Malam itu, Liera berdiri di luar kamar asrama nya, sementara teman-temannya sudah terlelap di dalam. Ia menggenggam ponselnya erat, hatinya diliputi keraguan. Setelah mengumpulkan keberanian, Liera akhirnya memutuskan untuk menelepon ibunya. Ia ingin menyampaikan semua yang ada di hatinya, sesuai dengan saran Mr. William. Liera ingin ibunya tahu bahwa ia tidak suka ketika ibunya terus menjelek-jelekkan ayahnya. Meskipun Liera tahu ayahnya bersalah dan hanya memberikan kasih sayang melalui materi, namun ayahnya tetap menyayangi nya.
Dengan suara bergetar, Liera memulai percakapan.
"Halo, Bu," sapanya.
"Lira? Kenapa malam-malam begini baru menelepon?" jawab ibunya dengan nada sedikit kesal.
"Bu, aku mau bicara jujur sama Ibu," kata Liera, berusaha menguatkan dirinya.
"Jujur tentang apa?" tanya ibunya, penasaran.
"Tentang ayah," jawab Lita, "Aku tidak suka kalau Ibu terus menjelek-jelekkan ayah. Aku tahu ayah salah, tapi aku tetap sayang sama ayah. Aku ingin Ibu berhenti membicarakan keburukan ayah."
Hening sejenak. Liera menunggu jawaban ibunya dengan jantung berdebar.
"Lira, Ibu tahu kamu sedih," akhirnya ibunya berkata.
"Tapi, nak, ayahmu sudah membuat ibu sangat kecewa. Sulit bagi ibu untuk melupakan semua yang sudah ayahmu lakukan."
"Bu, aku mengerti," kata Liera.
"Tapi, apa tidak bisa kita coba untuk memaafkan? Aku mohon, Bu. Aku ingin keluarga kita utuh kembali. Aku ingin melihat Ibu dan Ayah bahagia bersama lagi."
"Lira, memaafkan tidak berarti melupakan," jawab ibunya dengan suara bergetar.
"Luka ini terlalu dalam, nak. Ibu tidak tahu apakah Ibu bisa melupakan semuanya."
"Bu," Liera berusaha menahan air matanya, "Aku tidak minta Ibu untuk melupakan semuanya. Aku hanya ingin Ibu mencoba. Mencoba untuk membuka hati Ibu kembali. Mencoba untuk memberikan ayah kesempatan kedua."
Hening kembali. Liera menunggu dengan cemas.
"Lira," akhirnya ibunya bersuara
"Ibu janji akan mencoba. Ibu akan mencoba untuk memaafkan ayahmu. Tapi, Ibu tidak bisa janji apakah Ibu bisa melupakan semuanya."
Lita menghela napas lega. "Terima kasih, Bu. Aku tahu ini tidak mudah. Tapi, aku percaya Ibu bisa. Aku percaya kita bisa bahagia lagi."
"Iya, nak," jawab ibunya.
"Ibu juga berharap begitu."
Lita tersenyum, air matanya akhirnya menetes, tapi bukan karena sedih, melainkan karena bahagia. Ia tahu, perjalanan untuk menyatukan kembali keluarganya tidak akan mudah. Tapi, ia percaya, dengan cinta dan kesabaran, mereka pasti bisa melewati semuanya.
Keesokan harinya setelah kelas grammar
Liera menghampiri Mr. William. "Mr. William, bolehkah saya bicara sebentar?" tanyanya dengan sopan.
"Tentu, Liera. Ada apa?" jawab Mr. William sambil tersenyum.
Liera menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Saya ingin berterima kasih atas saran Mr. William tadi malam. Saya sudah berbicara dengan ibu saya, dan sepertinya beliau mulai mempertimbangkan untuk memaafkan ayah saya."
Mr. William mengangguk, "Saya senang mendengarnya, Liera. Saya yakin ibumu akan membuat keputusan yang terbaik untuk kalian sekeluarga."
"Saya harap begitu, Mr. William. Saya tahu ini tidak akan mudah, tapi saya akan berusaha sekuat tenaga untuk menyatukan orang tua saya kembali," kata Liera dengan tekad yang kuat.
"Saya percaya padamu, Liera. Kamu anak yang kuat dan penyayang. Saya yakin kamu bisa melewati semua ini," ujar Mr. William sambil menepuk pundak Liera.
Liera tersenyum, "Terima kasih atas dukungannya, Mr. William. Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan tanpa bantuan Mr. William."
"Sama-sama, Liera. Jika kamu butuh bantuan, panggil saja saya" kata Mr. William.
Setelah percakapan itu, Liera merasa lebih lega dan percaya diri. Dia tahu bahwa jalan yang harus ditempuhnya tidak akan mudah, tapi dia yakin bahwa dia akan berhasil menyatukan keluarganya kembali.
Setelah kejadian di warung ayam geprek beberapa hari yang lalu, Liera merasakan ada yang berubah dari sikap Evan. Cowok itu menjadi lebih perhatian padanya. Tak jarang Evan mengajak Liera mengobrol, bahkan ketika mereka masih di dalam kelas. Seperti saat ini Evan yang duduk disamping liera.
"Liera, boleh minta nomor telepon kamu?" bisik Evan, berusaha agar tidak terdengar oleh guru yang sedang mengajar di depan kelas.
Liera terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Evan akan meminta nomor teleponnya. Selama ini, Liera hanya menganggap Evan sebagai teman biasa, meskipun ia mengakui bahwa cowok itu memang cukup menarik.
"Buat apa?" tanya Liera, sedikit gugup.
"Ya, buat ngobrol aja. Siapa tahu kita bisa jadi lebih dekat," jawab Evan sambil tersenyum.
Liera berpikir sejenak. Ia tidak ingin terlalu berharap, tapi ia juga tidak ingin menolak Evan mentah-mentah. Akhirnya, ia memutuskan untuk memberikan nomor teleponnya.
"Oke, ini nomor teleponku," kata Liera sambil menuliskan nomornya di selembar kertas dan memberikannya kepada Evan.
Evan menerima kertas itu dengan senang hati. Ia mengucapkan terima kasih kepada Liera dan berjanji akan menghubunginya nanti.
Setelah semua kelas selesai, Liera dan teman sekamarnya, tiba dikamar mereka, bergantian membersihkan diri. Saat Liera sedang asyik dengan kegiatannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Ada notifikasi dari Instagram dan juga WhatsApp.
Notifikasi Instagram berasal dari akun Kai, teman yang ia dan Liera temui saat mengerjakan tugas kelompok beberapa waktu lalu. Kai mengajak Liera dan teman-temannya, termasuk Elara, untuk makan malam bersama. Ia juga sekalian ingin meminta bantuan mereka untuk tugas videonya.
Liera dengan senang hati membalas pesan Kai. "Oke, Kai! Aku dan Elara mau makan di warung sate dekat sini. Ketemu di sana ya!" balas Liera.
Tak lama kemudian, ada pesan WhatsApp dari Evan. Cowok itu meminta Liera untuk menyimpan nomor teleponnya. Liera menurut dan segera menyimpan nomor Evan di ponselnya.
Selesai membersihkan diri, Liera bersiap-siap untuk pergi makan malam bersama teman-temannya. Ia sudah tidak sabar ingin menikmati sate yang lezat, Liera juga ingin berbagi cerita dengan teman-temannya.
Liera dan Elara tiba di warung sate. Kai dan Leo sudah duduk di salah satu meja.
"Hai, guys!" sapa Liera.
"Hai, Liera! Elara!" balas Kai dan Leo.
"Kalian sudah pesan?" tanya Elara.
"Udah nih. Kalian mau pesan apa?" tanya Leo.
"Kita pesan sate ayam aja deh," jawab Liera.
Elara mengangguk setuju. "Sate ayam dua ya, Mas!" pesan Elara kepada pelayan.
"Oke, siap!" jawab pelayan.
Sambil menunggu pesanan datang, Kai membuka percakapan. "Oh ya, guys, gue mau minta bantuan kalian nih buat tugas video gue."
"Tugas video yang mana?" tanya Liera.
"Yang tentang kuliner Indonesia. Gue butuh beberapa footage buat video gue," jelas Kai.
"Oh, yang itu. Boleh deh, nanti kita bantu," jawab Elara.
"Nah, kebetulan banget nih kita lagi di warung sate. Kita bisa sekalian ambil gambar di sini," kata Kai.
"Bener juga. Oke deh, nanti kita bantu atur jadwalnya," timpal Liera.
Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Sate ayam yang mengepul dengan aroma yang menggugah selera sudah tersaji di meja mereka.
"Wah, ini sih enak banget kayaknya," kata Leo sambil mengamati sate ayam di depannya.
"Pasti dong. Ini kan warung sate langganan gue," ujar Kai.
Mereka pun mulai menyantap sate ayam dengan lahap. Sambil makan, mereka mengobrol tentang banyak hal, mulai dari tempat kursus masing-masing hingga gombalan-gombalan receh dari Leo untuk Elara.
"Elara, kamu kok cantik banget sih malam ini?" puji Leo.
"Ah, bisa aja kamu," jawab Elara sambil tersipu malu.
"Kamu tuh emang selalu cantik, Elara. Mau diapain juga tetep aja cantik," gombal Leo lagi.
"Leo, udah deh, jangan gombal terus. Mendingan makan satenya," kata Kai sambil geleng-geleng kepala.
"Iya, nih, Leo. Gombalnya nanti aja lagi," timpal Liera.
Leo hanya nyengir dan kembali fokus pada makanannya. Sementara itu, Kai dan Liera hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah laku Leo.
Setelah selesai makan, mereka berdiskusi tentang jadwal pengambilan gambar untuk tugas video Kai. Mereka sepakat untuk melakukan pengambilan gambar di beberapa tempat kuliner lainnya di lain hari.
"Oke deh, guys. Makasih ya udah mau bantu gue buat tugas video ini," kata Kai.
"Sama-sama, Kai," jawab Liera dan Elara.
"Kalau gitu, kita duluan ya. Udah malam nih," pamit Leo.
"Oke, hati-hati di jalan," kata Kai.
Liera dan Elara juga berpamitan dan mereka pun berpisah untuk kembali ke tempat masing-masing.
Annyeong 👋
Comment on chapter POV William