Loading...
Logo TinLit
Read Story - (Un)perfect Marriage
MENU
About Us  

Nina's POV

Di dalam pesawat, aku menatap pria yang tengah tertidur di sebelahku. Perjalanan Jakarta ke Bali memang sangatlah cepat jika ditempuh dengan burung besi berlabel Garuda ini. Tetapi, kulihat dia sangat lelah. Jadi, mana tega aku membangunkannya?

Aku teringat semua peringatan Aira yang ia berikan sebelum aku tiba di bandara. Ia mengirimkanku beberapa pesan, agar aku tak salah dalam merawat si bayi tua namun tampan di sebelahku, alias Revan.

From: Aira

Nin, there's a lot of Revan's lists:

Revan gak suka gula terlalu banyak.

Revan punya penyakit asma yang bakal kambuh kalo dia kedinginan.

Revan gak suka sarapan. Dia sering lemes tapi tetep aja gak mau sarapan.

Revan malas mandi!

Revan mempunyai mood berubah-ubah, kadang ceria banget, kadang suntuk banget. 

Revan suka banget nyanyi, jadi kalo Revan nyanyi terus, biarin aja. Toh suaranya bagus.

Revan asik banget buat ngobrol.

Revan baik banget.

Revan peduli dan loyal.

Tapi lagi-lagi, sifat baik Revan hanya ia tunjukan pada 'orang-yang-ia-anggap-baik. So, kalo Revan terlihat ganas, jahat, menyebalkan--berarti lo yang belum cukup baik buat Revan.

Nah, jelas kan? Gdluck baby Nina for your task as assisten of Mr. Revan! Love you! Xx, Aira.

Ya, kira-kira seperti itulah list yang Aira beri. Berisikan hal-hal tentang Revan. Dan aku baru tau kalau lelaki di sebelahku ini memiliki penyakit asma. Aku berdoa, semoga asma si tampan ini tak kambuh selama di Bali. Karena... errr aku tak pandai dalam menanganinya. 

Aku menatap Revan cukup lama. Ia tampan ketika tertidur pulas. Ia memiliki kulit yang tak terlalu putih, sehingga cocok disebut 'lelaki-macho'. Ia memiliki otot yang hampir terbentuk sempurna di lengannya, yaa mungkin karena kebiasaannya pergi ke gym kalau kata Aira. Rambutnya berantakan, namun itu yang membuatnya terlihat sangat tampan. 

Aku benci mengakuinya, bahwa lelaki di sebelahku--errr... sangatlah menggairahkan.

"Udah puas ngeliatin gue?"

DEG!

Sial, aku tertangkap basah sedang tersenyum menikmati keindahan wajahnya.

Aku menatap ke arah langit sana, menghindari tatapannya yang membunuhku. "Siapa yang ngeliatin lo?"

"Lo, tadi, sambil senyum-senyum."

Aku mendesis tajam. "Ck, gue kira dia tidur."

"Apa? Gue denger lho. Hahaha ya emang kalo tidur, lo kenapa? Pasti bahagia banget ya bisa nikmatin wajah ganteng gue?"

Aku memoles kepalanya pelan. "Pede banget lo!"

"Yeee, yang penting lo ketauan ngeliatin gue!"

"Pengen banget diliatin gue?"

"Gue sih gak kepengen. Mending dilihatin Aira sumpah, daripada dilihatin cewe kurang waras kayak lo!" Revan mengejekku, sambil meneguk teh botolnya.

Aku menelan ludahku. "Seksi," gumamku pelan.

"Apa?"

ASTAGA! Pipiku memerah lagi! Belum sempat aku meyakinkannya bahwa aku memang tak mengamati wajahnya, kini aku malah bergumam jika dia seksi!

Ya, dia memang seksi, kan? Dewi batinku protes. Munafik banget lo kalo gak mau ngakuin! Dewi batinku terus mengejekku.

Oh astaga, bahkan lelaki di sebelahku kini menggelengkan kepalanya. "Dasar aneh!"

Ya ya ya, bahkan aku sendiri merasa bahwa diriku memang aneh. Kenapa sih aku? Kenapa aku gak bisa mengontrol bibir dan mataku? 

OMG Nina.. Dia cuma Revan, bukan Zayn Malik atau Harry Styles! 

Duh.

*

*

Revan's POV.

Sesampainya di Bali, aku dan si gadis lebay itu segera menemui supir keluargaku yang memang ditugaskan di Bali--mengingat seringnya keluargaku ke Bali, untuk sekedar urusan bisnis. 

Dan jadilah begini masa mudaku. Di samping kuliah dan menekuni hobi bermusik, keluargaku memercayaiku untuk mengelola salah satu resort yang juga berada di Bali. 

Ruginya, masa mudaku jadi sedikit terganggu, karena waktu senang-senangku tak sebanyak yang dimilikki teman-temanku. Di kala semua pergi untuk sekedar clubbing--aku justru harus menatap layar laptop berjam-jam demi mengontrol semua bisnis yang mulai kutekuni.

Keuntungannya? Ya, aku jauh lebih mapan kini. Bahkan, aku merasa bahwa diriku tak perlu kuliah, karena tingkat kemapananku sudah di atas rata-rata. Haha, sombong? Tapi memang nyatanya seperti itu.

"Mas Revan mau menginap di hotel atau bagaimana?" tanya Pak Supri, supirku.

"Di villa aja, Pak. Yang deket sama resort."

"Baik, Mas."

Mobil melaju dengan kecepatan standar menuju villa keluargaku. Sebenarnya aku ingin menginap di hotel. Tapi mengingat bahwa aku ke Bali bersama seorang gadis yang cukup aneh, jadi villa sudah cukup menyenangkan sepertinya. Ya, minimal kalau menginap di hotel, aku harus membawa gadis yang seperti Tamara agar bisa bersenang-senang, bukan sepertinya.

"Revan," panggilnya. Hh, mendengar suara gadis inipun, aku sudah badmood mendadak.

"Hmm.."

"Gue tidur ya? Ngantuk."

Aku mendengus. "Tidur ya tidur aja."

Aku sempat melirik, dan melihat bagaimana Nina mengerucutkan bibirnya. Mungkin aku terlalu ganas dan dingin padanya? Biarkan saja, toh aku memang tak nyaman berada di dekatnya.

Kuraih ponselku, dan kuketik pesan singkat untuk Aira.

Me: Ra, lo bener2 deh.... 

Aira : Apa?

Me: Serigala berbulu domba.

Aira : Gue? Emg gue ngapain lo?-_-

Me: Lo kasih gue asisten pengganti yang bikin gue pengen cepet2 lompat ke sepuluh tahun lagi!

Aira : Hah?

Aira : Tuh, lo penasaran sm masa depan lo sama Nina ya? Haha

Me: Nggak lah!

Aira : -_- terus apaandong?

Me: Gue ga tahan aja. 

Me : Temen lo tuh menurut gue sedikit freak and creepy.

Me : Dia senyum-senyum dan ngeliatin gue pas gue tidur (gue ga tidur sbnrnya)

Me : Trs dia bilang kalo gue 'seksi'. Ya pelan sih, tp gue denger dan uhh apaan sih dia aja bukan siapa2 gue.

Me : Lo tau kan? Kalo gue paling gak suka ada cewe yang terang-terangan kagum sama gue?

Aira : .....

Aira : Lo tega banget ngatain sahabat gue.

Aira : Sahabat gue gak se-creepy and se-freak itu kok.

Aira : Ya mungkin dia cuma sekedar kagum sama lo?

Me : Tapi gue gak suka. 

Me : Sahabat lo menjijikan.

Aira : Ooooh gitu. 

Aira : Lo gak suka ada org yang terang-terangan kagum sama lo? Tapi lo malah cinta mati sama orang yang sejujurnya gak pernah sayang sama lo? Kayak Tamara.

Me : Ugh, please. 

Me : Tamara is perfect.

Me : Dia selalu bikin gue penasaran, dan itu bikin gue makin semangat buat bikin dia sayang sama gue.

Me : Karena pada dasarnya, mencintai itu lebih menyenangkan daripada dicintai.

Aira : Kenapa lo bilang gitu?

Me : Karena seseorang yang mencintai, akan lebih mengerti dan menghargai apa arti usaha dan kehilangan.

Aira : Kata2 ter-tolol yang pernah gue denger.

Aira : Dan suatu saat, lo bakal merasakan pahitnya mencintai tanpa dicintai. Atau lo bakal merasakan, nikmatnya keseimbangan antara mencintai dan dicintai.

Ck!

Intinya, aku tak begitu menyukai gadis yang tengah tertidur di sebelahku.

*

Nina's POV

Hah? Semua yang dikatakan Aira terdengan seperti bullshitmungkin? Ia dingin, ia tak manis, dan ia cuek padaku. 

Di pertemuan pertama dulu, Revan memang cuek. Lalu ketika ia putus dengan pacarnya, ia mendadak baik, bahkan memeluk dan menjadikanku sebagai sandarannya. Nah, sekarang? Apakah ia akan terus bersikap dingin padaku?

Oh. Teruslah dingin. Bagiku tak masalah. 

Oh. Tiga hari, cepatlah berlalu agar tugasku sebagai asistennya bisa selesai! 

Sejujurnya, aku tak benar-benar tertidur. Aku setengah terpejam sambil melamun di perjalanan. Hingga kurasakan sebuah tangan menepuk bahuku, berusaha membangunkanku. "Hei, kita sampai," kata Revan, tentunya dengan nada yang datar.

Aku menarik nafas, seolah baru terbangun dari tidur. Kemudian aku mengikutinya.

*

Mulutku menganga lebar. "Gila! Ini villa, kan?" tanyaku pada Revan yang berjalan tepat di sebelahku.

"Ya emang menurut lo gimana?"

"Nggak tau! Lebih mirip hotel menurut gue."

Revan memutar bola matanya. "Tapi di sini gak ada meja resepsionis, di sini gak ada parkir mobil berhektar-hektar kayak di hotel, di sini juga gak ada puluhan kamar kayak di hotel. So, kesimpulannya ini villa."

Hah? Tuh, kan. Tinggal jawab 'ini villa' kenapa sih? Pake jawab panjang-panjang, sok ceramah! Ya, kira-kira begitulah isi hatiku, namun alih-alih, aku justru menatapnya dan berkata, "Oh iya ya."

"Lo duduk di ruang tamu dulu. Gue mau ambil kunci kamar," perintahnya tegas.

"Oke."

Tuh kan, ruang tamunya aja besar banget! Pokoknya sore ini aku akan mengitari villa ini! Tadi sepertinya aku melihat bayangan kolam renang di halaman belakang. Ck, seperti hotel bintang tiga saja villa ini!

Aku menghempaskan badanku ke sofa di ruang tamu yang terdominasi warna putih. Kemudian aku mengeluarkan ponselku, dan mengeceknya. Terdapat beberapa pesan masuk, dan salah satunya dari Aira.

Aira: Lo udah sampe?

Me : Udah. Knp?

Baru beberapa detik aku mengirim, ponselku bergetar panjang. Aira menelponku.

"Halo, Ra?"

"Lo selamet kan? Gimana di sana keadaannya? Lo gak apa-apa, kan?"

"Selamat, baik-baik, dan gue sehar-sehat aja. Kenapa sih lo?"

"Ya gak apa-apa. Mastiin aja."

"Yang bener? Tumben perhatian amat!" sindirku.

"Gue selalu perhatian dan peduli sama lo, tau!"

"Kalo lo peduli, lo gak akan bikin gue tersesat di sini!" sungutku tajam.

"Ck. Kalo gue gak peduli, gak mungkin gue hubungin lo disaat gue tau kalo lo--"

"Gue kenapa?"

"Eng.. Nggak kok!"

"Ra? Please, ngaku sama gue. Atau gue bakal pulang saat ini juga, dan bikin Revan marah lalu gue limpahin semua tuntutan ke lo."

"Hhh... Sebenernya, gue gak takut ancaman lo. Tapi gue bingung mau ngeles apa, karena gue udah terlanjur hampir keceplosan."

"Jadi? Apa yang terjadi?"

"Gini.. Sebelumnya gue mau tanya.. Sikap Revan ke lo gimana?"

"Ck.. Gak tau, Ra. Dia tuh dingin dan kayak ganas banget gitu. Padahal kemarin-kemarin yaa meski awalnya dia ganas, tapi dia sempet baik sama gue. Eh sekarang jahat lagi."

"Nah, kan.. Jadi Revan tadi hubungin gue. Dia bilang kalo--ya, dia agak gak nyaman sama lo. Ya pokoknya gitu deh. Dia bilang, dia tuh risih kalo lo liatin dia seolah lo tuh suka sama dia. Dan dia benci kalo lo bertindak aneh. Karena dia gak suka kalo ada cewek yang terang-terangan suka ke dia."

Grr... Kurasakan amarahku memuncak.

"Nih ya, pertama, gue gak suka sama dia. Jadi gak usah kepedean. Kedua, yaaa gue ngelihatin dia cuma sebatas 'ih ganteng', gitu doang, gak lebih, Ra."

"Ya ya ya, gue percaya. Di hati lo pasti tetep Harry Styles, kan? Hahahaha."

Nafsu tertawaku sudah terlanjur sirna, kupikir. 

"Ya udah, saran gue, lo berusaha biasa aja ke dia, atau lo berusaha bersikap dingin ke dia. Biar Revan gak kepedean."

"Oke."

"Dan satu lagi, jangan sampai lo suka sama dia, karena yang ada, lo malah makin dihina."

"Buat suka sama dia juga kayaknya gue gak sudi."

"Hahaha. Am i broke your mood today?"

"Not you, but him.  Terus, dia kan tenar, dia juga penyanyi, emang dia gak suka kalo ada fans-fans nya yang begitu mengidolakan dia?"

"Beda kalo itu. Kalo cuma suka biasa sih, dia gak masalah, selama para fans itu gak mengusik."

"Jadi gue ngusik dia?"

"Ya mungkin dia merasa begitu. Karena dia pikir, lo begitu creepy dengan lihatin dia pas tidur, dan bilang dia seksi pas minum."

Errrrgh!

Pede banget dia! Lihat aja, nanti, aku gak akan bersikap manis di depan dia. Aku akan selalu--errr--paling tidak berpura-pura menjadi wanita dingin. 

"Nih kunci kamar lo!" Revan muncul entah darimana, dan melempar satu buah kunci ke arahku. "Kamar lo di sebelah kamar gue. Lo jalan aja, ntar ada pembantu gue yang bakal arahin lo."

OMG! Dia sudah berganti baju dan kini ia mengenakan kaos putih polos yang mencetak dada bidang kotak-kotaknya itu! Aku harus menahan hasrat untuk tak menatapnya atau tak menggumamkan kata yang membuatnya makin besar kepala.

Jadi aku hanya mengangguk, dan berjalan ke arah yang kakiku inginkan.

*

Author's POV.

Bagi Nina, kamar di dalam sebuah villa ini bagaikan kamar di hotel bintang lima. Apalagi statusnya dia hanyalah tamu, tapi ia merasa bagai tuan rumah. Ia jadi penasaran, bagaimana bentuk kamar utama yang ditempati Revan, ya?

Kamar dengan ranjang king size, TV layar datar, AC otomatis yang menyala sepanjang hari, kamar mandi dilengkapi dengan bath tub serta water-heaternya, daaan masih banyak sekali fasilitas dalam kamar ini. Nina yakin, terkurung tiga bulan di sinipun, ia bersedia! Sangat bersedia. 

Nina membuka kopernya, untuk menatanya singkat dalam lemari serta menyiapkan baju untuk ia pakai sehabis mandi. Namun ketika ia melihat tatanan bajunya.... "Shit! Gue bawa bikini banyak banget! Sementara baju tidur, gue cuma bawa satu, kaos bawa dua, arrrgggh kemejapun gue gak bawa?!"

Nina mendegus. "Oke, kalo gini caranya, ntar malem gue bakal ke luar cari toko baju!"

*

Sore ini hujan turun cukup deras di pinggiran kota Denpasar. Hawa sejuk mengitari dua insan yang sedang menikmati dinginnya senja di ruang keluarga. Di dalam villa ini, hanya ada mereka berdua. Para pembantu dan supir ditempatkan di rumah khusus yang berada di sebelah villa--terpisah dari villa ini.

"Nin, bikinin gue teh dong." Revan yang asyik berkutat dengan laptopnya, kini menengadahkan kepalanya tuk menatap Nina. 

Yang ditatap hanya mengangguk singkat, kemudian berlalu ke dapur. Muncul pertanyaan di benak Revan, kenapa gadis itu tak secerewet semula, ya?

Sementara di dapur, Nina membuat dua cangkir teh untuk dirinya dan juga Revan. Dan ia berjanji, akan diam dan dingin padanya, agar Revan tak menganggapnya sebagai wanita yang menjijikkan.

Beberapa menit kemudian, satu cangkir teh sudah tersodor di hadapan Revan, dan Revan menyesapnya pelan. "That's good taste. Lo tau kalo gue gak suka gula?"

Nina mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya.

"Tau darimana?"

"Aira."

"Oh."

Suasana hening lagi. Jujur, Revan tak suka dengan kondisi seperti ini. Mana Nina yang cerewet tadi pagi dan kemarin-kemarin?

Nina yang sebenarnya juga berada di titik kecanggungan, memilih untuk tak mengajak Revan bicara, dan lebih memilih tuk menatap foto-foto personil One Direction di ponselnya. Ugh, bahkan Revan jauh lebih tampan dipandang daripada foto-foto mereka! Ck, kenapa sih gue?

Revan berdeham hingga mau tak mau Nina menoleh. "Gue gak suka lo liatin HP lo terus."

Nina mengernyitkan keningnya, bingung.

"Gue butuh asisten ya salah satunya supaya gue gak bosen dan ada temen ngobrol. Bukan temen untuk lihat layar hape terus-terusan!" tandasnya.

Gadis cantik nan polos itu kini melirik Revan dengan ganas. "Lebih baik gue diem kan, daripada lo anggep gue freak and creepy karena gue ajak ngomong lo terus? Gue pikir diem juga lebih baik daripada ngomong sama cowo dingin yang nganggep ketulusan gue sebagai sesuatu yang menjijikan." Usai berkata demikian, Nina berlalu menuju kamarnya.

Revan menggertakan giginya. Grrr. Ada yang aneh. Revan mendadak merasa sepi dan rindu dengan tingkah Nina. Dan mendadak, Revan mengingat, ketika dia memeluk Nina erat-erat, saat hatinya baru saja dipatahkan seseorang. 

*

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Behind The Scene
1338      593     6     
Romance
Hidup dengan kecantikan dan popularitas tak membuat Han Bora bahagia begitu saja. Bagaimana pun juga dia tetap harus menghadapi kejamnya dunia hiburan. Gosip tidak sedap mengalir deras bagai hujan, membuatnya tebal mata dan telinga. Belum lagi, permasalahannya selama hampir 6 tahun belum juga terselesaikan hingga kini dan terus menghantui malamnya.
Danau Toba and My English Man
668      419     0     
Romance
Tentang Nara dan masa lalunya. Tentang Nara dan pria di masa depan.
Tumbuh Layu
357      237     4     
Romance
Hidup tak selalu memberi apa yang kita pinta, tapi seringkali memberikan apa yang kita butuhkan untuk tumbuh. Ray telah pergi. Bukan karena cinta yang memudar, tapi karena beban yang harus ia pikul jauh lebih besar dari kebahagiaannya sendiri. Kiran berdiri di ambang kesendirian, namun tidak lagi sebagai gadis yang dulu takut gagal. Ia berdiri sebagai perempuan yang telah mengenal luka, namun ...
KNITTED
1505      674     1     
Romance
Dara memimpikan Kintan, teman sekelasnya yang sedang koma di rumah sakit, saat Dara berpikir bahwa itu hanya bunga tidur, pada pagi hari Dara melihat Kintan dikelasnya, meminta pertolongannya.
Memoreset (Sudah Terbit)
3821      1438     2     
Romance
Memoreset adalah sebuah cara agar seluruh ingatan buruk manusia dihilangkan. Melalui Memoreset inilah seorang gadis 15 tahun bernama Nita memberanikan diri untuk kabur dari masa-masa kelamnya, hingga ia tidak sadar melupakan sosok laki-laki bernama Fathir yang menyayanginya. Lalu, setelah sepuluh tahun berlalu dan mereka dipertemukan lagi, apakah yang akan dilakukan keduanya? Akankah Fathir t...
Archery Lovers
4661      2003     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
Say You Love Me
176      148     0     
Romance
Mendapati suaminya sendiri berselingkuh dengan adik tirinya, Adelia merasa hatinya hancur berkeping-keping. Ia akhirnya percaya, bahwa peringatan Raffi - sahabatnya - benar. Namun semuanya telah terlanjur terjadi, ia telah memilih melepaskan Raffi dan menerima Morgan sebagai pemilik hati.  Setelah pernikahannya rusak, hidupnya perlahan hancur, kemalangan terus menerus menimpanya. Hingga berak...
Nightmare
437      301     2     
Short Story
Malam itu adalah malam yang kuinginkan. Kami mengadakan pesta kecil-kecilan dan bernyanyi bersama di taman belakang rumahku. Namun semua berrubah menjadi mimpi buruk. Kebenaran telah terungkap, aku terluka, tetesan darah berceceran di atas lantai. Aku tidak bisa berlari. Andai waktu bisa diputar, aku tidak ingin mengadakan pesta malam itu.
Let it go on
1132      806     1     
Short Story
Everything has changed. Relakan saja semuanya~
Yang Terindah Itu Kamu
11910      3481     44     
Romance
Cinta pertama Aditya Samuel jatuh pada Ranti Adinda. Gadis yang dia kenal saat usia belasan. Semua suka duka dan gundah gulana hati Aditya saat merasakan cinta dikemas dengan manis di sini. Berbagai kesempatan juga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Aditya. Aditya pikir cinta monyet itu akan mati seiring berjalannya waktu. Sayangnya Aditya salah, dia malah jatuh semakin dalam dan tak bisa mel...