Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mermaid My Love
MENU
About Us  

"Fadli! Apa-apaan kau ini!" teriak Darlius yang membahana keseluruh ruangan. Menuruni tangga dengan emosional.

Fadli yang sedang membaca buku, menghampiri Papanya.

"Ada apa, Pa?" tanya Fadli dengan tenang.

"Kau ini benar-benar keterlaluan! Gara-gara perbuatanmu, Caitlin membatalkan pernikahan kalian!"

"Apa?" tanya Fadli pura-pura terkejut. "Bagaimana bisa?"

"Jangan berpura-pura. Kau sengaja kan mencium Marrinette agar Caitlin membatalkan perjodohan ini?!"

"Itu semua fitnah Pa!"

Darlius terdiam.

"Justru dia yang selingkuh. Dia sendiri yang berciuman dengan lelaki lain. Aku melihatnya dengan jelas, Pa. Dia melemparkan semua kesalahannya padaku agar dia punya alasan untuk menolak perjodohan ini."

Fadli menatap Papanya dengan memelas.

"Apa Papa tidak liat, kalau aku sudah mulai mencintainya. Aku berikan semuanya untuk dia agar dia bahagia. Tapi apa balasannya? Dia mengkhianatiku, Pa!

Aku tidak bisa menerima atas semua fitnah ini. Aku sudah capek!"

Fadli melempar cincin pertunangannya kelantai, pergi kekamarnya. Seakan-akan dia bersedih, seakan-akan dia berduka. Padahal hatinya bersorak gembira. Semua berjalan sesuai rencana.
☆☆☆

Fadli menyambut pagi dengan semangat. Tak ada lagi yang menghalangi hubungannya dengan Marrinette. Palingan Darlius. Ah, itu semua bisa diatur. Ketika Darlius pergi ia bisa berbuat semaunya. Apalagi Darlius masih suka sibuk dengan wanita, sehingga jarang dirumah.

Fadli menuruni tangga, pergi kedapur menemui Marrinette dan langsung memeluknya dari belakang."

"Pagi sayangkuu."

"Apaan sih sayang-sayang." Marrinette melepaskan pelukan Fadli. "Kita nggak ada ikatan."

"Ooh, kamu maunya ada ikatan? Katakan kamu mau cincin berlian harga berapa nanti aku belikan. Soal waktu dan acara, bisa diatur."

"Tidak usah. Tidak akan mungkin," sahut Marrinette.

"Kenapa? Karna Papaku ya. Jangan kuatir, aku akan berusaha membujuk Papa. Kalau dia tak mau juga, kita akan kawin lari. Aku akan membawamu kesebuah pulau dimana tak ada satupun yang dapat menemukan kita. Membangun rumah mewah untuk anak-anak kita nanti. Hanya saja, aku butuh waktu lama untuk mengumpulkan uang."

"Sudahlah, jangan berhalusinasi. Cepat sarapan dan berangkat kerja, nanti kamu terlambat."

"Siap tuan putri."

Jam 10 malam Fadli sudah kembali kerumah.

"Tumben pulang cepat hari ini. Biasanya pulang jam satu, jam dua malam," kata Marrinette menyambutnya.

Fadli tersenyum. "Itu kan karna aku ingin menghindari Caitlin."

Fadli memberikan tas belanjaan pada Marrinette.

"Apa ini?" tanya Marrinette saat menerimanya.

"Gaun."

"Buat?"

"Besok malam aku akan membawamu kesebuah tempat. Besok jam delapan malam kamu harus siap-siap."

Fadli kemudian pergi menaiki tangga. Melangkah ringan menuju kamarnya.

Marrinette pergi kekamarnya. Membuka isi tas itu. Sebuah gaun merah yang panjang dan ukuran yang pas dibadannya. Marrinette tersenyum. Bagaimana bisa Fadli kepikiran untuk membelikan ini?

Malam berikutnya, seperti yang sudah dijanjikan, Fadli menunggu Marrinette diruang tamu. Tak lama Marrinette datang menghampirinya.

"Fadli," sapanya tersenyum.

Fadli menoleh dan memandangi Marrinette dari kaki sampai kepala, lama. Gaun itu benar-benar cocok untuk Marrinette, apalagi ditambah sedikit polesan make up diwajahnya yang membuatnya terlihat cantik alami. Fadli terpana, hingga suara Marrinette kemudian menyadarkannya.

"Katanya mau mengajakku ke suatu tempat. Kok nggak jadi?"

"Jadi lah, masa enggak." Fadli berdiri.

Sedangkan Marrinette hanya cemberut yang membuat Fadli gemas melihatnya.

Fadli mengajaknya dinner di sebuah cafe mewah. Dengan suasana yang romantis. Cocok untuk pasangan yang sedang dilanda asmara.

"Gimana, suka tempatnya tidak?" tanya Fadli pada Marrinette yang melongo melihat seisi kafe.

Marrinette mengangguk, tersenyum. Fadli mengajaknya duduk disalah satu meja makan. Musik romantis mengalun indah. Menghanyutkan pengunjung ke dalam suasana.

Fadli memberinya sebuah kotak kecil berwarna merah. Marrinette membukanya. Dan kemudian matanya berbinar melihat cincin berlian.

"Maksudnya apa?"

"Sebagai tanda cintaku padamu?" sahut Fadli menatapnya.

Desiran halus menerpa darahnya, memompa jantungnya sedikit lebih cepat hingga muncullah perasaan deg-degan. Wajahnya memerah malu. Namun tetap saja ada sedikit rasa janggal yang menghalangi kebahagiaanya.

"Tapi, bagaimana kalau Papamu mengetahuinya? Dia kan tidak menyukaiku."

"Sudahlah jangan diambil pusing. Nanti akan kupikirkan cara untuk membujuknya biar setuju dengan hubungan kita. Sekarang mari aku pasangkan cincinnya."

Andai kamu tau bahwa kita takkan pernah bisa bersatu.

"Hei, kenapa bengong? Mau aku pasangin tidak?"

Marrinette tersenyum simpul, memberikan kotak cincin itu pada Fadli, yang memasangkan cincin itu ke tangannya. Fadli tersenyum, begitu juga dengan Marrinette.

Musik romantis terus mengalun dengan indahnya. Fadli berdiri, mengulurkan tangannya yang disambut oleh Marrinette, mengajaknya berdansa.

"Tapi aku tidak bisa dansa," kata Marrinette.

"Tak apa. Sini aku ajarin." Fadli meletakkan kedua tangan Marrinette melingkari lehernya. Sedangkan kedua tangannya berada di pinggang Marrinette. "Ikuti aku ya."

Marrinette tersenyum. Tatapan mereka saling bertemu. Menghayati setiap alunan musik yang membelai jiwa mereka dengan indahnya. Maafkan aku Ratu Apriana, aku terjebak dalam cinta yang terlarang, asmara manusia begitu indah hingga aku lupa jati diriku.

Dua insan itu hanyut dalam lautan cinta yang membuat mereka lupa dengan keadaan sekitar. Bagi mereka, saat ini dunia hanyalah milik berdua. Tiba-tiba Fadli lebih mendekatkan wajahnya, tatapan lembutnya membuat Marrinette terbuai. Pandangannya turun ke bibir Marrinette, kemudian menciumnya. Marrinette menikmati itu, membiarkan Fadli melumat bibirnya hingga basah. Malam ini benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Ia benar-benar kehilangan kendali. Cinta berhasil sepenuhnya masuk dalam hatinya tanpa penghalang.
♧♧♧
Marrinette meletakkan kopi ke ruang kerja Darlius dan ia terkejut melihat permata dari cincinnya mengeluarkan sinar. Bersamaan dengan batu yang menempel di kursi kerja Darlius

"Apa? Mungkinkah itu mustika duyung yang kucari-cari selama ini?"

Marrinette menghampirinya dan mencoba mencopot mustika itu. Tapi sulit.

"Arrgh, keras sekali."

"Apa yang kau lakukan disini?"

Marrinette terkejut melihat Darlius yang sudah berdiri kokoh di ambang pintu.

"Hah? Oo mengantarkan kopi."

"Lalu apa yang ingin kau lakukan dengan kursi itu?"

"Eee, hmm..., saya lihat kursi ini agak berdebu, jadi saya sedang membersihkannya, tapi karna lupa membawa lap jadi cukup saya bersihkan dengan tangan saya," ujar Marrinette seraya pura-pura mengusap kursi itu dengan tangannya.

"Jangan coba-coba sentuh kursi itu. Kursi itu sangat mahal dan berharga. Tidak boleh disentuh oleh seorang pun kecuali saya."

"Ma-maaf, Pak. Saya tidak tau. Kalau begitu saya pamit, permisi," ucap Marrinette melewatinya seraya menunduk.

Darlius menutup pintu ruang kerjanya.

"Huuh, hampir saja." Marrinette menghembuskan nafasnya.

Dia sudah mengetahui keberadaan mustika duyung. Tapi untuk mengambilnya? Marrinette harus berpikir keras. Oh tidak, dia tidak bisa memecahkan masalah ini sendirian. Ia harus membicarakan masalah ini pada Alya dan Evelyn.

Sorenya, dengan berpura-pura pergi belanja kebutuhan rumah tangga, ia pergi menemui Alya dan Evelyn.

"Apa? Kau sudah menemukan keberadaannya?" tanya Alya.

"Benar."

"Dimana?"

"Diruang kerja Pak Darlius."

"Kalau begitu, kita bisa susun rencana untuk mendapatkan mustika itu. Malam nanti kita harus segera kesana. Berpura-pura menjadi tamu yang berteman dengan Marrinette. Lalu kita tidur di sana, dan disaat mereka semua terlelap, kita akan ambil mustika itu."

"Itu rencana buruk." Evelyn menyela.

"Maksudmu?" tanya Alya tak mengerti.

"Melihat rumahnya, aku bisa menebak ada penjaga yang mengawasi dengan ketat. Kita pasti akan kesulitan untuk masuk. Dan mendengar cerita dari Marrinette, pak Darlius seperti sudah menaruh curiga padanya. Dan kalau kita datang bersamaan, aku yakin kita takkan diizinkan masuk."

Wow! Si pendiam Evelyn lebih bijaksana pula rupanya.

"Lalu, apa rencanamu?"

Evelyn terlihat sedang berpikir.

"Kita harus datang di saat mereka lengah," ujar Evelyn yang nyaris seperti bergumam.

"Maksudmu?" Alya mengerjitkan dahi.

"Disaat mereka bersenang-senang, kita datang sebagai tamu dan jangan terlihat bahwa kita ada hubungan dengan Marrinette agar mereka tak curiga. Sedangkan tugas Marrinette adalah memberitahu ruang dimana mustika itu berada, juga memberitahu akses jalan untuk melarikan diri andai terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan."

"Rencana yang bagus!" sorak Marrinette gembira. "Minggu depan akan ada pesta dirumah itu. Aku harap kalian bisa datang dan menyamar seolah-olah kalian ikut dalam pesta itu."

Alya dan Evelyn tersenyum.

Minggu yang dinantikan tiba. Alya dan Evelyn datang dengan mengenakan mini dress yang cantik dan anggun. Tapi ketika hendak masuk mereka dihadang oleh dua bodyguard.

"Mana undangan kalian?"

"Undangan? Undangan apa?"

"Setiap orang yang menghadiri acara ini harus membawa undangan, kalau tidak ada, kalian tidak diizinkan masuk."

Marrinette mendekati bodyguard-bodyguard itu.

"Mereka itu adalah tamu VIP, jadi tidak perlu menggunakan undangan."

Marrinette berbisik ke telinga bodyguard-bodyguard.

"Mereka adalah simpanan Pak Darlius. Kalau kalian menghalanginya, maka kepala kalian akan dipukuli sampai pecah."

Mendengar itu kedua bodyguard jadi bergidik ngeri dan buru-buru menyuruh mereka masuk.

"Silahkan masuk nona-nona. Selamat bersenang-senang."

"Terimakasih, mmuach." Evelyn dan Alya melambaikan tangan dengan genit.

Marrinette berjalan lebih dulu dari mereka. Melihat Darlius yang sedang asyik dengan seorang perempuan yang sedang bermanja dengannya. Dengan isyarat tangannya, Marrinette menyuruh Evelyn dan Alya mengikutinya, memberitahu dimana ruang kerja Darlius.

Ketika sedang mengawasi mereka, Fadli tiba-tiba datang.

"Liat apa?"

"Ee tidak ada. Tadi aku habis menutup pintu Pak Bos."

"Dansa yuk."

"Ee, tapi...."

"Sudah, jangan malu-malu."

Terpaksa Marrinette menurutinya.

Maaf, aku tak bisa membantu kalian. Semoga saja kalian berhasil.
☆☆☆

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
PENYESALAN YANG DATANG TERLAMBAT
756      466     7     
Short Story
Penyesalan selalu datang di akhir, kalau diawal namanya pendaftaran.
It's Our Story
1085      510     1     
Romance
Aiza bukan tipe cewek yang suka nonton drama kayak temen-temennya. Dia lebih suka makan di kantin, atau numpang tidur di UKS. Padahal dia sendiri ketua OSIS. Jadi, sebenernya dia sibuk. Tapi nggak sibuk juga. Lah? Gimana jadinya kalo justru dia yang keseret masuk ke drama itu sendiri? Bahkan jadi tokoh utama di dalamnya? Ketemu banyak konflik yang selama ini dia hindari?
RINAI
422      311     0     
Short Story
Tentang Sam dan gadis dengan kilatan mata coklat di halte bus.
Konspirasi Asa
2814      976     3     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai ambisinya itu...
JANJI 25
7      3     0     
Romance
Pernahkah kamu jatuh cinta begitu dalam pada seseorang di usia yang terlalu muda, lalu percaya bahwa dia akan tetap jadi rumah hingga akhir? Nadia percaya. Tapi waktu, jarak, dan kesalahpahaman mengubah segalanya. Bertahun-tahun setelahnya, di usia dua puluh lima, usia yang dulu mereka sepakati sebagai batas harap. Nadia menatap kembali semua kenangan yang pernah ia simpan rapi. Sebuah ...
Dia yang Terlewatkan
394      270     1     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
Imajinasi si Anak Tengah
2094      1199     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
Kuliah atau Kerja
503      289     1     
Inspirational
Mana yang akan kamu pilih? Kuliah atau kerja? Aku di hadapkan pada dua pilihan itu di satu sisi orang tuaku ingin agar aku dapat melanjutkab sekolah ke jenjang yang lebih tinggi Tapi, Di sisi lainnya aku sadar dan tau bawa keadaan ekonomi kami yang tak menentu pastilah akan sulit untuk dapat membayar uang kuliah di setiap semesternya Lantas aku harus apa dalam hal ini?
Abnormal Metamorfosa
2344      846     2     
Romance
Rosaline tidak pernah menyangka, setelah sembilan tahun lamanya berpisah, dia bertemu kembali dengan Grey sahabat masa kecilnya. Tapi Rosaline akhirnya menyadari kalau Grey yang sekarang ternyata bukan lagi Grey yang dulu, Grey sudah berubah...Selang sembilan tahun ternyata banyak cerita kelam yang dilalui Grey sehingga pemuda itu jatuh ke jurang Bipolar Disorder.... Rosaline jatuh simpati...
Seperti Cinta Zulaikha
1817      1185     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.