Loading...
Logo TinLit
Read Story - Silent Love
MENU
About Us  

Gi Do Hoon

Tok tok tok

Siapa malam-malam begini yang mengetuk pintu kamarku? Aku kan tinggal sen-- Ah tidak. Aku lupa kallau sekarang aku sudah tinggal berdua di apartemen ini. Kalau mau mengingat hal yang terjadi tadi sore, rasanya aku kesal sekali dengan eomma. Bisa-bisanya melakukan hal itu tanpa bicara terlebih dahulu padaku.

Tok tok tok

"Jeogi.. Do Hoon-ssi. Aku ingin delivery makanan. Apakah kau mau sekalian?"

Tak kujawab sama sekali. Aku hanya diam dan membaca bukuku diatas kasur.

"Do Hoon-ssi. Apakah kau mau pesan?"

"..."

"Do Hoon-ssi. Gi Do Hoon-ssi."

Dimana airpodku? Ku pakai airpodku ketika menemukannya. Aku tak mau membuabg tenaga dan waktu untuk menjawab hal itu. Kalau aku tidak menjawab ya artinya aku tidak mau.

"Apa dia sudah tidur? Geurae geureom. Aku akan memesan untukku sendiri saja."

Sepertinya dia sudah pergi. Karena sudah tidak tidak terdengar suara apapun lagi dari depan kamarku.

Astaga. Hari-hari tenangku sepertinya tidak akan tenang lagi.

***

Alarm ponselku berbunyi yang artinya aku sudah harus bangun. Seperti biasa, aku memasak air pamas dulu untuk menyeduh susu dan aku sendiri pergi menyikat gigi dulu sembari menunggu airnya mendidih.

Kebiasaan sarapan pagiku itu susu hangat dan toast dengan selai strawberry. Aneh karena aku lelaki dan kesukaannya justru seperti perempuan? Entahlah. Hanya saja aku suka kedua menu itu. Terkadang aku juga memasak telur mata sapi kalau aku tidak mau pakai selai.

Ah. Tenangnya.

Selesai makan baru aku mandi. Sudah memakai baju dan siap untuk pergi, aku keluar kamar untuk ke kampus. Walaupun aku kelas jam 9 dan sekarang baru jam 7, tak apa. Aku suka ke perpustakaan. Jadi aku bisa baca-baca buku dulu di perpustakaan.

Dugh!

"Mian."

Aku menahan senyum kecilku. Sebenarnya aku yang salah, tapi karena dia sudah minta maaf duluan, jadi tak ada alasan untukku minta maaf toh? Aku hanya berjalan melewatinya.

Ah. Benar. Dia belum kuberitahu bibeon apart. Ku ambil sticky notes di kamar, menuliskan bibeon lalu menempelkannya di kulkas. "Bibeon unit ada di kulkas. Aku tulis di note." Setidaknya aku suda meminta maaf tak langsung dengan memberitahunya bibeon apart. Well, apakah itu dihitung sebagai permintaan maaf?

***

Di kampus aku tak ada teman dekat sama sekali. Jadi jangan heran kalau aku melakukan semuanya sendirian. Termasuk makan. Aku tak kenal dan dekat dengan mereka. Paling hanya teman-teman yang sering satu kelas denganku dan sering satu kelompok tugas denganku. Itupun aku hanya tahu namanya. Karena aku orangnya tidak mudah bergaul dan tidak mau(?) Aku tak mau repot-repot punya banyak teman. Mereka pun sudah tahu aku bagaimana jadi hanya bicara denganku kalau lagi ada tugas kelompok atau memang benar-benar perlu denganku.

"Do Hoon-ah!"

Oh. Ku rasa ada satu.

"Do Hoon-ah! Hari ini kita jadi ke cafe bareng, kan? Kau sudah berjanji kemarin." Datang-datang dia langsung memeluk lenganku.

Karena risih jadi aku melepaskannya dengan halus. "Tidak. Aku tidak berjanji. Aku juga tidak menjawab."

Namanya Hwang Jihye. Dari kami berumur 9 tahun, dia sudah mengintiliku kemana-mana. Bahkan dia pernah menangis meminta orangtuanya agar dia bisa sekelas denganku. Aku tidak suka dengan sikapnya yang manja juga. Dia benar-benar tipikal orang yang akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang dia mau.

"Mwoya! Neo yaksokhaettjanha!" (Apaan sih. Kau sudah berjanji)

"Bikkyeo. Jangan ikuti aku." (Minggir)

Aku buru-buru berjalan ke perputakaan dimana Jihye pasti tidak akan mengikutiku karena kelas dia pagi ini ada di gedung sebelah. Dan setidaknya dia masih tahu kalaupun dia mengikuti ke perpustakaan dia tidak boleh berisik. Paling-paling dia hanya menempel di sebelahku saja.

Ketemu. Buku yang kemarin ku baca. Aku tidak mau meminjam untuk dibawa pulang, karena di rumahpun aku ada buku yang lain untuk dibaca. Aku bersandar di salah satu rak dengan satu tangan memegang buku dan satunya lagi di dalam saku celana. Bukan sok ya. Tapi memang begini biasa aku baca buku. Beruntungnya buku itu tinggal beberapa halaman lagi dan dalam waktu singkat sudah habis kubaca.

Tanganku mengambil buku lain. Kali ini buku untuk kelasku selanjutnya. Sebagai murid yang malas membawa buku banyak ke kelas, aku hanya membacanya di perpustakaan, dan mencatat di kelas. Hanya buku yang benar-benar sering dipakai baru aku bawa ke kelas.

"Do Hoon-ssi."

Eo? Aku menurunkan bukuku dan ta-da. Aku melihat perempuan yang sekarang tinggal denganku. Lee Do Young.

"Do Hoon-ssi majji? Ei! Kau juga mahasiswa disini?" Aku masih sedikit terkejut jadi aku tidak menjawabnya. Well, aku memang tidak biasa menjawab.

Oh bagus. Karena suaranya Do Young sedikit keras, hampir seluruh penghuni perpustakaan sekarang menatap ku dan Do Young.

Perempuan itu membungkukkan tubuhnya meminta maaf. "Mian. Mian." Oke. Ini waktunya aku pergi.

Kenapa dari semua orang, aku harus bertemu lagi dengannya disini?

Lee Do Young.

***

Kelas hari ini selesai cukup sore. Tapi karena aku mau ke toko buku dulu dan belanja susu serta roti mengingat persediaan sudah mau habis, jadi aku pulang cukup malam. Ah, aku juga mau membeli beberapa sayuran dan daging karena kulkas sudah kosong di rumah.

"Ya. Gi Do Hoon. Kau tinggal dekat sini juga?"

Kenapa hari ini tiba-tiba pada mengenalku semua sih? Aku hanya melihat Seok Woo sekilas tanpa menjawab dan memberikan uang pada kasir. Tanpa menunggu uang kembalian, aku langsung pulang.

Semoga Do Young tidak di ruang tamu.

Aku lega karena tidak melihat Do Young di ruang tamu. Karena aku masih belum terbiasa ada orang lain diapartku.

"KKAMJJAKIYA!" pekikku.

Bagaimana aku tidak terkejut. Kalau kau jadi aku kalian pasti akan terkejut juga melihat seorang perempuan terkapar dengan tangan memegang perutnya di depan kulkas. Aku berjongkok mengecek apakah Do Young masih bernapas. Semua masih normal.

Apa yang harus dilakukan sekarang? Oh. Ke rumah sakit. Tapi bagaimana caranya dan dengan apa kesana? Ayolah berpikir Gi Do Hoon.

Karena bingung, aku mengambil cara paling cepat terlintas di otakku. Aku mengambil dompet dan menaruh barang belanjaan diatas meja makan. Ku gendong Do Young dipunggungku dan membawanya ke rumah sakit dengan mobilku. Bahkan orangtuaku saja belum pernah masuk mobilku. Perempuan ini benar-benar.

***

Aku panik karena Do Young pingsan sampai membawanya ke rumah sakit dengan mobil yang jarang aku pakai. Dan tahu apa jawaban dokter?

Karena dia telat makan.

Do Young pingsan karena belum makan dan asam lambungnya naik. Benar-benar luar biasa.

Kedua matanya membuka perlahan. Sudah bangun ternyata. "Ireonasseo?"

Do Young sepertinya terkejut kaarena dia langsung memundukan tubuhnya ke samping sampai hampir jatuh. Aku menahan tawa karena dia pasti akan malu kalau dia sampai jatuh.

"Kau yang mem-"

"Menurutmu? Siapa lagi kalau bukan aku?" Pertanyaan bodoh.

Dia pasti kesal karena dia sedikit cemberut. "Mianhago gomawoyo." Mwo, sama-sama. Tapi aku tak menjawabnya.

"Jeogi, Do Hoon-ssi. Ah anida! Melihat kau di kampus ku, artinya kau kuliah di kampusku juga. Dan sepertinya kau lebih tua dariku mengingat buku yang waktu itu kau baca." Ah dia ingat kalau dia bertemuku tadi. Sebenarnya tak masalah sih kalau dia tahu, asal dia tidak menggangguku saja di kampus. "Do Hoon Sunbae-" Aku membulatkan mataku mendengar kata-katanya. Sunbae rani. (Kakak kelas katanya)

"Nuga ne sunbae-ya?"

Telunjuk kecilnya menunjukku. Ya sebenarnya tidak salah sih. Dia kelihatan lebih muda dariku. "Kau. Kau kakak kelasku kan. Do Hoon sunbae." Tapi aneh saja mendengarnya saat seseorang memanggilku sunbae.

"Cih." Aku hanya menjawabnya dengan ketusan.

Aku kira dia sudah selesai bicara. Tapi ternyata tidak, kawan-kawan. "Apakah kau seirit bicara itu? Bicara kan tidak perlu keluar uang dan energi. Kenapa kau jarang sekali bicara sih? Ibaratnya itu dalam 10 percakapan, kau hanya menyumbang sekitar 0,5 sampai 1 kali bicara." Tiba-tiba dia bertanya padaku. Aku sadar aku memang jarang bicara. Tapi jarang ada yang langsung bertanya padaku sepertinya. Aku membuang wajahku tak mau menjawab.

Dan kalian bisa bayanhkan betapa terkejutnya aku saat wajahnya di depanku, dan cukup dekat. Kalu tak ingat dia itu perempuan dan seorang pasien, dapat dipastikan akan aku toyor dengan kencang saking terkejutnya.

"Apakah kau sakit tenggorokan? Tapi suaramu baik-baik saja."

Aku mendecak dan mendorong dahinya dengan telunjukku. "Istirahat saja. Jangan menyusahkanku. Kau itu ada sakit asam lambung, tapi malah telat makan."

Dia memutar kedua bola matanya jengah. "Ne ne. Algesseumnida, Sunbaenim."

Mataku mendapati teko air yang kosong. Ku raih teko itu untuk mengambil air. Karena aku sendiri juga haus dan Do Young yang baru juga pasti haus nanti sembari menunggu infus vitaminnya habis.

"Kenapa menangis?" Aku lagi-lagi dibuat terkejut olehnya karena saat aku kembali, matanya berkaca-kaca. Kenapa lagi dia? Kenapa menangis? Apakah dia sakit perut lagi?

Dan senyuman terbit di wajahnya saat aku duduk di kursi yang ku duduki tadi. "Ku kira kau sudah pergi," katanya. Oh. Jadi dia kira aku meninggalkannya sendirian disini? Makanya dia menangis. Tapi kenapa dia nangis kalau memang kutinggal sendiri disini. Dia kan bukan anak kecil lagi.

Karena iseng aku pura-pura berdiri, "kau ingin aku pergi? Baiklah."

Dia menahan tanganku kali ini. "Kau ini tidak bisa diajak bercanda sekali, sunbae." Aku hanya mengendikkan kedua bahuku untuk menjawabnya. "Lalu kau darimana?"

"Ambil air minum." Sepertinya dia tidak melihat kalau tadi aku pergi dengan membawa teko.

"Untukku? Wah ternyata kau baik juga," ujarnya dengan kedua tangannya menyatu di depan tubuhnya. Gwiyeoweo. Eh? Sadarlah Gi Do Hoon.

"Tidak. Untukku. Kau memang mau minum? Akan kubagi kalau memang mau minum."

Dia langsung menyenderkan kepala dan tubuhnya di dinding kasur. "Dasar jahat." Aku hanya bisa tersenyum dalam hati. Benar-benar lucu.

Setelah infus vitamin habis, Do Young merengek untuk minta pulang. Dan ya, akhirnya domter menyerah dan memperbolehkannya untuk pulang. Tak ada yang bisa mengalahkan rengekan seorang Do Young sepertinya.

Tentu saja pulang dengan mobilku. Sebenarnya aku bisa saja menyuruhnya untuk pulang sendiri. Tapi dia baru saja keluar dari rumah sakit. Begini-begini aku juga masih punya hati.

"Aku tidak suka sendirian."

Eo?

Aku menoleh sekilas dan kembali fokus pada jalan di depanku.

"Aku tidak suka sendirian. Itu sebabnya aku menangis tadi di rumah sakit."

Oh. Itu sebabnya dia menangis tadi. "Tapi kan ada pasien yang lain."

"Yang kukenal disana kan hanya Sunbae."

Hening. Aku tak menjawab. Do Young sendiri juga tidak mengucapkan apapun lagi.

***

Aku teringat dengan panggilan yang dibuat Do Young untukku tadi. Chib-chib. Dasar Lee Do Young.

Bisa-bisanya dia langsung kabur setelah memanggilku chib-chib sunbae. Anak itu. Dan memoriku terputar kembali saat dia menangis dan berkata kalau dia tidak suka sendirian.

Ternyata anak sepertinya bisa menangis juga.

Dan ternyata dia kesepian. Sama sepertiku. Kami berdua sama-sama kesepian. Hanya saja cara kami untuk deal dengan kesepian itu sendiri berbeda. Dia dengan caranya sendiri. Dan aku dengan caraku sendiri. Do Young sepertinya punya banyak teman dan dia anak yang supel. Berbeda denganku yang menutup diri dari dunia. Apakah aku harus membuka diri juga? Menjadi teman Do Young contohnya?

Memikirkan kemungkinan itu, refleks aku menggeleng. "Tidak tidak. Kau tidak boleh, Do Hoon. Kau harus ingat yang dulu."

Benar. Aku tidak boleh. Agar tidak ada kejadian seperti dulu lagi.

Jeongsin charyeo, Gi Do Hoon. (Sadarkan dirimu, Gi Do Hoon)

Tok tok tok

Siapa lagi? Ah pasti Do Young.

"Kenapa?" Aku hanya membuka pintu kamarku seadanya.

"Aku mau masak ramyeon. Kau mau?"

Ramyeon? Apakah anak ini gila? Dia baru pulang dari rumah sakit dan dia mau makan ramyeon sekarang? "Kau lupa kau baru saja pulang dari rumah sakit?"

Do Young menggeleng, "tapi aku lapar. Dan aku hanya bisa memasak ramyeon saja."

Oh astaga. Aku memejamkan mataku sesaat. Oke. Hari ini saja. Biar kulanjutkan kebaikanku hari ini. "Tunggu di meja makan. Aku akan masakkan telur untukmu. Aku juga lapar."

Kedua mata Do Young langsung berbinar dan mengikutiku dari belakang yang sedang menuju ke dapur. "Benarkah? Tak usah bayar kan?"

"Ya."

"Gomawo, sunbaenim!"

Aku tak menjawab dan hanya fokus pada kompor dan alat masakku. Selesai aku langsung memberikannya pada Do Young. Anak ini benar-benar.

"Makanlah."

Do Young tersenyum lebar dengan sendok dan garpu ditangannya. "Jal meokgeusseumnida!!" (Selamat makan!!)

Aku hanya tersenyum dan duduk di depannya dengan makananku. "Sunbae, kau bisa pakai sumpit?" Aku melihatnya sekilas.

Apa ada yang aneh dengan memakai sumpit? Semua orang di Korea rata-rata memakai sumpit dan sendok untuk makan. "Bisa."

"Aku tidak bisa memakai sumpit."

Sudah dua puluh tahun dan tidak tahu? Benar-benar ingin menertawakan dia rasanya. "Bisakah kau mengajariku cara memakai sumpit?"

Tidak. Jangan lagi, Do Hoon.

"Sunbaenim. Tolonglah. Ne? Ne?" pintanya dengan sedikit aegyo.

Astaga Do Hoon. Kenapa kau lemah sekali dengan Do Young?

Aku berdiri, berjalan ke laci tempatku menaruh peralatan makan. Untungnya disana ada sumpit sepupuku yang nyasar ke boks pindahan apartku. Dan aku selalu lupa untuk mengembalikannya.

"Ini. Pakailah ini untuk belajar."

Do Young menatap sumpit itu bingung. "Sunbae. Ini untuk anak kecil."

"Tapi kau belum bisa pakai sumpit. Anak kecil selalu memakai ini untuk belajar. Tidak mau? Yasudah ku kembalikan saja."

Tangan Do Young secepat kilat mengambil sumpit itu dari tanganku. "A-arasseo. Arasseo. Wae bbijyeosseo?" (Ba-baiklah. Baiklah. Kenapa ngambek coba)

Lucu melihatnya belajar pelan-pelan menganbil nasi dengan sumpit anak kecil. Aku sampai tersenyum kecil melihatnya.

Oh. Tidak tidak. Bangunlah, Do Hoon.

Sepertinya akan sulit untuk anak yang satu ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
TRAUMA
129      114     0     
Romance
"Menurut arti namaku, aku adalah seorang pemenang..akan ku dapatkan hatimu meskipun harus menunggu bertahun lamanya" -Bardy "Pergilah! Jangan buang waktumu pada tanaman Yang sudah layu" -Bellova
She Is Mine
392      265     0     
Romance
"Dengerin ya, lo bukan pacar gue tapi lo milik gue Shalsa Senja Arunika." Tatapan Feren makin membuat Shalsa takut. "Feren please...," pinta Shalsa. "Apa sayang?" suara Feren menurun, tapi malah membuat Shalsa bergidik ketakutan. "Jauhin wajah kamu," ucapnya. Shalsa menutup kedua matanya, takut harus menatap mata tajam milik Feren. "Lo pe...
Palette
6400      2287     6     
Romance
Naga baru saja ditolak untuk kedua kalinya oleh Mbak Kasir minimarket dekat rumahnya, Dara. Di saat dia masih berusaha menata hati, sebelum mengejar Dara lagi, Naga justru mendapat kejutan. Pagi-pagi, saat baru bangun, dia malah bertemu Dara di rumahnya. Lebih mengejutkan lagi, gadis itu akan tinggal di sana bersamanya, mulai sekarang!
A D I E U
2192      878     4     
Romance
Kehilangan. Aku selalu saja terjebak masa lalu yang memuakkan. Perpisahan. Aku selalu saja menjadi korban dari permainan cinta. Hingga akhirnya selamat tinggal menjadi kata tersisa. Aku memutuskan untuk mematikan rasa.
Musyaffa
148      130     0     
Romance
Ya, nama pemuda itu bernama Argya Musyaffa. Semenjak kecil, ia memiliki cita-cita ingin menjadi seorang manga artist profesional dan ingin mewujudkannya walau profesi yang ditekuninya itu terbilang sangat susah, terbilang dari kata cukup. Ia bekerja paruh waktu menjadi penjaga warnet di sebuah warnet di kotanya. Acap kali diejek oleh keluarganya sendiri namun diam-diam mencoba melamar pekerjaan s...
Forbidden Love
10068      2150     3     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
Why Joe
1339      685     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
Help Me to Run Away
2660      1189     12     
Romance
Tisya lelah dengan kehidupan ini. Dia merasa sangat tertekan. Usianya masih muda, tapi dia sudah dihadapi dengan caci maki yang menggelitik psikologisnya. Bila saat ini ditanya, siapakah orang yang sangat dibencinya? Tisya pasti akan menjawab dengan lantang, Mama. Kalau ditanya lagi, profesi apa yang paling tidak ingin dilakukannya? Tisya akan berteriak dengan keras, Jadi artis. Dan bila diberi k...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
800      537     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
Putaran Waktu
1007      627     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...