Di tengah kesibukan Liera membantu Kai dan Evan yang terus mendekatinya, Leo juga tak mau ketinggalan. Ia sedang gencar melakukan pendekatan dengan Elara. Leo merasa Elara adalah gadis yang menarik dan menyenangkan. Ia pun berusaha untuk mencuri hati Elara.
Leo sering mengajak Elara mengobrol, baik secara langsung maupun melalui chat. Ia selalu berusaha untuk membuat Elara tertawa dengan lelucon-leluconnya. Ia juga sering memuji Elara dan menunjukkan perhatiannya.
"Elara, kamu cantik banget malam ini," kata Leo suatu malam ketika mereka sedang berkumpul bersama teman-teman.
"Ah, kamu bisa aja," jawab Elara sambil tersipu malu.
"Beneran, Elara. Aku suka banget sama kamu," kata Leo.
Elara terkejut mendengar pengakuan Leo. Ia tidak menyangka bahwa Leo memiliki perasaan seperti itu padanya. Ia pun merasa bingung dengan perasaannya sendiri.
"Leo, aku... aku belum tahu harus jawab apa," kata Elara
"Nggak apa-apa, Elara. Aku nggak maksa kamu buat langsung jawab. Aku akan nunggu sampai kamu siap," kata Leo.
Elara merasa tersentuh dengan kesabaran Leo. Ia pun berjanji pada dirinya sendiri untuk mempertimbangkan perasaan Leo.
Sementara itu, Liera terus berusaha untuk fokus pada studinya. Ia tidak ingin terganggu dengan perhatian dari Evan dan Kai. Ia juga berusaha untuk bersikap ramah kepada semua orang, termasuk Leo.
Elara duduk di tepi tempat tidur, wajahnya pucat pasi tertutup masker hijau. Di seberangnya, Liera asyik menonton film berbahasa Inggris di laptopnya, sesekali tertawa kecil. Chloe tenggelam dalam dunia novelnya, sementara Indah sibuk menghafal vocab dari kamus.
"Guys," Elara memulai dengan suara pelan, "kalian tahu kan tadi aku sama liera bantu Kai sama Leo kerjain tugas?"
Liera mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Chloe mengangkat alisnya, sementara Indah berhenti menghafal dan menatap Elara dengan penuh perhatian.
"Nah, pas lagi beres-beres, tiba-tiba Leo bilang... dia suka sama aku," lanjut Elara, suaranya bergetar.
Keempat pasang mata di kamar itu langsung tertuju pada Elara. Liera menghentikan filmnya, Chloe menutup bukunya, dan Indah meletakkan pulpennya.
"Terus, terus?" tanya Liera penasaran.
"Aku... aku nggak tahu harus jawab apa," kata Elara, wajahnya memerah meski tertutup masker. "Aku kaget banget. Selama ini kan kita cuma teman."
"Leo kan memang baik dan perhatian," kata Indah, mencoba menenangkan Elara.
"Iya, dia juga pintar dan lucu," tambah Chloe. "Tapi, kamu sendiri gimana, El? Kamu ada perasaan sama dia?"
Elara terdiam, tampak berpikir keras. "Aku... aku bingung. Aku nyaman sama dia, tapi nggak yakin ini perasaan suka atau cuma teman."
"Coba kamu ingat-ingat lagi," saran Liera. "Selama ini kalau sama Leo, kamu ngerasa gimana? Deg-degan? Senang? Atau biasa aja?"
Elara mencoba mengingat-ingat momen kebersamaannya dengan Leo. Ia ingat bagaimana Leo selalu membuatnya tertawa, bagaimana Leo selalu ada saat ia butuh bantuan, dan bagaimana Leo selalu memujinya dengan tulus.
"Kayaknya... aku memang senang kalau sama dia," kata Elara, pipinya merona. "Tapi, aku takut kalau ini cuma perasaan kagum biasa."
"Nggak ada salahnya memberi dia kesempatan," kata Chloe. "Kalau memang cocok, ya lanjut. Kalau nggak, kalian bisa tetap berteman."
"Betul," timpal Indah. "Yang penting, kamu jujur sama perasaan kamu sendiri. Jangan sampai nyesel nantinya."
Elara mengangguk, merasa lega setelah mencurahkan isi hatinya. "Makasih ya, guys. Kalian memang teman terbaik."
"Sama-sama, El," kata Liera sambil tersenyum. "Sekarang, coba lepas maskernya. Wajah kamu jadi hijau semua tuh."
Mereka berempat tertawa, suasana canggung tadi pun mencair. Elara merasa jauh lebih baik setelah mendapat dukungan dari teman-temannya. Ia tahu, apa pun keputusannya nanti, ia tidak sendirian.
Tibalah waktu janjian Liera dan Evan. Mereka berangkat bersam mennggunakan sepeda goes yang mereka sewa masing-masing menuju taman kota yang rindang. Mereka membawa perlengkapan gambar masing-masing. Evan tampak bersemangat, sementara Liera lebih santai. Mereka memilih tempat duduk di bawah pohon besar dengan pemandangan danau yang indah.
"Pemandangannya bagus banget, ya?" kata Evan sambil tersenyum.
"Iya, aku suka banget tempat ini," jawab Liera sambil mengeluarkan buku sketsanya.
Mereka mulai menggambar. Evan memilih untuk menggambar pemandangan danau secara keseluruhan, sementara Liera fokus pada detail bunga-bunga liar di tepi danau. Sesekali, mereka saling bertukar pendapat tentang teknik menggambar atau komposisi.
Evan diam-diam memperhatikan Liera. Ia terpesona dengan ketenangan dan fokus Liera saat menggambar. Evan merasa nyaman berada di dekat Liera, dan ia ingin mengenal Liera lebih jauh.
"Liera, kamu suka musik apa?" tanya Evan sambil terus menggambar.
"Aku suka musik pop." jawab Liera. "Kalau kamu?"
"Aku suka musik rock" jawab Evan. "Kita beda banget, ya?"
"Nggak masalah kok, justru seru bisa saling mengenal perbedaan," kata Liera sambil tersenyum.
Evan merasa jantungnya berdebar. Ia merasa Liera adalah gadis yang istimewa. Namun, Liera tampaknya tidak terlalu memikirkan hal-hal romantis. Ia lebih fokus pada persahabatan dan hobi mereka.
Setelah beberapa jam menggambar, mereka memutuskan untuk istirahat. Evan mengajak Liera untuk membeli es krim di kedai dekat taman. Mereka duduk di bangku taman sambil menikmati es krim dan mengobrol tentang banyak hal.
"Liera, makasih ya udah mau menggambar bareng aku," kata Evan.
"Sama-sama, Evan. Aku juga senang bisa menggambar bareng kamu," jawab Liera.
"Kita sering-sering menggambar bareng ya?" pinta Evan.
"Boleh, nanti kita cari tempat-tempat lain yang bagus buat digambar," jawab Liera.
Evan merasa senang. Ia merasa persahabatannya dengan Liera semakin dekat. Namun, ia juga merasa sedikit kecewa karena Liera tidak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan romantis. Ia tahu bahwa ia harus bersabar dan terus berusaha untuk mendapatkan hati Liera.
Disisi lain Elara merasa jantungnya berdebar kencang saat mengirim pesan kepada Leo. Ia memutuskan untuk jujur tentang perasaannya. Setelah Leo mengungkapkan perasaannya kemarin, Elara merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ia menyadari bahwa ia merasa nyaman berada di dekat Leo.
"Leo, bisa kita ketemu sebentar?" tulis Elara dalam pesannya.
"Tentu, Elara. Ada apa?" balas Leo dengan cepat.
"Aku ingin bicara sesuatu," jawab Elara.
Mereka sepakat untuk bertemu di kafe dekat kampus. Elara datang lebih awal dan memesan minuman. Ia merasa gugup menunggu Leo. Tak lama kemudian, Leo datang dengan senyum cerah. Ia duduk di depan Elara dan menatapnya dengan penuh perhatian.
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Elara?" tanya Leo.
Elara menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Leo, setelah kamu bilang kemarin, aku jadi banyak berpikir. Aku... aku merasa nyaman berada di dekatmu," kata Elara dengan suara pelan.
Leo tersenyum lembut. "Aku senang mendengarnya, Elara."
"Aku belum tahu apakah ini cinta, tapi aku merasa ada sesuatu yang istimewa saat bersamamu," lanjut Elara.
"Aku mengerti, Elara. Aku tidak akan memaksamu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu," kata Leo.
Elara merasa lega. Ia merasa Leo adalah orang yang pengertian dan sabar. Ia tidak ingin menyakiti Leo, tetapi ia juga tidak ingin berbohong tentang perasaannya.
"Terima kasih, Leo. Kamu selalu membuatku merasa nyaman," kata Elara.
"Sama-sama, Elara. Aku senang bisa menjadi temanmu," jawab Leo.
Mereka melanjutkan obrolan mereka dengan santai. Elara merasa lega karena ia telah jujur tentang perasaannya. Ia tahu bahwa ia dan Leo memiliki hubungan yang istimewa, dan ia ingin melihat ke mana hubungan itu akan membawa mereka.
Annyeong 👋
Comment on chapter POV William