Angin berhembus begitu kencang, awan gelap mulai terlihatt, pertanda bahwa hujan akan turun. Daun-daun berguguran, angin dingin menusuk hingga tulang belulang. Seorang gadis tunanetra berjalan di trotoar jalan, ia menangis.
"Apa salahku? Apa aku salah lahir ke dunia? Salahku apa, ya Tuhan?" batin gadis itu.
Ia terus berjalan dan hanya mengandalkan tongkat miliknya. Ia menangis, pipinya sudah basah karena air mata.
"Tuhan, jika aku dilahirkan hanya untuk merasakan kejamnya dunia, untuk apa aku dilahirkan? Aku juga ingin bahagia."
Tiba-tiba ada suara ranting kayu, ia diam sejenak memastikan suara apa tadi. Sedetik kemudian ia membeku di tempat, ada suara langkah kaki mendekatinya.
"Siapa itu?"
Seseorang memberinya selembar kertas, lalu pergi begitu saja seakan tak memperdulikan sekitar. "Hey, siapa kamu? Dimana kamu? Jangan ganggu aku."
Ia menggerakkan tongkatnya kesana kemari untuk mencari keberadaan orang misterius tadi. Merasa sudah tak ada siapapun lagi, ia kembali meraba kertas di tangannya. Benar saja, ada sebuah tulisan yang ditulis dengan huruf Braille di kertas itu.
Isi surat : CEHJZB NPQSZBMOFH SUDFQSCEFGJLZBSU JLZBLNTV
Ia berdecak kesal, lagi-lagi huruf abstrak tak berpola yang ia dapatkan. Berbagai dugaan menguasai pikirannya.
"OH DI SINI LO RUPANYA! DASAR ANAK SIALAN! PULANG LO! NYUSAHIN AJA HIDUP LO TUH!" ujar laki-laki yang tiba-tiba datang.
"Abang?"
Laki-laki itu langsung menarik tangan adiknya. "Bang, sakit."
"PULANG LO, ENGGAK USAH BELAGA PERGI DARI RUMAH UNTUK DAPET BELAS KASIHAN DARI ORANG-ORANG!"
"Aku gak minta belas kasian, bang."
Bugh!
Sebuah pukulan mendarat di pelipis gadis itu, membuat dirinya tersungkur dan meringis. Tanpa belas kasihan, laki-laki itu langsung menarik adiknya untuk ikut pulang bersamanya.
"Bang, lepasin."
Tanpa sadar, sedari tadi ada seseorang memperhatikan mereka, seseorang dengan jubah dan topeng mata serba hitam. Ia tersenyum penuh kemenangan.