Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta yang Berteduh di Balik Senja
MENU
About Us  

Langit Lembah Fengliu selalu berbeda. Saat tempat lain sibuk beradu dengan malam, di sini, senja menggantung lebih lama, seolah enggan pergi. Warna jingga melukis langit seperti lukisan air yang belum selesai. Angin membawa harum bunga teratai dan… suara perut keroncongan.

“Kamu bawa bekal, nggak?” tanya Aurelia dengan wajah memelas, nada suaranya nyaris putus asa.

Kael menoleh, satu alisnya terangkat.

“Kamu pewaris Klan Angin Selatan, dan pertanyaan pertamamu hari ini adalah soal… bekal?” ujarnya setengah geli, setengah heran.

Aurelia Virelle, duduk santai di atas batu besar dengan rambut dikepang longgar dan hanfu krem berbordir emas, hanya meringis.

“Aku nggak sempat sarapan tadi pagi. Cuma sempat makan setengah kue bulan dan seteguk teh pahit. Pantes aja sekarang laper banget,” keluhnya sambil memeluk lutut.

Kael menghela napas, lalu merogoh sakunya. Dengan ekspresi malas-malas sayang, dia melempar sebungkus daun ke arah Aurelia isi roti gulung dan irisan daging asap.

Aurelia menatap bungkusan itu seperti melihat pahlawan penyelamat dunia.

“Kael… kamu tampan dan bijak.”

Nada suaranya dibuat dramatis, seolah sedang akting di panggung teater istana.

Kael menyipitkan mata, mencibir sambil menggeleng.

“Dan kamu... lapar dan lebay,” ujarnya, nada suaranya datar tapi sorot matanya penuh sindiran.

Aurelia menjulurkan lidah sejenak lalu berseru pelan, “Cinta dan perut itu setara pentingnya, tahu.”

Kael mengangkat tangan menyerah.

“Fine. Tapi mulai besok, kamu yang bawa bekal,” katanya, kesal setengah bercanda.

Mereka tertawa. Bukan karena lucu, tapi karena nyaman. Karena, anehnya, dua pewaris klan yang seharusnya saling menjatuhkan malah duduk berdampingan di bawah pohon tua, menikmati senja dan makanan ringan.

“Tahu nggak,” ujar Aurelia sambil mengunyah pelan, “Ayahku bilang aku harus mulai bersiap untuk pernikahan politik. Entah dengan siapa. Yang penting bukan kamu.”

Kael nyaris tersedak udara.

“Senang sekali aku jadi referensi larangan,” komentarnya, nada suaranya ringan tapi matanya sempat melirik heran.

Aurelia mendongak, memandangi langit.

“Kita kayak... dosa yang enak dinikmati.”

Kael menoleh, menatapnya serius. Tidak ada drama besar, tidak ada janji manis. Tapi senja terasa lebih hangat dari biasanya.

“Besok aku mungkin harus kembali ke istana. Mereka mulai curiga aku sering ‘menghilang’ pas matahari hampir tenggelam,” bisiknya pelan.

“Dan kamu selalu muncul dengan aroma dedaunan dan... roti gulung?” Kael mengangkat alis, mencibir. “Sangat mencurigakan.”

“Hah, jadi kamu ngeluh karena aku datang bawa makanan?” protes Aurelia, pura-pura tersinggung.

“Nggak. Aku cuma berharap suatu hari kamu juga datang bawa kabar baik,” balas Kael tenang.

“Contohnya?” tanya Aurelia penasaran 

“Misalnya… dunia nggak hancur kalau dua pewaris klan saling jatuh cinta diam-diam di lembah.” ujar kael dengan nada agak menggoda juga agak bercanda 

Aurelia tergelak pelan, lalu bersandar ke bahunya.

“Kael,” ujarnya pelan, seolah menyimpan sesuatu yang berat.

“Hm?” sahut Kael, melirik dari sudut matanya.

“Kalau suatu hari nanti kita jadi musuh beneran... dan harus saling bunuh...” lanjutnya, nada suaranya datar tapi matanya menerawang.

“Ya?” Kael menanggapinya santai, meski rahangnya menegang sedikit.

“Kamu boleh nyakitin aku, asal jangan makan roti gulung terakhir.” Ujar Aurelia dengan serius tapi ekspresinya polos banget sampai Kael nyaris nggak percaya itu kalimat pamungkas yang keluar dari mulutnya.

Kael menoleh perlahan, menatap bungkusan yang tinggal satu potong. Dia diam sebentar, lalu melemparkannya ke pangkuan Aurelia dengan malas.

“Dasar gila,” cibirnya, namun sudut bibirnya justru terangkat membentuk senyum.

“Kamu suka, ya?” goda Aurelia sambil mengangkat alis.

“Sayangnya... iya,” balas Kael cepat, nadanya tenang tapi matanya menatap lembut ke arah gadis itu.

Senja di Lembah Fengliu pun ikut tersenyum, seolah tahu: dua orang ini tak hanya menikmati senja… mereka juga sedang menyimpan takdir.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags