Sepertinya Direktur Hwang benar-benar tidak puas dengan jawaban Juwon soal blind date yang ia atur untuk Minhyuk. Selama tiga hari berturut-turut, teleponnya terus berdering dengan nama yang sama muncul di layar. Sampai di titik ini, Minhyuk mulai mempertimbangkan untuk mengganti nomornya.
Kafe yang ia pilih hari ini seharusnya menjadi tempat sempurna untuk menikmati kopi dan bersantai. Aroma kopi yang baru diseduh menghangatkan udara, sementara musik lembut mengalun di latar belakang. Namun, semua itu sia-sia ketika ponselnya kembali bergetar di meja.
Lagi-lagi, nama Direktur Hwang terpampang jelas di layar. Minhyuk hanya menatapnya malas. Jika saja paman satu itu bukan keluarganya sendiri, ia pasti sudah memblokir nomornya sejak kemarin.
Dengan enggan, ia tetap membiarkan panggilan itu tak terjawab. Namun, detik berikutnya, sebuah pesan masuk.
Hwang Daepyo:
Jawab atau aku datang ke apartemenmu.
Minhyuk mendesah panjang. Ia menutup matanya sejenak, berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya mengangkat telepon. "Ne?" suaranya terdengar setengah hati.
Tawa puas terdengar dari seberang. "Akhirnya kau angkat juga. Jadi, kau tetap tak ingin apartemenmu didatangi tamu tak diundang, huh?"
Minhyuk memutar bola matanya, menyesal telah mengangkat telepon ini. "Langsung ke intinya saja, Samchon."
"Baiklah, kau mau aku kenalkan dengan anak temanku? Dia tertarik padamu sejak melihat pameran fotomu tahun lalu."
Minhyuk meneguk kopinya, berharap itu bisa membantunya mengatasi rasa frustrasi yang mulai menjalar. "Bukankah Juwon maenijeo sudah menjawab untukku?"
"Itu jawaban Juwon. Aku mau dengar langsung darimu."
"Jawabanku tetap sama. Tidak tertarik. Lagipula, itu pameran setahun lalu. Mana mungkin dia masih ingat wajahku?"
"Tahun lalu dia masih punya pacar. Sekarang dia sudah putus dan meminta untuk dikenalkan denganmu."
Minhyuk menghela napas. "Samchon, tidak. Aku tidak mau."
"Sekali saja? Setidaknya bertemu dulu?"
"Tidak. Aku sudah cukup sibuk."
"Sibuk apanya? Kau pasti lagi di—"
Minhyuk langsung menekan tombol merah sebelum pamannya sempat menyelesaikan kalimatnya. Ia mengusap wajahnya, lalu bersandar di kursinya sambil menghembuskan napas panjang.
Benar-benar ada-ada saja pamannya itu.
***
Yura merasa sedikit cemburu. Jaga malamnya kemarin benar-benar 'bau'—penuh pasien trauma, minim istirahat, dan benar-benar menguras tenaga. Sementara Minjun? Jaga malamnya 'wangi,' nyaris tanpa pasien darurat, dan dia bisa tidur nyenyak.
"Bisa nggak sih aku jaga malam bareng kau saja, Go Minjun?" keluh Yura, masih dengan mulut penuh makanan.
Rowoon, yang duduk di sampingnya, langsung menepuk pundaknya dengan ekspresi kesal. "Kau ini! Setidaknya telan dulu makananmu. Tidak sopan."
Yura mendelik tajam ke arahnya, tapi tidak benar-benar marah. Toh, yang dikatakan Rowoon memang ada benarnya. Hyena dan Minjun hanya bisa terkekeh melihat interaksi dua sahabat mereka yang lagi-lagi ribut seperti anak kecil.
Begitu makanan di mulutnya habis, Yura kembali bicara. "Hyena-ya, kenapa Minjun ini beruntung sekali, ya? Dari sejak masih jadi silseubsaeng sampai sekarang, kalau jaga malam, dia hampir nggak pernah dapat yang 'bau.' Sementara kita? Selalu apes!" (Koas)
"Hei, jangan salahkan aku," sahut Minjun santai. "Mungkin karena kalian jarang beribadah dan bersedekah."
"Loh?" Hyena langsung menoleh, menatap Minjun dengan alis terangkat. "Jadi kau menyindirku juga, jagi-ya?"
Minjun baru sadar kalau jawabannya malah menjerumuskan dirinya sendiri. Cepat-cepat dia menggeleng. "Kecuali kau, jagi."
Rowoon dan Yura saling bertukar pandang sebelum akhirnya menatap Minjun dengan tatapan sinis. "Jugeullae, Go Minjun-ssi?" ujar Rowoon dengan nada mengancam.
Minjun tertawa kecil, tak gentar. "Kalian ini dokter, tapi bicara soal membunuh orang?"
Yura hanya mendesah lelah. Dia malas meladeni lebih lama. Saat ini, ada hal yang lebih penting daripada berdebat dengan Go Minjun—seperti menghabiskan makanannya secepat mungkin karena dia harus segera pergi. Sebentar lagi dia harus mengikuti operasi kelahiran bayi dengan gastroschisis. Operasi besar kali ini juga akan dihadiri oleh senior Hyena, dokter kandungan pasien tersebut.
Melihat Yura makan tergesa-gesa, Rowoon mengernyit. "Han Yura, kau ini belum makan seminggu atau bagaimana? Kenapa buru-buru sekali? Pelan-pelan, nanti tersedak."
"Biarkan saja, dia ada rapat dengan dokter senior-ku nanti," jawab Hyena menggantikan Yura yang hanya mengacungkan jempolnya sambil menenggak air minumnya.
Begitu selesai, Yura langsung berdiri. "Aku pergi dulu!" katanya cepat sebelum berbalik pergi.
Rowoon, Hyena, dan Minjun hanya bisa saling bertukar pandang sebelum akhirnya menyemangati temannya yang langkahnya semakin lama semakin cepat, menghilang dari ruang kantin dalam sekejap.