Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ilona : My Spotted Skin
MENU
About Us  

Semua cewek pengin cantik, tapi nggak semuanya beruntung lahir dengan wajah cantik. Aku termasuk sedikit dari cewek yang beruntung. Nggak terhitung lagi berapa kali aku mendengar kata cantik yang orang-orang tujukan untuk memujiku.

Rambut panjangku kubiarkan berwarna hitam natural. Aku nggak suka mewarnai rambut. Tapi, aku nggak ragu berganti model rambut. Aku pernah punya rambut pixie yang ternyata membuat wajahku terlihat lebih segar. Aku juga beberapa kali mengeriting rambutku karena tuntutan pekerjaan. Tapi, aku tetap suka rambut hitam lurusku.

Mata bulatku dihiasi bulu mata panjang dan tebal alami. Banyak yang bilang, bagian wajahku yang paling menarik itu bibir penuhku. Hidungku mancung dan membentuk sudut 100 derajat dengan dahiku. Bentuk sudutnya nggak jauh beda sama hidungnya Scarlett Johanson yang punya kemiringan 106 derajat. Hidung Scarlett diklaim sebagai hidung paling sempurna. Ini artinya aku memiliki hidung nyaris sempurna. Aku beruntung lahir dengan kecantikan paripurna.

Kecantikan ini menjadi modal pentingku sebagai artis. Aku sudah membintangi puluhan FTV (Film Televisi) sejak masih SMA. Namaku mulai diperhitungkan sebagai artis yang nggak cuma bermodal tampang sejak jadi pemeran utama dalam sinetron. Sekarang, penggemarku nggak cuma cowok-cowok seumuran denganku, tapi emak-emak pun suka sama aku. Tapi, karirku seolah nggak mengalami pergerakan lagi.

Saat ini, aku belum puas. Aku berharap punya prestasi yang lebih besar lagi. Aku mau membawa piala penghargaan dari berbagai ajang bergengsi. Namaku harus sejajar dengan para legenda di dunia perfilman Indonesia.

"Lo bakal dapet peran utama!" seru Mak Mum dengan senyum lebar saat aku memasuki ruangannya.

Aku mengerutkan kening. Tapi, aku gagal memahami maksud Mak Mum. "Peran utama apa?" Aku duduk di sofa tanpa mengalihkan pandangan dari Mak Mum.

Mak Mum duduk di depanku tetap dengan wajah berbinar. Lipstik merahnya seolah mendukung semangatnya yang tinggi saat ini. Sepertinya, berita yang dia bawa ini benar-benar luar biasa. "Ilona Bachtiar sebagai Arum di film Diari Gadis Buta."

"Diari Gadis Buta?" Aku takut salah dengar. Kalau benar, judulnya sama seperti novel yang banyak dibicarakan orang di media sosial. Debaran jantungku sudah nggak beraturan. Senyumku merekah.

"Kemarin, gue ketemu  Pak Rahardian."

"Rainema Studios?" Aku nggak asing dengan nama yang Mak Mum sebutkan. Aku cuma tahu satu pria bernama Rahardian yang Mak Mum kenal dengan baik. Pak Rahardian ini pemilik rumah produksi Rainema yang sering melahirkan film-film terbaik Indonesia.

Mak Mum mengangguk. "Bram Rahardian. Lo pasti kenal nama ini, dong!" seru Mak Mum. 

Aku ikut mengangguk dengan antusias. Mulutku nggak berhenti melepas senyum, seolah kebahagiaan Mak Mum dengan cepat menulariku. Aku nggak berani berharap, tapi pikiranku terus mengatakan ini akan jadi informasi yang luar biasa.

"Pak Rahardian lagi rencana bikin film baru. Filmnya dari novel best seller gitu. Lo tahu novelnya?" Mak Mum menghentikan ceritanya sesaat.

Aku mengangguk lagi. Tentu saja aku tahu walau belum pernah membacanya sama sekali.

"Gue sebut terus nama lo kemarin. Pak Rahardian tertarik. Habis acara ulang tahun adik iparnya kelar, kami ngobrol lebih serius. Pak Rahardian nonton sinetron lo dan jatuh cinta. Dia bilang mau bahas sama Bang Felix yang jadi sutradara film ini. Baru aja gue dapet kabar kalau Bang Felix juga tertarik sama lo." Mak Mum bercerita dengan bersemangat. Bibir merahnya terus memamerkan senyum.

Mataku berkedip cepat. Mulutku terbuka lebar. Lagi-lagi, aku nggak percaya dengan berita baik yang kudengar ini.

Ini nyata, kan?

"Ilona Bachtiar jadi pemeran utama!" Mak Mum bersorak dan meneriakkan namaku berkali-kali. "Lusa, kita ketemu sama Pak Rahardian."

Aku memeluk Mak Mum. "Makasih, Mak. Makasih buat semua bantuannya selama ini."

Mak Mum membalas pelukanku. "Lo hebat karena kerja keras lo sendiri, Ilo. Gue saksi gimana lo mau repot belajar. Lo ikut kelas akting sampai kemampuan lo berkembang kayak sekarang." Mak Mum melepas pelukan. Kedua tangannya menggenggam lenganku. Dari matanya terpancar kebanggaan. "Gue yakin lo bisa jadi artis besar, Ilo."

Akhirnya, setelah memulai karir sebagai artis selama tiga tahun, aku mendapatkan peran yang nggak remeh. Namaku akansemakin diperhitungkan di dunia perfilman Indonesia. Impianku sebentar lagi terwujud. Aku akan membungkam komentar jahat yang selalu menyebutku cuma bermodalkan kecantikan untuk meraih sukses. Yang paling penting, aku juga akan membuat Ayah dan Bunda bangga.

Aku mempersiapkan pertemuan dengan Pak Rahardian dan Bang Felix sebaik mungkin. Tentu saja, aku melakukannya dengan bantuan Mak Mum. Hari ini, aku nggak sabar bertemu dua pria yang punya nama besar di dunia perfilman Indonesia itu.

"Dek, itu rambutnya dirapikan lagi," pinta Bunda saat aku baru keluar kamar. Bunda menghampiriku, lalu mengusap rambut panjangku. "Jangan malu-maluin gini, ah! Masa mau ketemu orang penting penampilannya jelek banget?" Komentar Bunda berhasil membuat kepercayaan diriku kendur.

Awalnya, aku yakin semuanya sudah aman. Aku memilih salah satu baju favoritku. Memang penampilanku jadi terlalu sederhana, tapi aku nyaman dengan kaus oversize putih dan celana jins ini. Jaket milik Zahier yang agak kebesaran untuk tubuhku, sengaja aku pilih untuk menunjang penampilan. Tapi, di mata Bunda, penampilanku jelek banget.

"Ganti dulu!" perintah Bunda sambil mendorong tubuhku masuk ke kamar lagi. "Kamu ini bisanya apa, sih?" Kalimatnya singkat, tapi berhasil mengacaukan perasaanku.

Tentu saja aku menurut. Aku nggak mau jadi anak durhaka yang dikutuk, lalu dibakar selamanya di neraka. Jadi, apa pun perintah Bunda, aku harus menurut walau sebenarnya nggak kusukai. Nggak masalah, yang penting Bunda nggak malu.

Mak Mum menjemputku ke rumah. "Udah makan belum?" tanyanya dalam perjalanan.

"Baru dikit. Gue gugup banget, Mak," jawabku terus terang.

"Kita mampir beli salad dulu kalau gitu. Jangan biarin perut lo kosong, Ilo. Nanti, lo nggak bisa mikir jernih. Lo harus makan. Makannya juga jangan sembarangan. Kurangi itu makan seblak, cilok, segala macem." Ceramah Mak Mum terdengar menyebalkan.

Apa salahnya makan seblak, sih? Tapi, aku nggak menolak saat Mak Mum membelikan salad sayur untukku.

Mak Mum masuk ke toko salad langganannya. Tapi, aku memilih menunggu di luar karena di toko sempit itu terlalu penuh. Aku berdiri di samping pohon yang melindungiku dari panasnya matahari.

"Ilona." Cowok dengan hoodie abu-abu menyapaku. Kacamata tebal membingkai matanya. Ransel hitam di punggungnya membuatnya lebih mirip kura-kura. Rambutnya berantakan, sepertinya dia nggak punya sisir di rumah.

Aku mengernyit karena nggak menyangka bertemu dengannya lagi setelah bertahun-tahun nggak tahu kabarnya. Penampilannya nggak berubah. Dia tetap alien yang kukenal sejak kami sekolah.

"Siapa, Ilo?" Mak Mum berdiri di sampingku. Di tangannya sudah ada salad untukku.

Aku menggeleng. "Bukan siapa-siapa," sahutku, lalu masuk mobil.

Nggak mungkin aku mengaku mengenal cowok culun itu, kan?

Untungnya, Mak Mum nggak membahas apa pun tentang alien itu. Kami membicarakan audisi hari ini yang membuatku semakin gugup.

"Mak, udah oke, kan?" tanyaku saat kami memasuki lift di gedung Rainema.

Mak Mum tersenyum lembut, tapi ekspresinya berubah serius saat mencubit pipiku dengan gemas. "Lo gugup banget? Dari tadi nanya itu terus."

Aku mengangguk. Mak Mum berhasil menebak separuh kekhawatiranku. Aku mengecek penampilanku lagi di dinding lift yang berlapis kaca. Walau masih menggunakan celana yang sama, blus linen dengan motif bunga-bunga kecil yang timbul sudah menggantikan kausku. Warna blus dan kausku sama-sama putih, tapi penampilanku sekarang jadi lebih formal.

"Lo cantik," puji Mak Mum untuk kesekian kalinya. "Lo cuma perlu pamer kemampuan akting lo aja. Ini gampang buat lo. Oke?" Mak Mum mengatakannya dengan perlahan, seolah takut aku nggak mampu memahami nasihatnya.

Aku mengembuskan napas berat. Ini memang bukan audisi pertamaku. Tapi, hari ini rasanya aku ribuan kali lipat lebih gugup. Aku nggak tahu siapa saja sainganku. Mak Mum cuma memintaku untuk fokus pada diri sendiri.

Hari ini, aku harus menampilkan yang terbaik.

Menurut Mak Mum, penggambaran sosok Arum cocok banget untuk mengasah kemampuan aktingku. Aku harus memahami perasaan dan kebiasaan gadis yang harus mendadak buta akibat sahabatnya yang iri. Guyuran air keras berhasil menghancurkan wajah, terutama matanya. Dalam waktu singkat, dunianya gelap dan hancur. Arum nggak bisa melihat, tapi akhirnya tahu siapa saja orang yang benar-benar peduli padanya.

Aku bisa menjadi Arum. Kalimat ini terus aku gaungkan di dalam hati untuk meyakinkan diri sendiri.

Gedung Rainema menempati bangunan bertingkat empat lantai. Mak Mum membimbingku menuju lantai tiga. 

Casting Director bernama Tristan memberikan skenario yang harus aku pelajari. Aku mulai membaca dengan teliti potongan cerita Diari Gadis Buta yang cukup menyedihkan ini. Aku merangkai adegan yang harus kulakoni. Perlahan aku juga mulai membangun perasaan yang harus kutunjukkan di depan kamera.

Namaku baru dipanggil setelah hampir satu jam menunggu. Debaran jantungku semakin kencang dan nggak beraturan. Aku bernapas melalui mulut, berusaha meredam gugup yang mengganggu.

“Ilo pasti bisa. Gue yakin ini hari terbaik lo. Nggak ada yang layak memerankan Arum selain Ilona Bactiar.” Mak Mum memberikan semangat terakhirnya.

Aku masuk ke ruangan yang lebih kecil. Kain hijau membentang menutupi dinding dengan dua lampu menyorot di depannya, kanan dan kiri. Kamera diletakkan tepat di tengah di bagian depan, siap merekam setiap aksiku. Nggak banyak orang yang ada di dalam ruangan ini. Wanita berbadan gemuk berdiri di samping kamera. Dia menyambutku dengan senyum ramah.

“Silakan. Kita langsung aja, ya,” perintah Tristan memintaku mengambil posisi di depan kain hijau. Tubuh tinggi besar dan wajah sangarnya cukup membuatku merasakan terintimidasi. “Santai aja.” Dia tersenyum, tapi sama sekali nggak menghilangkan kesan angker dalam dirinya.

Senyumku nyaris nggak pernah lenyap, hanya untuk menutupi gugup yang semakin memuncak. Kamera mulai merekam semua tingkahku.

“Tiga, dua, satu, action!” seru Tristan.

Aku mengembuskan napas berat. Wajahku langsung berubah sendu. Senyumku lenyap. Mataku memejam. Aku masuk ke dunia kosong, nggak ada siapa pun selain aku dan udara. Hanya ada kegelapan total.

Aku mengingat saat pertama kali gagal audisi. Di saat aku merasa berada di salah satu titik terendahku, nggak ada yang memelukku. Aku masih ingat jelas Ayah dan Bunda nggak peduli dengan kondisi anaknya. Mereka lebih mementingkan kepuasan dan nama baik mereka sendiri. Ini artinya nggak ada aku dalam hari-hari mereka. Nggak ada yang memelukku. Nggak ada yang memberiku semangat.

Mak Mum memang menenangkanku sebentar, hanya sebentar. Setelah kami berpisah hari itu, semua jadi sepi. Aku sendirian. Pacar dan semua sahabatku sengaja nggak aku hubungi. Mereka punya dunia mereka sendiri yang harus dinikmati. Nggak sepantasnya aku mengusik dengan tangisan yang menyedihkan ini.

Aku membuka mata. Pandanganku buram, hanya terlihat beberapa titik cahaya dan bayangan samar. Dadaku sesak. Sekarang aku Arum, bukan Ilona. Aku gadis buta yang kehilangan segalanya.

“Andai mereka ada di sini." Aku menerawang, menatap kekosongan. "Aku … pasti nggak harus sedih sendirian. Bapak pasti nggak akan membiarkanku menangis terlalu lama. Ibu akan memelukku sambil terus membisikkan kalimat penenang. Aku cuma butuh Ibu dan Bapak sekarang. Tapi, semuanya pergi. Aku nggak punya siapa-siapa lagi. Aku cuma punya kegelapan.” Bibirku menyerukan harapan bersamaan dengan kehampaan yang terlalu pekat. Hatiku sakit banget.

Orang-orang di hadapanku bertepuk tangan. Aku tersenyum lebar sambil mengusap wajah. Mak Mum mengacungkan dua ibu jari besarnya. Mata Mak Mum berbinar bersamaan dengan deretan gigi putihnya dipamerkan. Sorak kekaguman memenuhi ruangan.

“Ilo keren banget!” Mak Mum memelukku dengan bangga. “Arum jadi milik lo. Pasti!”

Harusnya, aku lega, tapi ada kekhawatiran yang menyergapku. Ayah dan Bunda bangga sama aku juga, kan?

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Misteri pada Mantan yang Tersakiti
850      487     6     
Short Story
98% gadis di dunia adalah wujud feminisme. Apakah kau termasuk 2% lainnya?
Gareng si Kucing Jalanan
10447      3392     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
RINAI
420      309     0     
Short Story
Tentang Sam dan gadis dengan kilatan mata coklat di halte bus.
Aditya
1413      636     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
karena Aku Punya Papa
488      353     0     
Short Story
Anugrah cinta terindah yang pertama kali aku temukan. aku dapatkan dari seorang lelaki terhebatku, PAPA.
LATE
519      321     1     
Short Story
Mark found out that being late maybe is not that bad
Forbidden Love
9875      2094     3     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
Winter Elegy
591      410     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
PROMISE
633      454     2     
Short Story
ketika sebuh janji tercipta ditengah hubungan yang terancam kandas
Tentang Hati Yang Patah
515      380     0     
Short Story
Aku takut untuk terbangun, karena yang aku lihat bukan lagi kamu. Aku takut untuk memejam, karena saat terpejam aku tak ingin terbangun. Aku takut kepada kamu, karena segala ketakutanku.bersumber dari kamu. Aku takut akan kesepian, karena saat sepi aku merasa kehilangan. Aku takut akan kegelapan, karena saat gelap aku kehilangan harapan. Aku takut akan kehangatan, karena wajahmu yang a...