***
Padang rumput kehijauan membentang memenuhi pandangan. Bunga-bunga daisy berwarna putih menghiasi sela-selanya. Tampak dari kejauhan seperti kepingan salju yang jatuh ke bumi. Angin meniup rerumputan membuatnya bergoyang. Langit terlukis biru cerah dan awan yang mengambang rendah.
Dari balik perbukitan, tampak pepohonan berderet memanjang seperti pagar. Pohonnya rapat saling mengikat satu sama lain tanpa dedaunan. Ujung kanan dan kirinya tidak terlihat seperti tidak ada akhir. Di tengah pepohonan yang memanjang, ada bagian yang sangat mencolok karena penuh dengan warna merah.
“Kalian lihat itu, bukan?” Tulus menunjuk pohon yang kemerahan. Semua orang memfokuskan pandangan. “Kita akan pergi ke sana.”
Semua orang menatap kebingungan mempertanyakan keputusan itu. Tetapi, mengangguk patuh. Semua orang berjalanan ke sana beriringan. Laki-laki berada di depan diikuti perempuan di belakang.
“Pemandangannya indah ya?” ujar Kasih menatap Rose yang berjalan di sampingnya. Rumput yang tumbuh subur dan hijau segar memenuhi pandangan. Perbukitan yang hijau kekuningan mengelilingi sekitar. Juga deretan pegunungan tinggi menjulang ditutupi kabut tampak berdiri kokoh di kejauhan.
Sekilas senyum terbit di wajahnya. “Mengingatkan aku ketika liburan di Swiss,” ujarnya.
Mata Kasih membesar, “Waw, Swiss!”
“Iya,” jawab Rose cepat. Pandangan matanya membayang ke atas. “Negaranya bagus banget seperti berada di negeri dongeng. Vibesnya tenang, sejuk gitu.”
Kasih menyimak, menatap penuh kagum.
“Semuanya di sana itu indah. Swiss kan sebagian besar Pegunungan Alpen ya, pegunungan yang paling terkenal di Eropa karena pemandangan dan saljunya. Jadi, banyak banget yang ke Swiss buat main ski di gunung. Trus, danaunya juga di Interlaken -nama kotanya-. Bagus banget, airnya jenih seperti kaca. Apalagi pas senja kemerahan.”
“Waw!” seru Kasih, “trus, apa lagi?”
“Kalau ke sana, harus coba coklatnya. Coklatnya enak banget, rasanya beda. Jadi, di Swiss itu terkenal karena coklat dan kejunya. Coklat dan keju kan berasal dari susu. Nah, peternakan sapi di Swiss itu berhasil banget. Karena sapinya mendapatkan makanan langsung dari alam, rumput pegunungan yang subur juga udara yang segar bebas polusi. Makannya, produksi susunya berkualitas.”
“Jadi, begitu,” kata Kasih manggut-manggut.
“Tapi, tahu gak? Walau Swiss terkenal sama coklatnya, buah coklatnya sendiri tidak berasal dari Swiss karena tumbuhan coklat tidak bisa tumbuh di sana. Melainkan, dari negara tropis yaitu negara kita, Indonesia.”
“Iya, kah?” tanya Kasih terkejut, “ternyata, negara kita kaya juga ya sumber daya alamnya.”
Rose mengangguk, “Benar, sayangnya kita kalah soal SDMnya. Kita kurang inovasi juga teknologi. Selain itu, banyak manusia yang tidak jujur dan suka korupsi.”
“Ah, bener juga,” kata Kasih merunduk kecewa.
“Apa sih yang kalian banggain dari Swiss? Emangnya kalian tidak tahu kalau Swiss jadi sarang koruptor seluruh dunia menyimpan uang haramnya?” kilah Dori menyemprot mereka di hadapan mereka berdua. Kasih dan Rose bertatapan lantas terdiam.
Mereka telah sampai di pohon berwarna merah. Ternyata merah itu berasal dari bunga mawar yang merambat dari jenis Red Cascade. Mawar itu penuh menghiasi pohon yang berbentuk seperti gerbang. Gerbang dari dua pohon sisi kanan dan kiri yang berjarak, dahan dan ranting atasnya mengait satu sama lain membentuk lengkungan. Pintu masuknya ditutupi oleh tanaman rambat yang jatuh hingga ke tanah. Rapat dan lebat seperti tirai alami.
Tulus mengamati mereka semua dan berkata sebelum masuk, "Ingat! Kita tidak boleh berpisah. Dan patuhi peraturannya, kalau bel kereta berbunyi kita harus kembali!"
"Iya... Iya, tahu kok," ujar Satya menyilangkan lengan.
"Kau terlalu banyak bicara. Kita bukan anak kecil," sela Hakim melempar pandangan ke samping.
"Aku cuma mengingatkan saja," sanggah Tulus mengacungkan jarinya. Ia lantas berseru, "Baiklah, ayo kita masuk!"
***