Sudah berapa hari, ah, lebih tepatnya seminggu ini sih, kepala Yura terus berputar, apakah ia harus menghubungi Minhyuk atau tidak. Masih tidak tau bagaimana memulai chatnya.
Ketik.... Hapus.... Ketik.... Hapus....
Begitu terus. Tapi hari ini!
Setelah berpikir panjang, akhirnya Yura memutuskan untuk mengirimkan pesan lewat katalk.
Han Yura:
halo
ini Han Yura
aku kemarin belum sempat berterima kasih dengan benar. Dan sepertinya aku sudah memintamu untuk menunggu sebentar agar aku bisa belikan kopi.
Tapi saat aku selesai, kau tidak ada. Hm, jadi... kapankah kau ada waktu?
Apakah ini terlalu blak-blakan? Terlalu berlebihan? Aigoo..
Rasanya sedikit deg-degan menunggu jawaban dari Minhyuk.
Semenit, dua menit..
Setengah jam, berubah menjadi tiga jam. Belum ada jawaban juga.
Dari tiga jam bahkan berubah menjadi semalam.
Dan selama semalaman itu Yura tidak bisa tidur dengan tenang karna chatnya yang tidak dikunjung ada balasan dari Minhyuk. Apakah dia memang benar-benar berlebihan chatnya? Sepertinya tidak. Tapi kenapa tidak dibalas?
Seakan tidak mau memusingkan itu semua, Yura langsung mandi dengan air dingin, padahal cuaca di depan masih tergolong agak dingin, tapi persetanlah.
***
Sesampainya di rumah sakit, aroma khas antiseptik langsung menusuk indra penciumannya. Tapi wangi kopi dari cafe dalam rumah sakit sedikit memudarkan sensasi itu.
"Halo, aku mau beli kopi. Hot americano, empat gelas, ya." Yura memberikan kartunya untuk membayar juga. "Oh, sama ini juga ya. Yang kaleng." Yura mengambil lima botol kaleng kopi dari kulkas kecil samping counter cafe itu.
Kenapa empat? Satu untuknya, tiga untuk teman-temannya. Dan yang kaleng untuk suster serta dokter yang berjaga semalam.
Senyum hangatnya muncul saat ia memberikan tas berisi kopi itu pada salah seorang suster di nurse station. Setelah itu, ia melangkahkan kaki ke ruang Rowoon dan mengetuk pintunya.
"Ya, mau kopi? Ke ruang jaga bedah anak, ya," ujar Yura santai sambil melengos ke ruang jaganya.
Diikuti dengan Rowoon yang dengan cepat bisa menyejajarkan langkahnya dengan Yura, dan mengambil alih cup holder dari tangan Yura.
Rowoon, dengan cepat menyejajarkan langkahnya, lalu mengambil alih cup holder dari tangan Yura. Dari samping, ia memperhatikan wajah temannya itu. Sekilas memang terlihat baik-baik saja, tapi ada yang aneh. "Kau semalam tidak tidur, ya?"
"Lebh tepatnya, aku tidak tidur nyenyak. Seperti terjaga terus." Yura masuk ke ruangannya setelah pintu itu dibukakan dan ditahan oleh Rowoon. "Gomawo."
Setelah Yura masuk, barulah Rowoon ikut masuk dan duduk di sampingnya. Minjun dan Hyena sudah lebih dulu tiba di ruang bedah anak.
"Eo? Yura-ya. Ada apa denganmu? Kau terlihat lelah sekali. Semalam kau tidak tidur, kah?" tanya Hyena juga saat melihat wajah Yura di seberangnya.
Sementara itu, Rowoon menyerahkan dua kopi kepada Minjun, yang kemudian memberikannya pada Hyena. Begitu tutup kopi dibuka, aroma khasnya langsung memenuhi ruangan.
Yura menggeleng pelan, menyesap kopinya. "Hanya tidak bisa tidur dengna tenang saja."
Dengan pelan, Rowoon menggeser kursinya lebih dekat. "Kau mau tidur dulu sebentar?" ttanyanya dengan suara lebih lembut dari biasanya—berbeda dari kebiasaannya yang suka mengajak ribut.
"Minjun-ah. Kalian masih ada waktu sekitar 30 menit sampai mulai hari kalian, kan?" Minjun mengangguk.
Rowoon, dengan gerakan halus, menarik kepala Yura yang sudah terlihat lemas, lalu menyenderkannya di bahunya. "Tidurlah dulu."
Yura mengangguk patuh. Dia baru saja memejamkan matanya, lalu kembali duduk tegak, membuat ketiga temannya itu sedikit terkejut. "Ya, Go Minjun. Hyungmu itu hapenya hilangkah?"
"Ha?" Minjun bingung. "Tidak setauku sih. Kenapa memang?"
"Dia belum membalas chatku. Apakah aku terlalu lancang karna mengucapkan terima kasih lewat chat? Iya sih, harusnya kan ngomong langsung ya. Tapi kan aku tidak bertemu lagi dengannya, dan entah kapan bisa ketemu lagi."
Rowoon dan Hyena juga ikut bingung, karna mereka tidak tau apa-apa. "Ada apa ini?"
Lalu minjun menjelaskan dengan singkat pada mereka, kalau Yura mengenal kakaknya secara kebetulan, dan kakaknya itu kemarin ada membantu Yura. Dan sebagainya.
"Mungkin dia lagi sibuk saja. Tidak usah kau, bahkan chat ku dan chat orangtuaku saja kadang tidak dibalas olehnya. Biarkan saja dulu. Nanti ku sampaikan padanya untuk membalas chatmu."
Yura memberengut pelan dengan kepala menunduk. Tapi Yura sangat deg-degan menunggu balasan dari Minhyuk. Hhh. Dasar lelaki itu.
Rowoon kembali menarik kepala Yura untuk tidur di pundaknya terlebih dahulu. "Tidurlah dulu. Nanti ku bangunkan lagi."
Kali ini, Yura menurut. Dia memejamkan matanya, karna dia benar-benar mengantuksekarang.
***
Di nurse station, Yura sibuk mengisi rekam medis sebelum akhirnya merenggangkan tubuhnya yang mulai kaku karena pegal. Tak sengaja, ia mendengar kepala suster yang bertugas di bedah anak membahas acara tahunan rumah sakit ke panti asuhan yang berada di bawah satu grup rumah sakit.
Eh?
Senyum cerah terbit di wajahnya. Seakan energinya yang tadi pagi sudah habis, kini seperti terisi ulang kembali.
"Apakah aku bisa ikut?" tanyanya pada kepala suster.
"Tentu saja! Semakin banyak dokter yang membantu, semakin baik." Kepala suster tampak antusias. "Ah, Yura-ssaem, sampai sekarang masih belum diputuskan siapa fotografernya. Biasanya kami pakai fotografer langganan rumah sakit, tapi kali ini dia berhalangan."
Ting!
Yura jadi punya ide yang sangat baik, tapi sepertinya akan sulit untuk terpenuhi.
Saat itu juga, ponselnya bergetar. Ia buru-buru mengeceknya dan mendapati pesan dari Minhyuk.
Go Minhyuk:
tidak perlu traktir
terima kasih saja uda cukup
Han Yura:
eii tidak bisa seperti itu
aku perlu membelikanmu kopi
kemarin itu kan aku sudah bilang juga
Go Minhyuk:
kau terlalu keras kepala
besok aku akan ke RS
mau antar pakaian untuk Minjun
besok saja kalau memang ada waktu, ketemu di café
Han Yura:
oke!! kabari aku kalau kau sudah di RS besok
Setelahnya, Yura mengantongi lagi hapenya di saku snelli, lalu memutuskan untuk menyuarakan idenya kepada kepala suster. "Hm, aku kenal seorang fotografer profesional, hyungnya Go Minjun. Bagaimana jika dengannya?"
"Oh? Kau bisa menanyakannya dulu padanya? Kalau bisa ya tentu itu lebih baik!"
Wajahnya mungkin terlihat percaya diri, tapi sebenarnya dia agak dag dig dug juga sih. "Tentu saja. Besok dia ke rumah sakit katanya. Akan ku tanyakan sekalian."
Kepala suster dan suster lainnya yang ada disana mengangguk sambil tersenyum penuh makna. "Yura ssaem, kau ada sesuatu dengan lelaki itu ya?"
"Eh? Tidak ada kok."
"Masa??" kata suster satunya itu. "Kau terlihat senang sekali tadi. Barusan, dia yang chat, kan?"
"Aku tidak kok. Sudah aku pergi dulu ya. Tadi professor Kim minta ku ke ruangannya." Dengan membawa tablet di pelukannya, Yura pergi dari sana dengna wajah yang sedikit memanas, malu.
***
Hah....
Hari ini Yura merasa lelah sekali. mungkin efek dia kurang tidur juga kali ya. Saat ini dia hanya berharap bisa sampai di rumah untuk tidur. Saking ngantuknya, dia ke ruamh sakit tanpa bawa mobil tadi. Takut tiba-tiba ketiduran di jalan.
Tin tin
Begitu dokter muda itu menapakkan kakinya di pintu keluar lobi utama, sebuah mobil yang familiar di matanya sudah siap seakan menunggunya. Jendela mobil SUV itu perlahan turun, menampilkan Rowoon yang melongokkan kepala padanya dari kursi pengemudi, pakaiannya sudah berganti menjadi kasual.
"Ya, masuklah!" serunya.
Yura tersenyum lebar, merasa ada gunanya juga kadang si Rowoon ini. Tidakmau berlama-lama, Yura masuk ke dalam mobil itu dan memakai seatbeltnya.
"Tumben sekali kau mau mengantarku pulang," katanya pelan saat mobil mulai melaju.
"Lebih baik seperti itu, kan? Biar kami bisa lebih tenang juga." Rowoon mengambil secangkir vanilla latte hangat yang sengaja dia beli tadi di perjalanan, dan memberikannya pada Yura yang menerimanya dengan menggumamkan terima kasih.
"Kau bukannya tadi sudah pulang, ya? Bukankah jam kerjamu sampai jam empat sore saja?"
"Iyia, Tadi aku sudah pulang. Kau tidak lihat pakaianku sudah berbeda dari tadi pagi?"
"Lalu? Untuk apa kau kesini? Hanya untuk menjemputku? Jam delapan malam?" Harusnya tadi Yura bisa pulang jam lima sore, tapi karna dia diminta ikut ke dalam operasi profesor Kim, akhirnya Yura mengabarkan -lebih tepatnya sih mengeluh- kalau dia akan pulang telat lagi. "Ugugugugu. Baiknya temanku ini," ejeknya sambil tertawa kecil.
"Makanya sudah kubilang kau tidak usa masuk bedah anak."
"Diamlah kau. Kalau dipikir-pikir kau ini tidak cocok jadi dokter jiwa. Justru lebih cocok jadi pasiennya."
Rowoon menoleh merasa tidak terima mendengarnya, "hei, gini-gini aku tuh populer di kalangan orangtua ya. Banyak yang ingin menjodohkanku dengan kenalan mereka."
Yura memiringkan kepala, satu alisnya sedikit terangkat. Tatapannya mengandung ejekan halus, "dan kau bangga? Kalau begitu, iyakan saja perjodohan itu."
Lagi, lelaki yang sedang mengemudi itu menoleh. Tapi kali ini tatapannya bukan tatapan iseng, melainkan... tatapan sendu, tatapan.. campur aduk. Yura mungkin tidak sadar akan tatapan itu. Tapi sebenarnya bagi orang lain yang melihatnya, pasti akan sadar kalau Rowoon suka pada perempuan yang tengah menghangatkan tangannya itu. Kenapa juga Rowoon sampai perhatian, menjemput dan mengantarnya pulang sekarang, kalau memang tidak suka.
"Kau serius dengan kata-katamu barusan?"
Yura mengangguk dengan jejak kopi yang tersisa sedikit di bagian bibir atasnya. "Aku serius."
Lampu merah yang terang memberhentikan mobil mereka. Rowoon menoleh, lalu dengan gerakan ringan, ia menghapus jejak kopi di sudut bibir dengan ibu jarinya. Setelahnya, ia menyentuh bibirnya sendiri, "kau bisa tidak sih minum yang benar!"
Yura menyipitkan matanya sinis, "kalau begitu kenapa kau bersihkan?! Aku juga punya tangan."
"Kau ini benar-benar manusia yang tidak peka."
"Loh kok jadi aku?"
Rowoon gemas setengah mati dengan perempuan aygn sudah lama menjadi temannya ini. Rasanya kesal sekali karna Yura tadi bilang untuk mengiyakan perjodohan itu saja.
Merasa lampu merah masih sedikit lama, Rowoon memegang kepala Yura dengan kedua tangannya, memaksanya untuk menatap dirinya.
Yura mengerjapkan matanya, bingung. "Wae geurae? Museobge. Ku peringatkan ya. Aku sedang pegang kopi panas."
Mata lelaki itu memperhatikan wajah Yura, dan menghela napas dengan wajah sedikit mengkerut, "mau diperhatikan bagaimanapun, aku masih bingung. kenapa juga aku bisa suka denganmu."
Sedetik, dua detik...
Pelan, Yura melepaskan kepalanya dari tangan Rowoon, menatap lelaki itu bingung. "Kau? Suka padaku?" Kopinya ia letakkan terlebih dahulu di pintu mobil sebelum kembali melihat temannya. "Neo hoksi... jeongsin-i nagattnya?" (Hm apa kau... sudah gila?)
"Han Yura. Dengarkan aku baik-baik. Aku tau ini mungkin akan memberi efek pada pertemanan kita, tapi aku akan tetap memberanikan diri. Aku tidak akan mengiyakan perjodohan dari siapapun itu. Karna aku suka padamu. Sudah lama. Tapi kau saja yang tidak peka."
Dahi yang mengernyit itu kian dalam. Yura berusaha memahami keadaan saat ini. Ada apa sih?
Bertepatan saat Yura sedang ribut dengan kepalanya sendiri, lampu merah sudah berganti jadi kuning, lalu hijau. Mobil kembali jalan lagi perlahan. "Tapi aku tidak akan memaksamu untuk membalas perasaanku juga. Aku hanya memberitau asja. Kalau aku tidak suka, kenapa juga aku perhatian padamu sampai menjemputmu seperti ini."
"Karna kita teman? Kau juga pasti akan seperti ini pada Hyena."
"Aku akan langsung di euthanasia oleh Minjun kalau melakukannya pada Hyena. Sudah, sekarang kau tidur saja. nanti ku bangunkan jika sudah sampai," kata Rowoon sambil tersenyum dan mengacak rambut Yura sebelum melihat ke depan lagi.
Yura masih diam, masih memproses apa yang terjadi saat ini. Rowoon sih ngomongnya mudah, tapi ini jadi sulit untuk Yura.
Dasar manusia sinting ini.