Read More >>"> Ikhlas, Hadiah Terindah
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ikhlas, Hadiah Terindah
MENU
About Us  

Ikhlas, Hadiah Terindah

Hari ini, bumi terasa tak damai. Mentari terasa terlalu panas hari ini. Angin terasa terlalu kencang. Air terasa terlalu berombak. Dan tanah terasa terlalu dalam. Sepersekian detik berikut nya, hanya ada kesunyian yang kemudian di gantikan kebisingan. Bumi yang sedang tak damai bergetar tak keruan. Tanah tak lagi terasa datar sebagai pijakan. Angin terasa tak lagi bisa di hirup menjadi oksigen. Pohon-pohon tak lagi teduh. Sebagian kecil dari Bumi dipenuhi sorak ketakutan.

Ketika tanah-tanah mulai bergetar hebat dan meluluhlantahkan tanpa ampun. Menghancurkan kehidupan yang berpijak di atasnya, dan mengembalikannya menjadi tanah tanpa menimbulkan sisa. Mengubur manusia dan hewan secara hidup-hidup. Merubahnya menjadi pemkaman masal dadakan. Dan setelah sepersekian menit yang mencekam, bumi kembali seperti sedia kala. Tenteram dan damai. Ya, seperti sedia kala. Seperti belum pernah ada kehidupan di atasnya. Rata dengan tanah.

Aku berdiri terpaku. Mataku menatap dengan jemu, tapi aku tak kuasa membuatnya tertutup. Sejauh mata memandang, hanya hamparan tanah yang terlihat. Ya, inilah pemandangan yang dominan dari kotaku sekarang. Tanah. Gempa 7,5 skala richter kemarinlah  yang menyapu bersih kotaku, rumahku, dan keluargaku. Memang menjenuhkan, tapi tubuhku terasa kaku untuk bergerak. Aku terus berdiri hingga petang menghampiri.

“Haahhh….” Entah sudah berapa kali aku menarik napas, jenuh menunggu keajaiban yang ‘mungkin’ terjadi padaku. Ya, aku menunggu keajaiban, bahwa salah seorang anggota keluargaku akan datang menghampiriku. Namun, sejak kemarin tak ada seorang pun yang datang.

“Riana, kamu belum masuk ke tenda? Sudah hampir malam.” Tiba-tiba seorang relawan perempuan berusia 20 tahun bernama Sarah menghampiriku. Aku tak menjawab. Aku hanya terus menatap ke depan.

Melihatku diam, membuat Sarah beralih ke sampingku. Sebenarnya aku tak pernah tega menghiraukannya. Dengan suara yang selembut angin, siapa pula yang mau menghiraukannya. Namun, sekarang aku sedang tidak berselera untuk menanggapi siapapun. Makanya aku ingin dia cepat pergi, agar tak usah mengacuhkannya terlalu lama.

“Riana ada apa? Ayo cerita padaku.” Sarah menatapku. Aku sudah tak kuasa melihat tatapannya. Akhirnya aku mengalah.

“Aku tidak apa-apa.” Jawabku pendek.

“Kalau kau tidak apa-apa, ayo kembali ke posko. Sebentar lagi gelap dan makan malam akan segera di bagikan. Kamu tidak makan kan tadi siang? Pasti sekarang kamu sangat lapar.” Sarah kembali menatapku lembut. Aku menatap matanya yang kelihatan tulus. Aku menghela napas panjang.

“Baiklah…” Aku akhirnya menyerah dan kemudian berdiri mengikuti Sarah kembali ke posko.

Dan sekarang disinilah aku. Di sebuah posko penampungan bersama warga yang beruntung lainnya. Posko berukuran 12x10 meter yang terasa pengap. Namaku Riana Larasati. Salah satu dari warga yang beruntung dari kejadian mengerikan kemarin. Aku sendirian di posko ini. Aku tak tahu dimana keluargaku. Saat kejadian itu aku beruntung karena sedang berada diluar rumah, sehingga keadaanku jauh dari kata tragis. Dan ketika aku sadar, aku sudah ada di posko ini bersama Sarah.

Setelah sadar yang aku ingat adalah keluargaku. Aku langsung berlari menuju rumahku. Namun, ketika aku sampai di tempat yang dulu kusebut rumah, tak ada lagi bangunan yang dulu milik keluargaku itu. Aku merasa sangat sakit. Aku menangis, sebagai tanda kelemahan dan kesedihan. Aku sangat…entahlah semuanya tercampur menjadi satu. Dan sejak saat itu aku merasa takdir sangat tak adil padaku.

Selesai makan malam, aku hanya duduk terdiam diluar. Tak ada yang bisa aku lakukan disini. Hanya bisa merasakan sakit yang mendera. Aku yakin bahwa inilah yang dirasakan setiap orang di tenda ini. Aku menatap bintang yang tega menyinari kesedihanku dengan indah. Dan ketika malam semakin sunyi mataku baru bisa tertutup, walau terpaksa.

Seminggu berlalu cepat disini. Aku tak pernah bisa tidur lelap di tenda. Setiap bangun aku akan langsung pergi ke tempatku biasa menunggu ‘keajaiban’. Meskipun sekarang aku jarang kesana, karena para relawan memberikan kami berbagai kegiatan di posko. Aku sudah mulai berkomunikasi dengan sesama pengungsi. Terkadang, berbicara dengan sesama pengungsi sedikit mengurangi bebanku.

Tapi, hari ini aku kembali duduk di tempatku biasa menunggu ‘keajaiban’. Masih tak ada satu pun kabar tentang keluargaku. Tiba-tiba Sarah datang menghampiriku.

“Selamat siang Riana.” Sapa Sarah lembut.

“Siang kak, ada apa?” kataku pendek dan langsung ke pertanyaan. Kemudian Sarah duduk di sampingku. Dia memegang sebuah amplop.

“Begini Riana, kakak dengar kamu pintar dalam pelajaran Bahasa. Dan ada seorang guru yang memberikan kakak surat ini. Ada sekolah diluar kota yang mau memberikan beasiswa kepada mu. Kalau kamu mau, kamu bisa sekolah seperti dulu lagi Riana.” Kata Sarah sumringah.

Untuk sepersekian detik aku merasa senang dengan berita itu. Tapi detik berikutnya aku kembali memikirkan keluargaku.

“hmm..aku senang dengan berita itu kak. Tapi, bagaimana dengan keluargaku kak?” aku kembali bertanya pada Sarah. Lalu, Sarah menarik napas panjang. Aku menjadi cemas. Aku menatap mata Sarah yang mengisyaratkan sesuatu, dan aku artikan sebagai sesuatu yang buruk. Raut wajah Sarah juga berubah. Kemudian ia memegang tanganku. Aku menatap nya dengan bergetar.

“Ada apa kak? Katakan saja.” Kataku mulai bicara.

“haaahh…Riana, janji ya, kamu jangan lari ketika kakak memberitahukan hal ini kepadamu.” Aku hanya menjawab dengan anggukan dagu. Sejujurnya dadaku berdebar hebat.

 “Baiklah, ayo ikut kakak.” kemudian Sarah berdiri dan mengajakku ke sebuah tempat. Ketika sampai di tempat yang dituju, yang bisa kulihat hanyalah gundukan tanah sejauh mata memandang. Aku tidak mengerti. Aku menatap Sarah meminta penjelasan. Tapi Sarah hanya menunduk.

“Ri..Riana..kakak hanya ingin mengatakan ba..bahwa..ke..ke..keluargamu semua nya su..sudah..me..me..meninggal, semuanya.” Sarah berkata terbata. Seperti ada petir yang menyambarku. Aku merasa dunia seakan berhenti. Aku jatuh terduduk. Dan seperti hujan, air mataku mulai mengalir

“Ti..tidak..mum..mungkin kak me..mereka..ti..dak..mungkin..me…ninggal!” tangisanku membesar. Aku berteriak kepada Sarah. Aku benar-benar tidak percaya. Bahkan pada siapapun lagi. Aku merasa sisa kepercayaan di hatiku di cabut secara paksa. Aku merasa sangat sesak.

 Tempat ini adalah pemakaman masal. Aku dibawa ke depan tiga buah makam. Yang disampingnya terdapat papan berisi idetitas dan tiga foto jenazah yang sudah sepucat tulang.  Tiga orang itu adalah keluargaku. Ketiganya sudah tak bernyawa. Semua ini nyata, meskipun hatiku berkeras bahwa ini hanya…kebohongan. Aku merobek foto yang tertera di papan dengan tangan bergetar. Ini semua terlihat begitu fana. Begitu..sakit. Sangat. Aku merasa sesak dan…hancur.

 Sarah berusaha menenangkanku. Namun, aku segera menepisnya dan berlari menjauh. ‘Maafkan aku yang tak bisa menepati janjiku, kak.’

Aku berlari tanpa arah dan menabrak setiap orang yang aku temui. Entahlah kemana. Yang penting jauh. Jauh. Asal tak mendengar berita itu. Itu hanya kebohongan. Aku berlari ke sebuah tanah lapang yang cukup jauh. ketika kakiku sudah terasa keram, kemudian aku terjatuh. Tempat ini sepi, jadi takkan ada yang mendengarku menangis dengan kencang. Hari ini satu yang aku tahu. Takdir benar-benar tak adil padaku. Aku hanya ingin menangis.

Hari semakin sore. Di tempat lain Sarah sibuk mencariku kesetiap posko pengungsian. Dan bertannya kepada setiap orang yang ia temui tentang keberadaanku. Kemudian dia bertanya kepada seorang wanita yang tadi tak sengaja kutabrak. Ia  itu memberi tahu arah aku pergi. Dan Sarah berlari cepat kesana. Disana ia menemukanku sedang terduduk sambil menangis meraung-raung. Sarah berjalan pelan kearah ku. Kemudian dia berlutut di belakangku dan menyentuh bahuku lembut.

“Riana..sudah cukup menangisnya, sayang” Sarah berkata lembut. Aku tak mau menengok. Malu menunjukkan mataku yang sembab. kemudian ia berganti posisi. Sekarang ia berhadapan denganku. Aku masih menunduk. Kemudian ia mengangkat daguku lembut.

“Ke..kenapa..ini..tak..a..adil..” Aku berkata sesenggukkan. Lalu, Sarah menghapus air mataku.

“karena ini semua sudah takdir..dan…”

“Dan takdir juga menakdirkan aku untuk sendirian sekarang. Tanpan siapapun” aku memotong kalimat Sarah dengan marah.

“Riana, yang pergi tak bisa dikembalikan. Kita tak bisa menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi kepada kita. Riana…ini semua ujian untuk mengetahui seberapa kuat diri kita, sayang” Sarah berkata lembut sambil menatap mataku. Tapi, aku tak menginginkan petuah apapun sekarang.

“Kakak akan tunjukkan sesuatu padamu besok. Tapi kita pulang dulu ya?” Kata Sarah setelah lama terdiam.  Aku sudah kelelahan. Aku tak mampu lagi mengelak dari Sarah. Akhirnya aku mengangguk. Hari ini aku memang mendapat dua ‘keajaiban’. Yang pertama, beasiswa dan yang kedua, kenyataan bahwa ‘keajaiban’ yang sebenarnya ku inginkan, tak akan pernah terjadi.

Sesuai janji Sarah benar-benar mengajakku pergi esoknya. Ya, pergi ke panti asuhan. Tapi, aku sudah pegal untuk memikirkan hal buruk yang mungkin terjadi. Seorang perempuan paruh baya menyambut kami di selasar. Aku menatap sarah bingung. Sarah hanya tersenyum menyakinkan lalu berjalan diikuti aku dari belakang. Sarah memeluk perempuan itu. Kemudian ia memperkenalkan ku.

“ Bu..seperti yang Sarah janjikan kemarin. Ini Riana, gadis yang kemarin Sarah ceritakan di telepon. Riana..ini bu Laila.” Setelah memperkenalkan kami, Sarah mengisyaratkanku menyalimi wanita itu. Aku melakukan hal yang Sarah perintahkan. Wanita itu tersenyum ramah padaku.

“Dek Riana, pasti sudah tahu ini tempat apa kan? Ibu mau bicara dulu dengan kak Sarah, Dek Riana bisa tunggu disini.” kata bu Laila. Aku kembali mengangguk. Dan kemudian, bu Laila dan Sarah berjalan memasuki ruangan yang berada paling depan. Dan aku memutuskan untuk duduk di bangku selasar. Aku menatap sekeliling panti, kebanyakan anak-anak disini, adalah anak yang mempunyai kekurangan fisik. Aku jadi bingung, kenapa Sarah mengajakku kesini. Tiga puluh menit berlalu.

            “Mereka kelihatan bahagia ya..” kata Sarah tiba-tiba. Dan membuatku kaget. Tapi aku hanya diam dan terkekeh pelan. ‘siapa pula yang akan bahagia dengan kondisi seperti ini’ batinku dalam hati.

            “Setidaknya mereka tidak menangis hanya untuk dikasihani.” Aku tersenyum tipis, karena merasa tersindir. Aku memutuskan untuk bungkam, sambil menunggu Sarah melanjutkan.

            “Haah..setelah lama pergi, akhirnya kakak bisa merasakan rumah.” Aku tersentak mendengarnya. Aku tidak mengerti arah percakapan ini. Aku menatap Sarah penuh Tanya. Tapi, ia hanya tersenyum.

“ Haah..Kakak yatim piatu. Kakak besar disini Riana. Sejak kecil bu Laila yang merawat kakak. Kakak ingin sekali bertemu dengan mereka. Tapi itu tidak mungkin. Awalnya kakak juga tidak pernah mencintai hidup ini, Riana. Yang ada hanya penolakkan. Tapi, disini kakak diajarkan untuk memahami itu. Diajarkan mencintai apa yang ada di hidup kita tanpa harus memiliki yang kita inginkan. Diajarkan untuk memahami bahwa ikhlas merupakan suatu hadiah terbesar.” Lenggang sejenak.

“Ketika kita mengihlaskan sesuatu dari hidup kita berarti kita sudah membuat keputusan untuk membuka suatu kesempatan baru di hidup kita. Riana, semua orang punya kesempatannya masing-masing. Dan kamu, punya kesempatan hidup yang lebih baik dari pada kakak.  Ketika kita kehilangan, itu semua bukan berarti ketidak adilan, tapi merupakan suatu proses dari takdir untuk menguatkan diri kita. Dan menjadikan keikhlasan sebuah kekutan untuk tetap hidup bahagia. Meskipun sakit, meskipun terasa berat. Tapi inilah kehidupan, kita tidak akan berhenti membuat kesalahan sebelum kesakitan” Kata Sarah melanjutkan.

Untuk sepersekian detik kemudian aku hanya terdiam. Mencerna perkataan Sarah barusan. Nuraniku tertawa mengejek ego yang selama ini menguasaiku. Batapa bodohnya aku selama ini.  terlalu buta oleh rasa sakit, sampai lupa memahami kenapa rasa sakit itu ada. Akhirnya aku mengerti tujuan Sarah membawaku kesini. Aku memahaminya. Sangat.

“Ayo kita pulang Riana.” Sarah tersenyum. lagi

Esoknya, udara pagi yang dingin menusuk tulangku. Aku duduk membisu di depan tiga buah makam yang dulu aku dan Sarah datangi. Air mataku mulai menetes. Setelah lama merindu, aku akhirnya bisa berdekatan dengan keluargaku. Akhirnya, ‘keajaiban’ itu datang, meski dengan bentuk yang berbeda. Aku  menaburkan bunga di ketiga makam itu. Lalu tersenyum dan berkata Sepelan angin.

Selamat pagi ayah, ibu, kakak. Riana senang akhirnya kita bertemu, walau harus dengan cara yang berbeda. Ayah, ibu, kakak, Riana datang untuk menyampaikan terima kasih dan menyampaikan sejumlah kerinduan yang sudah lama menggunung di hati Riana. Ayah, ibu, kakak terima kasih atas 13 tahun kebersamaan nya bersama Riana. Terima kasih atas segala rasa kasih sayang yang selalu kalian berikan dengan cara yang berbeda-beda. Riana senang pernah dicintai oleh orang seperti kalian. Ayah, ibu, kakak, jujur saja Riana sangat merindukan kalian. Riana merindukan suara ibu ketika membangunkan Riana di pagi hari, bahkan ketika sedang marah. Sekarang takkan ada yang melakukan hal itu. Dan Riana juga sangat merindukan petuah-petuah yang sering ayah berikan. Sekarang takkan ada yang mengatakan itu lagi. Dan kak Ryan, Riana sangat merindukan pertengkaran dengan kakak. Betapa sederhana hal itu kak, tapi cukup membuat Riana merindukan kakak. Riana akan sangat merindukan kejahilan kakak, meskipun menyebalkan. Riana menyesal baru menyadari bahwa Riana sangat menyayangi kakak. Sederhana, tapi sekarang Riana tak akan pernah merasakan itu lagi.”

“Dan sekarang Riana ingin memutuskan untuk kuat, untuk kalian. Dan ditempat ini, Riana menyadari bahwa kehilangan memang bukan pilihan setiap orang, tetapi menerima merupakan pilihan bagi setiap orang yang kehilangan. Sekali lagi terima kasih.” Aku menatap Sarah, dan kemudian menggandeng tangan nya untuk pergi. Untuk memulai hidup baruku disini. Di kota yang hancur ini. Aku mengetahui, ikhlas adalah hadiah terindah.

Tags: Drama

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Bee And Friends 2
1892      684     0     
Fantasy
Kehidupan Bee masih saja seperti sebelumnya dan masih cupu seperti dulu. Melakukan aktivitas sehari-harinya dengan monoton yang membosankan namun hatinya masih dilanda berkabung. Dalam kesehariannya, masalah yang muncul, ketiga teman imajinasinya selalu menemani dan menghiburnya.
MANGKU BUMI
103      94     2     
Horror
Setelah kehilangan Ibu nya, Aruna dan Gayatri pergi menemui ayahnya di kampung halaman. Namun sayangnya, sang ayah bersikap tidak baik saat mereka datang ke kampung halamannya. Aruna dan adiknya juga mengalami kejadian-kejadian horor dan sampai Aruna tahu kenapa ayahnya bersikap begitu kasar padanya. Ada sebuah rahasia di keluarga besar ayahnya. Rahasia yang membawa Aruna sebagai korban...
Code: Scarlet
20876      3836     15     
Action
Kyoka Ichimiya. Gadis itu hidup dengan masa lalu yang masih misterius. Dengan kehidupannya sebagai Agen Percobaan selama 2 tahun, akhirnya dia sekarang bisa menjadi seorang gadis SMA biasa. Namun di balik penampilannya tersebut, Ichimiya selalu menyembunyikan belati di bawah roknya.
Something about Destiny
117      100     1     
Romance
Devan Julio Widarta yang selalu dikenal Sherin sebagai suami yang dingin dan kurang berperasaan itu tiba-tiba berubah menjadi begitu perhatian dan bahkan mempersiapkan kencan untuk mereka berdua. Sherin Adinta Dikara, seorang wanita muda yang melepas status lajangnya pada umur 25 tahun itu pun merasa sangat heran. Tapi disisi lain, begitu senang. Dia merasa mungkin akhirnya tiba saat dia bisa mer...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
444      310     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
About Us
2267      894     2     
Romance
Cinta segitiga diantara mereka...
Backstreet
1079      402     1     
Fan Fiction
A fanfiction story © All chara belongs their parents, management, and fans. Blurb: "Aku ingin kita seperti yang lain. Ke bioskop, jalan bebas di mal, atau mancing di pinggiran sungai Han." "Maaf. But, i really can't." Sepenggal kisah singkat tentang bagaimana keduanya menyembunyikan hubungan mereka. "Because my boyfie is an idol." ©October, 2020
Venus & Mars
2979      954     9     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagungan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan...
Coneflower
2682      1358     3     
True Story
Coneflower (echinacea) atau bunga kerucut dikaitkan dengan kesehatan, kekuatan, dan penyembuhan. Oleh karenanya, coneflower bermakna agar lekas sembuh. Kemudian dapat mencerahkan hari seseorang saat sembuh. Saat diberikan sebagai hadiah, coneflower akan berkata, "Aku harap kamu merasa lebih baik." — — — Violin, gadis anti-sosial yang baru saja masuk di lingkungan SMA. Dia ber...
Satu Nama untuk Ayahku
6772      1452     17     
Inspirational
Ayah...... Suatu saat nanti, jikapun kau tidak lagi dapat kulihat, semua akan baik-baik saja. Semua yang pernah baik-baik saja, akan kembali baik-baik saja. Dan aku akan baik-baik saja meski tanpamu.