***
Kasih merapatkan kedua jemarinya. Meniup di ujung lalu menggosok-gosokkan telapak tangan. Ia merasa kedinginan walau tidak ada hawa dingin yang merasuk. Ia mendekati jendela besar di belakang gerbong dan melihat kegelapan yang berlapis-lapis. Ia ketakutan dan berpaling. Pikiran demi pikiran yang negatif terus menghantui.
"Tenang! Semua akan baik-baik saja." Bright datang dan berdiri di sampingnya.
"Kenapa kau seyakin itu?" tanya Kasih yang heran melihat Bright santai tidak terusik dengan semua ini.
"Yakin saja," pungkas Bright sudut bibirnya naik begitu juga alisnya. "Kau pernah mengalami hal menakutkan sebelumnya?"
Pikiran kasih melayang jauh menelusuri kenangan demi kenangan yang sudah ia lewati semasa hidupnya. Ia menemukan sesuatu dan terdiam sebentar. "Pernah," ujarnya.
"Kamu sudah melewati kejadian itu berarti kamu juga bisa melewati ini."
Kasih menatap Bright dalam menemukan sebuah nyala api membara di sana.
"Baiklah," ujar Kasih mengepalkan tangganya ke atas. "Aku baru sadar sesuatu."
Bright menaikkan alisnya.
"Kamu sering menyemangatiku. Aku minta maaf aku merepotkan dan penakut." Kedua tangan Kasih dikatupkan di depan dahi sebagai bentuk permintaan maaf.
"Tidak apa-apa. Santai saja," kata Bright menolak dengan tangan.
Kasih melemaskan pergelangan tangannya. "Kamu terlihat sangat kuat dan bisa diandalkan. Apa kau tidak pernah takut?" tatap Kasih.
"Tentu saja pernah. Aku kan manusia biasa," jawab Bright.
"Oh iya, apa ketakutan terbesarmu?" tanya Kasih lagi.
Hening sejenak. "Kegelapan." Lampu kereta berkedip-kedip. "Aku takut gelap."
"Tenang saja di sini tidak gelap. Dan kamu tidak sendirian kok." Kasih menyela menyelamatkan Bright. Bright mengukir senyum.
"Kalau kamu bagaimana?" Bright bertanya balik.
"Aku?" Kasih berpikir tetapi ia menemukan lubang besar menganga di sana. "Kehilangan. Aku benci dan takut kehilangan."
Bright terdiam. Ada penyesalan terbesit di sana.
"Tenang! Aku tidak akan menghilang, kok," celetuknya menunjuk dirinya sendiri.
"Hahaha... Lucu sekali!" Kasih melebarkan bibirnya. Sudut pipinya naik, matanya menyipit. "Kalau begitu aku yang akan menghilang."
"Jangan!" ujar Bright cepat. Ia seakan panik. Kasih terheran. Belum sempat memberikan balasan semua penumpang kereta mendekat ke arah kaca. Terpana oleh sesuatu yang dilihat.
Kasih dan Bright membalikkan badan menghadap ke arah kaca. Kegelapan yang sedari tadi menyelimuti kereta samar-samar berubah menjadi kabut tipis. Bergelombang seolah tertiup oleh angin kencang, kabut hitam itu sirna dan tampaklah pemandangan di baliknya.
Semua orang terpana dan terpukau. Langit malam bertabur bintang tersebar di seluruh penjuru angkasa. Gugusan galaksi terbit berbaris saling mengisi. Torehan warna biru, ungu, merah tua dioles menghiasi kanvas hitam membuat langit semakin hidup dan berwarna. Cahaya berlapis cahaya tanpa batas. Kasih menempelkan telapak tangan di kaca, hembusan udara dari mulutnya membekas.
***