Loading...
Logo TinLit
Read Story - Luka dalam Asmara
MENU
About Us  

Fakta mengenai Eva yang merupakan seorang penyihir memang diketahui oleh sebagian orang namun Eva tidak berharap semua orang yang ada di sini akan mengetahuinya. Tio mengungkapkan fakta tersebut dengan sangat santai seolah ini bukan masalah. Kemudian tatapan dari berbagai arah mulai tertuju pada Eva seorang. 

 

Eva tercekat diam, duduk mematung seakan semua pergerakannya terkunci karena rantai belenggu. Dia begitu takut setelah fakta ini diketahui oleh mereka dan apa arti tatapan itu membuat Eva kini tidak bisa melakukan apa pun sekarang. Dari ujung ke ujung mereka mulai memperhatikan dan membicarakan Eva. 

 

Sebagian besar tidak ada yang percaya dengan omongan Tio barusan. Namun ada sedikit orang yang percaya dan merasa itu sedikit masuk akal. Apalagi jika mempertimbangkan wabah darah yang sama tidak masuk akalnya. Lalu Tio tersenyum sembari memandang Eva dengan maksud tertentu, Eva kesal lantas menatapnya tajam. Arti dari tatapan itu sedang mempertanyakan maksud dari tindakan Tio barusan. 

 

Tio tetap tersenyum walaupun keningnya berkerut. Lantas memalingkan wajah, enggan menjawab maksud ekspresi Eva. Sekarang jati diri Eva sudah diketahui dan selanjutnya mungkin tidak akan ada yang berpihak padanya lagi. 

 

“Tunggu!” 

 

Di satu sisi, salah satu wanita yang pernah menemani Eva di rumahnya mengangkat tangan dan meminta hak bicara sekarang. Dia berkata bahwa Eva tidak mungkin seorang penyihir. Sebelum mengatakan alasannya lebih lanjut, dia mengakui bahwa dia sempat curiga tapi ada beberapa bukti yang mendukung pernyataannya tentang Eva yang bukan seorang penyihir. 

 

“Nyonya Eva tidak melakukan apa-apa saat kami bersamanya. Dia tidak memiliki niat jahat sama sekali bahkan dia adalah orang yang paling terkejut saat Pak Ash menghilang.”

 

Pemimpin dari rapat dadakan ini kemudian angkat bicara kembali. Menganggap kekhawatiran Eva memang sudah wajar karena memang dia adalah istri Ash. Lalu wanita itu kembali mengatakan beberapa hal yang menguatkan bukti bahwa Eva bukanlah seorang penyihir. 

 

“Dia adalah saksi hidup dari wabah darah terakhir yang terjadi. Saya pernah dengar Pak Ash mengatakan bahwa Nyonya Eva melihat dalang itu meninggal di dalam mimpi, apa saya benar?” Wanita itu menoleh ke arah Eva, berharap dapat jawaban yang pasti agar dapat dukungan. 

 

Eva menganggukkan kepala secara perlahan seakan meragukan sebelum akhirnya tenggorokan yang terasa kaku kini tidak lagi. Eva berdiri dari kursi dan menjelaskan semua hal itu. 

 

“Benar. Saya melihat penyihir tanpa wajah meninggal setelah menciptakan wabah darah terakhir. Lalu saya adalah penyihir. Mungkin Anda semua tidak akan percaya hanya dengan kata-kata.”

 

Hampir semua orang setuju dengan perkataan Eva barusan. Mana mungkin ada yang mempercayai omongannya saja, memang diharuskan ada bukti kuat yang mendukung. Eva tahu ini akan membuatnya semakin jatuh ke dalam jurang, semua orang bahkan telah memojokkan dirinya hanya dengan tatapan mereka saja. 

 

Karena itu Eva pun mengambil resiko besar dengan mengungkapkan jati dirinya sendiri. Dia menyayat pergelangan tangan dengan menggunakan cutter yang terletak di sudut meja kecil di sana, menunjukkan regenerasi yang dimiliki oleh penyihir. 

 

“Hanya dalam waktu hitungan detik luka saya akan menutup. Bahkan tidak ada bekasnya sama sekali.”

 

Wanita yang sudah susah payah mendukungnya pun terkejut sekaligus tidak menyangka bahwa Eva merupakan seorang penyihir adalah fakta. Itu benar-benar sebuah fakta didasarkan dengan bukti kuat yang tidak wajar. Semua orang pun dibuat diam serta takut dengan hal itu. 

 

“Anda benar-benar penyihir?!” 

“Benar. Tio, bawahan suamiku juga sudah mengatakannya,” ucap Eva sambil menunjuk ke arah Tio. 

“Kalau begitu Anda yang—”

“Salah. Ini tidak seperti yang Anda semua bayangkan. Sekalipun saya adalah seorang keturunan penyihir namun saya belum bangkit sepenuhnya. Perkara wabah darah dari awal hingga terakhir diciptakan oleh penyihir tanpa wajah.”

 

Pimpinan rapat meminta sebuah bukti lain yang benar-benar menyatakan tentang keberadaan penyihir tanpa wajah. Dia berani berjanji jika Eva bisa membuktikannya maka dia tidak akan peduli dengan jati diri Eva apalagi membuatnya tertuduh semena-mena dan tertahan di tempat ini. 

 

Bukti? Sejujurnya Eva tidak memilikinya. Dia terdiam cukup lama sebelum akhirnya kembali ke tempat duduk. Pikiran Eva sangat tenang sampai-sampai tidak bisa memikirkan apa pun lagi selain sosok Ash yang seolah berada di sisinya. 

 

Setelah beberapa saat dia mengungkapkan,“Kain bersimbol.”

 

Meskipun Eva tidak memiliki bukti yang nyata terhadap keberadaan penyihir tanpa wajah. Namun setidaknya kain bersimbol yang berada di tangan mereka sudah cukup jadi pertimbangan dengan menyatakan bahwa kain bersimbol itu adalah lambang sekaligus nyawa dari kehidupan sang penyihir. 

 

Sebelum Eva pulang ke rumah, beberapa dari mereka masih mempertanyakan tentang kain bersimbol itu. Jika benar maka Eva pun juga memiliki kain bersimbol itu tetapi Eva mengatakannya secara frontal bahwa tidak ada kain simbol miliknya sama sekali. Mendengar hal itu dia sempat tertahan, beruntungnya hanya sementara lantaran mereka tidak punya alasan kuat untuk menahannya lagi.

 

Dalam perjalanan pulang ke rumah, Eva merasa ada yang mengikuti. Mungkin saja itu adalah para petugas, mereka membuntuti tuk mengawasi pergerakan Eva. Perasaan tidak nyaman kembali hadir dan sedikit rasa pegal di bagian pundak membuatnya berpikir ada tangan yang menggantung. Begitu sampai, Eva lekas masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan mereka lagi. 

 

Dibukalah pintu yang terkunci dan orang-orang itu mulai pergi. Sepertinya mereka tidak akan mengawasi jika Eva berada di rumah. Tadinya Eva berpikir ini akan berakhir tapi ternyata ada sosok lain yang membuntuti. Niat hati ingin segera beristirahat namun dia mengurungkan niat itu lantas berbalik badan setelah kembali menutup pintu.

 

Eva berpikir dia adalah salah satu petugas yang sempat berada di ruang rapat. Merasa tidak nyaman dia pun bertanya, “Maaf, untuk apa Anda datang?”

 

Orang itu adalah seorang pria berpostur tinggi, kurang lebih sama seperti Ash yang hanya dibedakan dengan paras dan warna rambut miliknya yang berwarna pirang.

 

"Orang luar?" pikir Eva dalam benak. Dia mulai merasa aneh karena sepertinya tidak ada petugas yang memiliki warna rambut secerah itu. Eva mulai meragukan identitas pria ini.

 

Menunggu beberapa waktu pun pria ini sama sekali tidak menjawab, dia hanya berdiri tegak seraya menatap Eva dengan maksud tak jelas. Eva merasa resah karena ada orang aneh yang tak jelas asal-usulnya, dia pun kembali bertanya dengan sedikit meninggikan suara. 

 

“Aku tanya apa urusanmu?!” sentak Eva. 

“Maaf.” Setelah sekian lama akhirnya pria berambut pirang angkat bicara. Meminta maaf sembari berjalan beberapa langkah menghampiri Eva. 

 

Eva terkejut dan spontan melangkah mundur hingga menyentuh pintu. Sebelum sempat membukanya kembali tuk segera masuk, pria itu sudah berada dekat di hadapannya lantas bersujud tiba-tiba. Eva terdiam dalam waktu yang lama, bingung dengan situasi kini. 

 

“Saya memberi salam pada Penyihir Agung yang terhormat,” ucap pria itu penuh rasa hormat dengan menundukan kepala.

 

Langit gelap dipenuhi kabut, bara api menerjang rumah ke rumah tanpa henti melahap bagian fondasinya hingga hancur tak berbentuk. Selain abu, asap dan api, terdapat genangan darah yang sekilas terlihat seperti aliran sungai di sepanjang jalan. Jantung berdetak lebih kencang daripada biasanya, sesak napas membuatnya terhenti di tengah jalan dan mempertanyakan tujuannya sendiri di tempat ini. 

 

Jeritan dari orang-orang seperti berada di alam neraka. Kekuatan gelap menyertai mereka lalu mengubahnya menjadi sosok monster yang mengerikan. Sekali tertular melalui darah maka tidak ada kemungkinan mereka bisa menyingkirkan wabah itu. Begitu juga dengan korban selamat termasuk orang-orang yang tergigit oleh para monster. Semuanya tertular. 

 

Jika ada seseorang yang benar-benar selamat tanpa cedera maka dialah penyihir yang mengutuk semua orang di sana. 

 

“Tapi aku bukan—” 

 

Seketika Eva tersadar dari mimpi buruknya. Sudah lama dia tidak memimpikan hal ini, di mana dia pertama kali berjumpa dengan sosok penyihir tanpa wajah. Wanita itu pernah mengundangnya sekali dan sekarang darah penyihir itu ada dalam tubuh Eva yang merupakan korban selamat dari bencana wabah.

 

“Nona Penyihir, apa ada sesuatu?” Pria berambut pirang yang sekarang sedang berdiri di belakang sofa itu bertanya. 

 

Pria ini ada di dalam rumah karena Eva mengijinkannya lantaran dia tidak tahu harus berbuat apa setelah tiba-tiba orang ini berlutut dan memberi hormat padanya. Dilihat dari ucapannya pun sudah jelas dia tahu jati diri Eva namun Eva sendiri tidak yakin dengan orang aneh ini. 

 

“Sebenarnya kamu ini siapa?” Eva bertanya dan dengan sengaja mengabaikan pertanyaan pria ini.

“Saya adalah pengawal penyihir.”

“Bohong. Mana mungkin ada yang namanya pengawal. Meskipun penyihir ada banyak tapi cenderung selalu sendirian. Paling tidak orang-orang kultus atau hewan peliharaannya yang menjaga.”

“Saya adalah Magus, Bien.” 

“Ah, ribet banget. Kupanggil saja Agus,” gerutu Eva yang langsung menyebut pria itu dengan nama lain.

 

Magus merupakan sebutan untuk penyihir laki-laki. Eva salah mengira itu adalah namanya.

 

“Jadi, kenapa ada di sini? Kenapa mengikutiku?”

“Tidak ada rencana. Saya hanya ingin mengikuti penyihir asli.”

“Maksudmu kamu bukan penyihir sungguhan?”

“Saya hanyalah orang yang dijadikan subjek oleh penyihir tanpa wajah. Dia meminta saya untuk menemani keturunan penyihir.”

“Dia lagi?” 

 

Magus ini kembali mengungkit hal yang paling dibenci oleh Eva. Raut wajahnya berubah drastis ketika nama itu disebut dengan lantang membuat perasaan Eva jadi tidak enak. Lekas dia masuk ke dalam kamar lalu menguncinya rapat-rapat agar pria itu tidak bisa masuk ke dalam. Memanfaatkan waktu yang ada, Eva mencari ponsel yang baru saja dibelikan oleh Ash, beruntungnya ada di dalam laci paling atas. 

 

“Syukurlah aku tidak melupakan benda ini.” 

 

Dia menekan beberapa nomor, bermaksud menghubungi Tio. Namun setelah beberapa saat tidak tersambung. Sudah dicoba berulang kali tapi tetap sama, tidak ada jawaban dari Tio seakan-akan memang sedang dihindari. Eva berpikir mungkin saja ada hal lain mendesak daripada mengangkat telepon darinya. 

 

“Orang itu sudah membeberkan semuanya saat Ash tidak ada. Apa dia memanfaatkan ini untuk naik jabatan?” 

 

Semenjak Ash menghilang, pemikiran Eva selalu mengarah negatif bahkan terhadap dirinya sendiri. Segala hal sekecil apa pun membuatnya terus terperosok ke dalam jurang. Penyihir tanpa wajah selalu menghantuinya di setiap Eva lengah. Kadang-kadang nyaris terjatuh dalam keputusasaan saking kuatnya aura kegelapan di sekitar. Eva selalu bisa bertahan pun karena selalu mengingat keberadaan Ash dalam benaknya. 

 

“Tidak bisa begini terus. Aku harus keluar dan cari orang itu. Dia pasti tahu alasan mengapa Ash hilang.” 

 

Magus memanggil dari luar kamar selama beberapa kali. Kesabaran pria itu mulai habis karena tak kunjung mendapat jawaban dari penyihir yang dia layani. Sementara Eva diam-diam mengendap keluar dari jendela kamar dengan membiarkan pintu kamar itu tetap terkunci. Ini merupakan sebuah keputusan dan kesempatan yang bagus tuk menghindari sosok yang terlibat dengan penyihir tanpa wajah.

 

Setelah cukup lama dia memanggil, Magus Bien mendobrak pintunya dalam sekali hantam dan tidak mendapati sosok Eva di sana. Ekspresi pria itu sama sekali tidak berubah, wajahnya tetap sama, sangat datar. Sulit diutarakan karena sejak awal dia memang tidak bisa berekspresi. Setelah melihat kamarnya kosong, lekas dia beranjak pergi agar dapat menyusul Eva yang seharusnya masih belum jauh dari jalanan. 

 

Kota Angin memiliki puluhan jalan bercabang namun hanya satu jalan yang mengarah ke jalan besar. Magus itu bukan sekadar memilih jalan, dia dapat merasakan aura penyihir itu dari jarak sekitar belasan meter sehingga tidak sulit baginya menemukan Eva kembali. 

 

Menyadari keberadaan Agus semakin mendekat, Eva bergegas dengan mempercepat langkahnya dan sengaja pergi ke arah kerumunan. Begitu dekat dengan jalan bercabang lainnya, dia pun memasuki jalan itu tanpa tahu kalau jalan itu sebenarnya adalah jalan buntu. 

 

“Eh? Kenapa bisa aku terjebak di jalan buntu? Apa di kota ini memang banyak jalannya?” 

 

Bingung serta cemas dan takut bila Agus mendekat, Eva segera keluar dari jalan buntu itu dan tidak disangka Agus sudah menunggunya berdiri di depan. Eva terperanjat kaget lantas berbalik badan, dia ingin menghindarinya sehingga tanpa sadar pergi ke jalan buntu itu lagi. 

 

“Nona Penyihir, di sana tidak ada jalan.” 

 

Agus menarik pundaknya sampai Eva kehilangan keseimbangan. Pria berambut pirang itu spontan memapah tubuh sang penyihir yang nyaris terjatuh.

 

“Berhenti mengikutiku.” Dengan suaranya yang melemah dia meminta agar Agus tak lagi membuntuti. 

 

Namun Agus tetap menggenggam kedua pundak Eva. 

 

Dari waktu ke waktu keberadaan pria kurang ajar ini semakin membuatnya risih, Eva berdecak kesal, mengusirnya dengan sengaja. Tatapan yang terpancar dari mata hitam Eva sudah jelas itu adalah tatapan kebencian sekaligus rasa jijik. Agus sadar lalu melepas kedua tangan dari pundaknya dengan sedikit terkejut.

 

“Saya berbuat salah ya?”

“Kamu pikir ini apa?” sahut Eva tegas sembari menunjukkan cincin yang tersemat di jari tengahnya.

“Maafkan saya. Saya tidak cukup peka tapi tolong ijinkan saya melindungi Nona Penyihir.”

“Aku bukanlah penyihir!” sangkal Eva yang semakin jengkel.

 

Agus tidak merespon lagi setelahnya dan membiarkan wanita yang terlihat kelimpungan tanpa sebab itu berjalan sendirian di jalan perkotaan.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tic Tac Toe
898      723     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
Orkanois
2845      1132     1     
Fantasy
Ini adalah kisah yang ‘gila’. Bagaimana tidak? Kisah ini bercerita tentang seorang siswa SMA bernama Maraby, atau kerap dipanggil Mar yang dengan lantang menginginkan kiamat dipercepat. Permintaannya itu terwujud dengan kehadiran Orkanois, monster bertubuh tegap, berkepala naga, dengan tinggi 3 meter, dan ia berasal dari planet Orka, planet yang membeku. Orkanois mempunyai misi berburu tubuh ...
The Eternal Love
22289      3611     18     
Romance
Hazel Star, perempuan pilihan yang pergi ke masa depan lewat perantara novel fiksi "The Eternal Love". Dia terkejut setelah tiba-tiba bangun disebuat tempat asing dan juga mendapatkan suprise anniversary dari tokoh novel yang dibacanya didunia nyata, Zaidan Abriana. Hazel juga terkejut setelah tahu bahwa saat itu dia tengah berada ditahun 2022. Tak hanya itu, disana juga Hazel memili...
Mapel di Musim Gugur
498      363     0     
Short Story
Tidak ada yang berbeda dari musim gugur tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, kecuali senyuman terindah. Sebuah senyuman yang tidak mampu lagi kuraih.
Trip
1014      529     1     
Fantasy
Sebuah liburan idealnya dengan bersantai, bersenang-senang. Lalu apa yang sedang aku lakukan sekarang? Berlari dan ketakutan. Apa itu juga bagian dari liburan?
Waiting
1748      1295     4     
Short Story
Maukah kamu menungguku? -Tobi
Sacred Sins
1582      694     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...
[END] Ketika Bom Menyulut Cinta (Sudah Terbit)
2244      1121     5     
Action
Bagaimana jika seorang karyawan culun tiba-tiba terseret dalam peristiwa besar yang mengubah hidupnya selamanya? Itulah yang dialami Maya. Hari biasa di kantor berubah menjadi mimpi buruk ketika teror bom dan penculikan melanda. Lebih buruk lagi, Maya menjadi tersangka utama dalam pembunuhan yang mengejutkan semua orang. Tanpa seorang pun yang mempercayainya, Maya harus mencari cara membersihka...
Comatose
229      142     0     
Fantasy
COMATOSE mengundang pembaca ke dimensi lain, melintasi batas tipis antara hidup dan mati, dalam kisah romansa fantasi yang menyentuh hati. Sativa Illana Mersani, seorang gadis biasa, terseret ke dalam koma setelah ditabrak truk. Namun, alih-alih berakhir, kesadarannya justru terbangun di samudra langit senja yang memabukkan. Sebuah ruang liminal tempat jiwa-jiwa yang terlelap dalam pemulihan ...
Code: Scarlet
26863      5736     16     
Action
Kyoka Ichimiya. Gadis itu hidup dengan masa lalu yang masih misterius. Dengan kehidupannya sebagai Agen Percobaan selama 2 tahun, akhirnya dia sekarang bisa menjadi seorang gadis SMA biasa. Namun di balik penampilannya tersebut, Ichimiya selalu menyembunyikan belati di bawah roknya.