Namaku Leo. Aku datang ke Kampung Inggris untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisku, tapi aku mengambil kursus yang berbeda dengan Elara dan teman-temannya. Aku dan Kai sekelas, dan kami berdua mengambil fokus ke percakapan dan idiom. Sejujurnya, saya tidak terlalu peduli dengan tata bahasa yang rumit, saya hanya ingin bisa berbicara bahasa Inggris dengan lancar dan percaya diri.
Suatu sore, aku dan Kai sedang mengerjakan tugas kelompok, yaitu membuat video percakapan dengan orang asing. Tugas ini cukup menantang, karena kami harus mencari orang asing yang bersedia diajak berbicara dan direkam. Saat itu, kami sedang mencari lokasi yang cocok untuk syuting, dan tanpa sengaja bertemu dengan Elara, Liera, Ryan, dan Evan yang juga sedang mencari lokasi untuk tugas berbicara mereka.
Awalnya, kami hanya saling menyapa, namun kemudian kami menyadari bahwa kami memiliki tugas yang hampir sama. Akhirnya, kami memutuskan untuk bekerja sama. Kami membuat dua video, satu untuk tugas kami, dan satu lagi untuk tugas mereka. Saat itu, aku pertama kali melihat Elara. Dia terlihat imut dengan rambut kuncir duanya, tapi yang lebih menarik perhatianku adalah semangatnya. Dia sangat antusias dengan tugas ini, dan dia punya banyak ide kreatif.
Setelah tugas selesai, kami masih sering bertemu, terutama saat kami semua sedang berkumpul di kafe atau taman. Aku mulai merasa nyaman dengan Elara. Dia orang yang menyenangkan, mudah diajak bicara, dan punya selera humor yang bagus. Aku mulai sering menggodanya, hanya untuk melihat reaksinya. Dan ternyata, dia tidak keberatan dengan godaanku, dia bahkan sering membalas dengan candaan yang lebih lucu.
Aku mulai menyadari bahwa aku menyukai Elara. Aku tidak tahu apa yang membuatnya berbeda dari gadis-gadis lain yang pernah kukenal, tapi aku merasa ada sesuatu yang istimewa darinya. Aku mulai sering memperhatikannya, mencari tahu tentang dirinya, dan mencoba membuatnya terkesan. Aku sering memberikan perhatian kecil, seperti membelikannya minuman atau menemaninya mengerjakan tugas. Saya juga sering mengiriminya pesan-pesan lucu atau gombalan, hanya untuk membuatnya tersenyum.
"Elara, kamu tahu gak bedanya kamu sama kamus? Kalau kamus berisi kata-kata, kalau kamu berisi hatiku."
"Elara, boleh pinjam peta? Aku tersesat di hatimu."
Aku tahu aku sedang berusaha mendekatinya, tapi aku tidak yakin apakah dia merasakan hal yang sama. Aku takut untuk menyatakan perasaanku, tapi aku juga tidak mau kehilangan kesempatan. Akhirnya, setelah beberapa minggu, aku memberanikan diri untuk mengatakan perasaanku padanya.
Aku mengajaknya bertemu di taman, tempat kami pertama kali bertemu. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku menyukainya, dan aku ingin menjadi pacarnya. Dia terlihat terkejut, tapi kemudian dia tersenyum dan mengatakan bahwa dia juga menyukaiku. Aku sangat bahagia saat itu, rasanya seperti mimpi.
Kami mulai berpacaran, dan aku merasa sangat beruntung bisa bersamanya. Dia adalah pacar yang sempurna, dia selalu mendukungku, dia selalu ada untukku, dan dia selalu membuatku tertawa. Aku sangat mencintainya.
Waktu berlalu dengan cepat, dan tiba saatnya kami harus meninggalkan Kampung Inggris. Aku sedih karena harus berpisah dengan Elara, tapi kami berjanji akan menjaga hubungan kami. Kami berjanji akan saling menghubungi, saling mengunjungi, dan saling mendukung.
"Elara, aku janji akan selalu mencintaimu." Ucapku padanya
"Aku juga, Leo. Kita pasti bisa menjalani hubungan jarak jauh ini."
“Kita akan kuliah di luar negeri bersama, dan kita akan meraih mimpi kita bersama.” Janjiku.
Beberapa tahun kemudian, kami berhasil mewujudkan janji kami. Kami kuliah di luar negeri bersama, dan setelah lulus kami menikah. Aku sangat bahagia bisa menghabiskan sisa hidup bersama Elara, gadis yang kutemui secara tidak sengaja di Kampung Inggris.
Annyeong π
Comment on chapter POV William