Aku adalah anak yang jarang ada di rumah. Orang-orang melihatku sebagai anak nakal, tidak tahu waktu pulang, tidak peduli dengan keluarga. Mereka tidak tahu bahwa rumah bagiku adalah penjara, tempat yang penuh dengan duri yang melukai hatiku.
Aku tidak merasakan kehangatan di rumah ini. Yang ada hanyalah kesunyian, pertengkaran, dan kekecewaan. Aku merasa seperti orang asing di rumah sendiri, tidak ada yang mengerti perasaanku, tidak ada yang peduli dengan mimpiku.
Aku mencari ketenangan dan kesenangan di luar sana, di jalanan, di taman, di tempat-tempat yang ramai. Aku ingin melupakan semua masalah di rumah, semua beban yang aku pikul. Aku ingin merasakan kebebasan, meskipun hanya sesaat.
Aku tahu, orang tuaku khawatir dengan kebiasaanku. Mereka mencoba menasihatiku, memarahiku, bahkan mengancamku. Tapi, mereka tidak mengerti. Mereka tidak tahu bahwa rumah ini adalah sumber dari segala masalahku.
Aku merasa seperti burung yang terkurung dalam sangkar emas. Sangkarnya indah, tetapi aku tidak bisa bernapas di dalamnya. Aku ingin terbang, mencari tempat yang lebih nyaman, tempat yang bisa aku sebut rumah.
Aku belajar untuk mandiri, untuk mencari nafkah sendiri, untuk bertahan hidup di jalanan. Aku belajar untuk beradaptasi dengan lingkungan yang keras, untuk menghadapi orang-orang yang jahat, untuk melindungi diri sendiri.
Namun, di balik semua itu, ada rasa rindu yang tersembunyi. Aku rindu akan kasih sayang orang tua, rindu akan kehangatan keluarga, rindu akan rumah yang sebenarnya.
Aku berharap, suatu hari nanti, aku bisa menemukan tempat yang bisa aku sebut rumah. Tempat di mana aku bisa merasa aman, nyaman, dan dicintai. Tempat di mana aku bisa menjadi diriku sendiri, tanpa harus berpura-pura. Aku berharap, suatu hari nanti, aku bisa memaafkan orang tuaku, dan mereka bisa memaafkanku. Aku berharap, suatu hari nanti, kami bisa membangun kembali hubungan yang rusak, dan menciptakan keluarga yang harmonis.