomatis. 

Seorang Sabda Raka diselingkuhin? Tampangnya yang dikategorikan ganteng (Nikel juga membenarkan) bisa diselingkuhin membuatku sempat menganga sepersekian detik sebelum kukondisikan ekspresiku.

"Memang kalau cewek cantik itu bisa semena-mena nelantarin cowoknya, ya." Sabda kembali ke pojok sofa setelah mengeluarkan uneg-unegnya. Tahu-tahu jus milik Sabda sudah habis.

"Kamu masih sakit hati?" tanyaku basa-basi. Aku sekarang mencoba sedikit lebih ramah pada orang yang sudah membantuku. Sebenarnya aku malas terlalu akrab dengan orang.

"Yahhhh gimana ya jelasinnya." itu saja jawabannya sebelum dia mengalihkan pembicaraan jadi ngomongin drakor yang sedang ia tonton. Benar-benar, wanginya persis sekali dengan wangi Setha.

"Kalian nonton drakor nggak sih? Kamu, Ay? When Life Give You Tangerines asli bagus banget, aku nangis sih." Tiba-tiba banget ngomongin drakor. 

Aku nggak terlalu suka nge-drakor, aku lebih banyak baca buku. Kemarin juga aku pulang bawa baju ganti buat Nikel, nggak lupa aku membawa novel karya Keigo-sensei bersamaku.

"Kamu pakai parfum apa, Sab?" Aku nggak bisa menahan lagi buat tidak peduli.

Dia yang sedang mengetik sesuatu di layar ponsel tiba-tiba menoleh ke arahku sambil nyengir lebar. Pasti Sabda tidak menyangka akan kutanyai seperti ini.

"Aku wangi banget ya?" cekikikan kecil kemudian melanjutkan, "Rahasia." 

Rahasia katanya, ya sudah memangnya kalau aku sudah tahu juga kenapa. Memang harusnya aku tidak tanya. Bikin sakit hati saja.

"Gara-gara dia aku jadi trauma deket sama cewek cantik." Sabda tiba-tiba bicara ke arah situ lagi. Tidak konsisten. Aku pikir setelah mengalihkan pembicaraan ke drakor tidak mau membahas itu lagi.

"Siapa?" Nikel tiba-tiba nimbrung tanpa mendengar obrolan kami berdua sebelumnya.

"Ada, seseorang." sahut Sabda.

"Tapi Mbak Aya cantik loh." lanjut Nikel menunjukku. Kenapa jadi bawa-bawa aku deh?

"Iya sih..." Sabda menatapku sekilas sebelum akhirnya dia salting sendiri sambil mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Dasar cowok buaya. Sudah berapa perempuan yang dia beginikan. Pasti cuman tipu muslihat, pasti cuman pick up line buat ngegombal. Sampai sekarang pun aku nggak yakin dia jomblo.

Kalau dia bilang trauma sama cewek cantik, aku trauma sama cowok friendly. Tipe yang seperti itu sudah tidak bisa dimiliki tapi bersikap seolah bisa. Itu menyakitkan. Sabda juga sama friendly-nya makanya aku nggak baper sama sekali, toh aku yakin I'm not the only one yang dia perlakukan semanis ini.

Sabda

Sejak hari itu, kami jadi lebih akrab. Aya masih pendiam tapi tidak secuek awal kami kenal. Kami juga sering makan bareng di kampus. Beberapa orang bahkan mengira kami kencan. Boro-boro kencan, dia kelihatan baper aja sama sekali nggak. Dia definisi kulkas 2 pintu.

Aku letakkan hadiah yang kusiapkan semalam hasil hunting di Gramedia. Dia langsung kupersilakan buka isinya.

"Aku nggak lagi ulangtahun padahal."

"Kan nggak harus ulangtahun buat dapetin hadiah." 

Dia tersenyum simpul sembari membuka hadiah dariku. Yap, novel Brian Khrisna berjudul Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati.

Kenapa senyumnya Aya kayak gitu ya? Dia tersenyum canggung.

"Makasih banget hadiahnya. To be honest, aku baru aja beli novel ini dua hari lalu." Rambut Aya tertiup angin mengenai wajahnya berkali-kali, ahhh cantik sekali waktu dia menyingkirkan rambut-rambutnya.

Sabda bego, kenapa nggak kepikiran? 

"Ooooh yahhhh.... tahu gitu aku kasih judul yang lain ya." Aku kecewa dengan diriku.

"But no problem, punyaku juga masih sealed. Soalnya aku masih baca novel lain. Aku bakal baca novel dari kamu. Novel yang aku beli sendiri kemarin bakal aku giveaway aja di X. Banyak kok yang mau."

"Beneran?" aku nggak bisa menyembunyikan ekspresi senang mendengar keputusan Aya. Aku terharu.

"Iyaa, thanks ya novelnya. I really need this. Makasih." Dia pandangi cover novelnya seksama sebelum menyunggingkan senyum lebih lebar lagi. Dia tampak senang. Aku ikut senang.

"Makasih ya." Sekali lagi Aya bilang terima kasih, aku kayaknya harus kayang.

"Biar next time aku nggak beli judul yang sama lagi dengan yang udah kamu punya, gimana kalau next ke Gramedia-nya bareng aja? Kamu milih sendiri." tawarku.

"Oke," singkat, padat, oke. Oh iya, alasan aku pilih novel ini: rekomendasi para booktweet. Jadi aku bertanya di X dan mendapat rekomendasi judul tersebut. Dari review mayoritas, ini memang cocok untuk Aya. Semoga. Apalagi saat aku melihat reviewer buku ini mengunggah bagian dari buku ini yang berbunyi: Inget kata-kata gue yang satu ini, kalau lo belum bisa bahagia saat sendiri, jangan limpahkan tugas itu ke orang lain, apalagi kepada orang yang lo cintai.

Tanpa pikir panjang, tanpa lihat harga, langsung kubawa kekasir sekalian minta dibungkusin soalnya aku nggak jago begituan.

"Ay, kamu sesuka itu ya pakai headphone?" kutunjuk headphone-nya yang beberapa partnya sudah terkelupas. "Kayak wibu tau." kelakarku.

"Sialan." Dia melempar buntalan tisu bekas lap meja ke arahku.

"Iya tahu, kayak wibu. Kurang kacamata aja. Nggak, aku serius. Emang sesuka itu, ya? Dengerin musik apa sih?"

Dia menghela napas panjang, "Aku tuh suka karena... dengan benda ini, kalau aku lagi nggak mau ngobrol, tinggal aku pakai. Aku sebenernya suka sendiri tapi aku nggak suka sepi. It helps me a lot, aku bisa sendirian kapanpun tapi aku nggak pernah merasa sepi."

Jadi itu alasannya.

"Eh... ini random sih, tapi kamu pakai lipstik baru ya? Warnanya... enak dilihat. Kayak, nge-blend sama kamu gitu."

"Iya," dia mengangkat ponselnya untuk selfie depan. "Kenapa? Aneh, ya? Lip cream yang kemarin habis. Aku lagi coba warna lain aja."

"No, nggak aneh. Malah makin cantik. Sekarang lebih bold, ya? Iya loh kamu kelihatan lebih fresh pakai warna ini."

"Dasar buaya." cibirnya dengan senyum tipis. Aya kalau mau senyum lebar sampai gigi-gigimu kelihatan boleh banget loh, kenapa sih mahal banget kayaknya lihat kamu senyum.

"Tck, serius tahu, Aya."

"Iya, makasih pujiannya." sahutnya formalitas. Ish, Aya ini kalau aku puji nggak pernah menganggap serius, pasti ia mengira aku sedang gombal dan selalu menyebutku reptil itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Senja (Ceritamu, Milikmu)
6723      1676     1     
Romance
Semuanya telah sirna, begitu mudah untuk terlupakan. Namun, rasa itu tak pernah hilang hingga saat ini. Walaupun dayana berusaha untuk membuka hatinya, semuanya tak sama saat dia bersama dito. Hingga suatu hari dayana dipertemukan kembali dengan dito. Dayana sangat merindukan dito hingga air matanya menetes tak berhenti. Dayana selalu berpikir Semua ini adalah pelajaran, segalanya tak ada yang ta...
Dibawah Langit Senja
1640      954     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
The Red Haired Beauty
472      325     1     
Short Story
Nate Nilton a normal senior highschool boy but when he saw a certain red haired teenager his life changed
Rumah
508      354     0     
Short Story
Sebuah cerita tentang seorang gadis putus asa yang berhasil menemukan rumah barunya.
love like you
458      326     1     
Short Story
Pahitnya Beda Faith
473      341     1     
Short Story
Aku belum pernah jatuh cinta. Lalu, aku berdo\'a. Kemudian do\'aku dijawab. Namun, kami beda keyakinan. Apa yang harus aku lakukan?
Heya! That Stalker Boy
582      354     2     
Short Story
Levinka Maharani seorang balerina penggemar musik metallica yang juga seorang mahasiswi di salah satu universitas di Jakarta menghadapi masalah besar saat seorang stalker gila datang dan mengacaukan hidupnya. Apakah Levinka bisa lepas dari jeratan Stalkernya itu? Dan apakah menjadi penguntit adalah cara yang benar untuk mencintai seseorang? Simak kisahnya di Heya! That Stalker Boy
Lost in Drama
1970      782     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
Little Spoiler
1089      661     0     
Romance
hanya dengan tatapannya saja, dia tahu apa yang kupikirkan. tanpa kubicarakan dia tahu apa yang kuinginkan. yah, bukankah itu yang namanya "sahabat", katanya. dia tidak pernah menyembunyikan apapun dariku, rahasianya, cinta pertamanya, masalah pribadinya bahkan ukuran kaos kakinya sekalipun. dia tidak pernah menyembunyikan sesuatu dariku, tapi aku yang menyembunyikan sesuatu dariny...
Suprise! Ups!
508      349     0     
Short Story
Gaiza segera mendekatkan dirinya ke Tyas. “Kok lo tahu kalau gue ngebet banget pingin punya Iphone 6.” “Gue keturunan paranormal. Jadi sewaktu-waktu gue bisa ngehipnotis lo.” Gaiza menatap Tyas malas. “Gue percaya.” . . . . Kelakuan kedua anak perempuan semprul yang duduk di bangku SMP. bagaimanakah cerita absurdnya ketika mamanya Gaiza sedang ber...