Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mermaid My Love
MENU
About Us  

"Ini mustikanya. Tapi, mengapa ia tidak mengeluarkan sinar? Kalungku juga tidak bersinar,” ujar Alya seraya memegangi kalungnya.

Evelyn mengambil rol besi diatas meja dan menggoreskan ujungnya yang runcing pada mustika itu. Dan ia terkejut sendiri.

"Ini palsu."

"Darimana kau tau?"

"Mustika yang asli tidak akan bisa tergores."

"Hah?"

"Seperti dugaanku, Darlius pasti sudah curiga pada Marrinette. Makanya ia menggantikannya dengan yang palsu."

"Tapi dimana?" Alya berjalan seraya mengarahkan kalungnya kesekeliling ruangan itu. "Kalungku juga tidak mengeluarkan sinar."

"Sepertinya ia menaruhnya di tempat lain. Kita harus menemukannya," sahut Evelyn.

Ketika mereka hendak keluar, Evelyn mendadak menarik Alya ke balik pintu.

"Sembunyi."

Dua orang bodyguard terlihat melewati ruangan itu

Mereka keluar dari persembunyian setelah dipastikan bodyguard-bodyguard itu sudah pergi.

Mereka berusaha mencari ruangan yang lain. Rumah itu terlalu besar membuat mereka perlu lebih banyak usaha untuk menemukan ruangan yang diinginkan.

Tinggal satu ruangan yang belum mereka datangi. Kalung Alya bersinar.

"Evelyn."

Evelyn berhenti.

"Kalung ini memberi petunjuk ke arah sana. Sepertinya mustika itu ada diruangan itu."

Tapi, jalan menuju ruangan itu dijaga ketat oleh dua orang bodyguard.

“Bagaimana ini Evelyn? Kita takkan bisa kesana selama masih ada mereka.”

Evelyn terlihat berpikir. Mengedarkan pandangan kesekeliling untuk melihat apa saja yang bisa digunakan untuk mengelabui mereka. Tiba-tiba pandangannya terhenti pada pot bunga yang didalamnya ada beberapa buah batu. Letaknya tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Sebentar," kata Evelyn kemudian mengambil batu tersebut dan mengajak Alya sembunyi.

Evelyn melemparkan batu tersebut kearah berlawanan.

Kedua bodyguard itu terkejut.

"Hei! Siapa itu!"

"Sepertinya ada yang mencurigakan," sahut temannya. "Ayo kita samperi ke sana."

Mereka berdua pergi kearah sumber suara tadi. Kesempatan itu digunakan Alya dan Evelyn untuk segera masuk ke ruangan yang diinginkan.

Benar saja, mereka melihat ada cahaya yang keluar dari lubang kunci.

"Tidak salah lagi. Ayo kita buka."

Evelyn membuka ruangan itu tapi tidak bisa.

"Terkunci."

"Ah, sudah kuduga. Bagaimana kalau kita kembali ke ruang kerja Darlius, siapa tau dia menaruh kuncinya disana,” usul Alya.

Namun Evelyn mencegah.

"Jangan, itu berbahaya. Ruangan ini sepertinya terlalu privasi sehingga kalau ada yang melihat kita keluar dari sini, kita bisa tertangkap."

"Lalu bagaimana membukanya kalau kita tak menemukan kuncinya?"

"Hubungi Marrinette. Cincinnya bisa membuka pintu ini."

Alya mengangguk. Kemudian menaruh kedua tangannya di pelipisnya. Memejamkan mata. Mencoba menghubungi Marrinette.

Marrinette....

Tidak ada sahutan dari Marrinette.

Marrinette... Marrinette! Ayolah Marrinette, jawab!

Tetap tidak ada sahutan.

"Hh! Marrinette tidak bisa dihubungi melalui telepati. Apa jangan-jangan ia ada kesibukan lain?"

"Telepon."

"Oh iya."

Saat sedang asyik berdansa handphone Marrinette berbunyi.

"Sebentar." Marrinette berjalan menjauhi Fadli. "Ada apa Al?"

"Marrinette kita membutuhkan cincinmu untuk membuka pintu ini. Mustika itu ada di dalam ruangan ini"

"Kalian dimana?"

"Di sebuah ruangan paling belakang yang agak dekat dengan kolam renang."

"Baik saya akan ke sana sekarang."

Marrinette menghampiri Fadli. "Fadli aku mau ke kamar kecil sebentar. Kamu tunggu disini ya."

"Oke," sahut Fadli dan pergi ke sebuah meja, duduk di sana dan mengambil minuman.

Marrinette berjalan ke tempat yang dimaksud. Dan ia kesal karena harus bertemu dengan dua bodyguard di sana.

"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya salah satu bodyguard.

Marrinette berpaling, pura-pura mencari sesuatu dan berdiri di balik pilar dan melepas salah satu antingnya, menyimpannya di saku. Lalu berpura-pura memasang wajah frustasi dan mencari sesuatu di sekitar mereka.

"Hei!"

"Hah? Ada apa ya?"

"Saya nanya, apa yang kamu cari dari tadi? Kenapa seperti orang kebingungan seperti itu?"

"Ini, eee, anting saya hilang sebelah. Saya sudah cari kemana-mana tapi belum menemukannya. Cuma di sini tempat yang belum saya cari. Apa kalian melihatnya?" Alibi Marrinette.

"Anting? Tidak."

Marrinette memasang wajah frustasi.

"Bisakah saya meminta tolong untuk mencarikannya?"

"Maaf, tidak bisa. Kami diberi tugas untuk menjaga tempat ini."

Huh, dasar. Ternyata susah juga untuk mengelabui mereka.

Marrinette memasang wajah sedih.

"Ayolah, Pak. Tolong bantu saya. Anting itu pemberian Fadli. Kalau saya ketahuan menghilangkannya, dia pasti akan marah besar. Tolong bantu saya, Pak. Saya sangat cemas dan khawatir. Dari tadi saya berusaha menghindarinya agar dia tidak mengetahuinya."

Bodyguard-bodyguard itu masih belum terpengaruh.

"Pak bodyguard. Saya tau kalian adalah anak Pak Darlius yang baik dan patuh. Tapi asal kalian tau, ada banyak bodyguard yang menjaga di berbagai penjuru rumah ini. Jika kalian berdua membantu saya untuk mencari anting, itu takkan berpengaruh sama sekali dan tetap dipastikan aman mengingat setiap sudut pasti ada penjaga. Ayolah, Pak saya mohon...."

Marrinette memasang wajah seiba mungkin hingga akhirnya mereka luluh juga dan membantu mencarikan.

"Memangnya dimana jatuhnya?"

"Coba cek sampai arah sana Pak. Soalnya ruangan ini terlalu luas."

Kedua bodyguard itu mengecek setiap sela-sela ruangan itu. Setelah dipastikan tidak ada yang mengawasinya, Marrinette bergegas masuk ke arah dimana Evelyn dan Alya menunggu, melepas cincinnya dan memberikannya pada mereka kemudian berlari meninggalkan tempat itu.

Kini Marrinette berdiri  ditempat sebelumnya.

"Bagaimana? Apa kalian menemukannya?"

"Tidak," sahut bodyguard.

Yang kemudian terkejut sendiri karena mereka hendak berjalan ke arah ruangan yang Marrinette tuju tadi. Marrinette berusaha menahannya.

"Eh kalian mau kemana?"

"Mencari anting. Mungkin saja ada di sana. Soalnya yang itu belum di cek."

"Ya ampun." Marrinette menepuk jidatnya. "Bagaimana mungkin anting saya bisa sampai sana. Sedangkan saya tidak pernah masuk keruangan itu."

"Jadi bagaimana? Bagaimana jika nanti kamu dimarahi Fadli?"

"Bentar. Saya baru ingat kalau sebelumnya sempat masuk ke kamar saya. Mungkin jatuh di sana. Saya akan segera kesana sekarang. Terimakasih sudah mau membantu dan selamat bertugas kembali."

Huh! Hampir saja. Marrinette kemudian pergi dari hadapan mereka.

Marrinette kembali hendak menemui Fadli. Rumah itu benar-benar ramai oleh tamu-tamu yang didominasi wanita.

"Marrinette, tamu undangan sangat banyak dan persediaan minuman dan makanan berkurang. Bisakah kamu buatkan lagi untuk mereka?" kata Pak Adi yang datang-datang menghalangi langkahnya.

"Oke."

Ketika Marrinette hendak melangkah ke dapur Fadli memanggilnya.

"Marrinette, dansa lagi yuk."

"Maaf, aku harus menyiapkan minuman dan makanan. Tamu undangan sangat banyak malam ini."

Fadli tidak menyahut, hanya cemberut.

"Hei Pak Adi. Kenapa malah berdiri disana? Ayo bantuin Marrinette biar tugasnya cepat selesai."

"Baik Tuan."

Sementara di ruangan rahasia, Evelyn dan Alya yang sudah berhasil membuka pintu tersebut, berjalan ke arah cahaya yang keluar dari celah lemari. Evelyn mencoba menarik pintunya. Namun terkunci.

"Alya, arahkan cincin itu pada lemari ini."

Alya mengangguk dan melaksanakan perintah Evelyn. Mendekatkan permata cincin pada lemari dan kemudian kuncinya terbuka. Evelyn membuka pintu lemari  dan menemukan cahaya keluar dari dalam brankas dan mengambilnya, meletakkan di atas meja kerja Darlius.

"Darlius memang sangat cerdik. Bisa-bisanya dia terpikirkan untuk meletakkan mustika ke dalam brangkas. Ini juga tak mempunyai lubang kunci, mana bisa kita buka dengan cincin itu?" Evelyn mendengus.

"Bagaimana kita bawa saja dengan brankasnya?" tanya Alya.

"Tidak, ini lumayan berat. Kita akan kerepotan untuk membawanya karena kita akan melewati pintu belakang dan memanjat pagar belakang rumah ini. Brangkas ini juga mudah terlihat dan kita akan lebih gampang dicurigai."

"Lalu bagaimana?"

"Sebentar, biar aku coba tebak kata sandinya."

Evelyn mencoba menekan tombolnya, mengetik sembarang nomor. Satu kali, gagal. Dua kali, gagal. Dan ketiga kalinya ia mengganti kata sandinya, lagi-lagi harus gagal.

Evelyn mulai frustasi.

"Apa jangan-jangan kata sandinya adalah tanggal lahirnya? Alya, coba kau buka dokumen Darlius, cek tanggal lahirnya."

Alya mulai membuka dokumen satu persatu. Ketika menemukan dokumen yang menuliskan biodata, ia membacakannya.

"1 April 1978."

Evely mengetik angka 010478. Namun brankas gagal dibuka.

"Kalau begitu coba cari tau tanggal lahir Fadli."

"Dimana? Aktenya Fadli pasti di kamarnya. Apakah aku harus ke sana?"

"Ah jangan buang-buang waktu. Cari saja diatas meja ini entah itu CV, Resume, atau apapun itu yang menuliskan tanggal lahir Fadli."

Alya kembali mengacak dokumen itu satu persatu, namun tak menemukan sesuatu yang diinginkan. Tiba-tiba sesuatu yang terjatuh dari meja menarik perhatiannya. Alya mengambilnya.

"Ada kartu undangan Fadli satu tahun yang lalu."

"Hah?" Evelyn menghentikan tangannya yang sedang mengotak-atik brankas. Melirik undangan di tangan Alya.

"Fadli 23 th Birthday. Disini tertulis tanggal 14 September 2022. Jika satu tahun lalu dia berusia 23 tahun. Berarti dia lahir tahun...." Alya berpikir.

"1999," sahut Evelyn.

"Nah betul. Lebih tepatnya 14 September 1999. September bulan ke sembilan. Bisa jadi kata sandinya adalah 140999. Coba saja."

Evelyn langsung menekan nomor tersebut. Namun kemudian raut wajahnya berubah kecewa.

"Bagaimana? Bisa tidak?"

Evelyn menggeleng lemah. Ia sudah kehilangan cara untuk membuka brankas itu. Punggungnya bersandar malas pada lemari di belakangnya dengan pandangan menerawang.

"Sebentar. Bisa jadi kata sandinya adalah tanggal lahir istrinya," kata Alya.

"Tidak mungkin," sahut Evelyn.

"Kenapa?"

"Marrinette pernah cerita kalau Darlius tidak peduli dengan istrinya dan hanya asyik dengan perempuan lain. Bagaimana ia akan mengingat tanggal lahirnya sedangkan semasa hidup dia tak peduli?"

"Bisa jadi setelah istrinya meninggal ia menyesal dan menjadikan tanggal lahirnya kata sandi sebagai kenangan. Atau bisa jadi tanggal kematiannya."

Evelyn menggeleng. "Feeling-ku mengatakan tidak."

"Lalu bagaimana?" tanya Alya. Ia pun sudah kehabisan akal untuk berpikir.

Evelyn menerawang. Seminggu yang lalu, Marrinette menceritakan bahwa ia menemukan mustika itu. Dan ketika dia datang sekarang mustika itu sudah dipindahkan ke ruangan rahasia. Bisa jadi setelah dia curiga dengan Marrinette waktu ia langsung melepas mustika itu dan membawanya ke ruangan yang sekarang. Lalu dia mengganti sandi brankasnya dengan tanggal ia memasukkan mustika pada hari itu. Ya, mungkin saja.

"Alya. Seminggu yang lalu tanggal berapa?"

"Sebentar, biar kuhitung mundur."

Setelah beberapa menit komat kamit seraya menghitung jari-jemarinya, "23 bulan 10 tahun 2023."

Evelyn kembali menekan angka pada tombol-tombol brankas itu. Dan....

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Hematidrosis
395      265     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.
Ketika Kita Berdua
37570      5380     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
REMEMBER
4627      1387     3     
Inspirational
Perjuangan seorang gadis SMA bernama Gita, demi mempertahankan sebuah organisasi kepemudaan bentukan kakaknya yang menghilang. Tempat tersebut dulunya sangat berjasa dalam membangun potensi-potensi para pemuda dan pernah membanggakan nama desa. Singkat cerita, seorang remaja lelaki bernama Ferdy, yang dulunya pernah menjadi anak didik tempat tersebut tengah pulang ke kampung halaman untuk cuti...
Mars
1187      643     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...
Alzaki
2154      885     0     
Romance
Erza Alzaki, pemuda tampan yang harus menerima kenyataan karena telah kejadian yang terduga. Di mana keluarganya yang hari itu dirinya menghadiri acara ulang tahun di kampus. Keluarganya meninggal dan di hari itu pula dirinya diusir oleh tantenya sendiri karena hak sebenarnya ia punya diambil secara paksa dan harus menanggung beban hidup seorang diri. Memutuskan untuk minggat. Di balik itu semua,...
Selepas patah
204      167     1     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Photograph
1663      791     1     
Romance
Ada banyak hal yang bisa terjadi di dunia dan bertemu Gio adalah salah satu hal yang tak pernah kuduga. Gio itu manusia menyenangkan sekaligus mengesalkan, sialnya rasa nyaman membuatku seperti pulang ketika berada di dekatnya. Hanya saja, jika tak ada yang benar-benar abadi, sampai kapan rasa itu akan tetap ada di hati?
Communicare
12334      1746     6     
Romance
Menceritakan 7 gadis yang sudah bersahabat hampir lebih dari 10 tahun, dan sekarang mereka dipersatukan kembali di kampus yang sama setelah 6 tahun mereka bersekolah ditempat yang berbeda-beda. Karena kebetulan mereka akan kuliah di kampus yang sama, maka mereka memutuskan untuk tinggal bersama. Seperti yang pernah mereka inginkan dulu saat masih duduk di sekolah dasar. Permasalahan-permasalah...
Senja di Sela Wisteria
442      280     5     
Short Story
Saya menulis cerita ini untukmu, yang napasnya abadi di semesta fana. Saya menceritakan tentangmu, tentang cinta saya yang abadi yang tak pernah terdengar oleh semesta. Saya menggambarkan cintamu begitu sangat dan hangat, begitu luar biasa dan berbeda, yang tak pernah memberi jeda seperti Tuhan yang membuat hati kita reda. “Tunggu aku sayang, sebentar lagi aku akan bersamamu dalam napas abadi...
Metanoia
3215      1171     2     
True Story
âťťYou, the one who always have a special place in my heart.âťž