Hari-hari berlalu dengan penuh kesibukan setelah acara pensi SMA Harapan Jaya yang sukses besar. Semua siswa masih membicarakan penampilan memukau dari berbagai kelas dan ekstrakurikuler, termasuk tim basket yang mendapat sorotan utama. Penampilan Zian dengan slam dunk-nya menjadi perbincangan hangat di seluruh sekolah, terutama di kalangan siswi. Salah satu dari mereka adalah Alina, gadis yang sekelas dengan Zian di kelas XI-5.
Alina sudah lama menyukai Zian. Sejak awal masuk sekolah, ia tersihir oleh pesona dan karisma Zian yang selalu menjadi pusat perhatian. Sepertinya dia merasa tak putus harapan setelah waktu itu dia pernah menyatakan perasaannya pada Zian. Meski Zian menolaknya secara halus, tapi hal itu tak membuat Alina berhenti mengagumi Zian. Dan pensi kemarin seolah memberi Alina semangat baru untuk lebih berani.
Pada suatu pagi, Alina sedang berbincang dengan teman-teman dekatnya di kantin. Mereka berbicara tentang penampilan Zian saat pensi.
“Zian keren banget, ya! Aku nggak nyangka dia bisa sehebat itu,” kata Maya, salah satu teman Alina.
Alina tersenyum bangga. “Tentu saja. Dia kan kapten tim basket. Aku udah bilang, dia memang spesial.”
"Iya aku tahu Al, kamu juga masih menyukainya kan?" sindir Maya mencoba menggoda Alina yang saat ini sedang menikmati semangkuk bakso di kantin.
"Zian itu idaman gue banget May, jadi gak mungkin lah gue berhentin suka sama dia."
Namun, percakapan itu berubah arah ketika salah satu temannya, Citra, tiba-tiba menyebut nama Nara.
“Tapi, kamu tahu nggak Al? Katanya sekarang Zian sering banget ngobrol sama anak baru, namanya Nara kalau gak salah. Mereka bahkan sering duduk bareng di taman kecil, ” ujar Citra dengan nada menggoda.
Senyum Alina langsung memudar. “Nara? Siapa dia?” tanyanya dengan nada dingin.
“Anak baru di X-4. Katanya pendiam, tapi lumayan cantik. Aku pernah lihat mereka ngobrol di perpustakaan juga. Kayaknya mereka dekat banget,” lanjut Citra.
Wajah Alina mengeras. Ia mencoba menyembunyikan rasa tidak sukanya, tapi dalam hatinya, ia merasa marah. Siapa Nara itu? Kenapa dia bisa dekat dengan Zian?
Hari itu, Alina memutuskan untuk mencari tahu sendiri tentang Nara. Saat jam istirahat, ia pergi ke perpustakaan. Kebetulan, di sana ia melihat Nara sedang duduk sendirian di sudut ruangan sambil membaca buku. Meski Alina belum pernah bertemu dengan Nara sebelumnya bahkan belum pernah melihat wajahnya, namun hal itu tak menyurutkan niatnya untuk mencari tahu sendiri tentang siapa Nara. Dan tadi dia sempat bertanya tanya pada teman teman sekelas Nara dan meminta mengantarkan dirinya bertemu dengan gadis bernama Nara tersebut.
"Itu kak Nara." kata salah seorang murid kelas X4 yang merupakan teman sekelas Nara. Tadi Alina masuk ke dalam kelasnya dan mencari Nara. Namun salah seorang dari mereka menjawab, kalau Nara biasanya akan menghabiskan waktu istirahatnya dia perpustakaan. Tanpa basa basi, Alina pun meminta adik kelasnya itu mengantarkan dirinya menemui Nara.
Dengan senyum yang dipaksakan, Alina mendekati meja Nara. “Jadi kamu yang namanya Nara?” sapanya.
Nara menoleh dan tersenyum ramah. “Iya, betul saya Nara. maaf kamu siapa yah?” tanya Nara bingung, kenapa gadis itu tahu namanya sedangkan dia tidak tahu menahu gadis yang baru saja menghampirinya.
“Kenalkan aku Alina, anak XI-5 teman sekelas Zian,” jawab Alina tegas sambil menarik kursi di depan Nara tanpa izin.
"Oh, hai kak. Maaf aku gak tahu." ujar Nara merasa tak enak.
“Aku dengar dari temen temen yang lain, kamu sering ngobrol yah sama Zian .” tanyanya lagi tanpa basa basi dengan tatapan tak ramah.
Pertanyaan itu membuat Nara sedikit terkejut. “Oh… iya kak, aku sama kak Zian memang suka mengobrol. Tapi itu pun tidak sengaja kalau kami bertemu, memangnya kenapa kak?,” jawabnya dengan nada hati-hati.
“Hmm… kalian dekat?” tanya Alina lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas.
Nara merasa ada ketegangan dalam pertanyaan itu, tapi ia tetap berusaha bersikap santai. “Tidak kak. Aku sama kak Zian hanya teman.”
Alina tersenyum kecil, tapi matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda. “Oh, aku harap kalian memang hanya berteman dan tidak lebih.” Tanpa menunggu jawaban, Alina berdiri dan pergi.
Nara merasa ada sesuatu yang aneh dalam sikap Alina. Namun, ia memilih untuk tidak memikirkannya terlalu dalam.
Saat jam pelajaran usai, bel sekolah pun berbunyi nyaring. Para siswa mulai berhamburan meninggalkan geudng sekolah. Nara juga tampak sibuk memasukkan buku buku pelajarannya ke dalam tas miliknya.
"Ra, kamu mau ikut kita gak?" tanya Amel yang sudah selesai.
"Iya Ra, kamu mau ikut kita gak?" Rani ikut menimpali.
"Memangnya kalian mau kemana?" Rani dan Amel saling melempar senyum. Tadi saat mereka ke kantin, mereka berdua sudah mengadakan janji kalau sore ini, mereka akan pergi ke sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli sesuatu.
"Aku sama Amel mau ke mall dekat sekolah Ra, kamu mau ikut gak?"
"Oh, yaudah kalian berdua pergi aja. Aku kayaknya gak ikut dulu deh, aku mau langsung pulang aja." jawab Nara.
"Kamu yakin gak mau ikut?"
"Iya aku yakin. Kalian pergi aja."
Amel dan Rani pun memutuskan untuk pergi berdua saja, karena Nara tak bisa ikut dengan mereka. Saat Nara melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kelas, tiba tiba suara yang begitu familiar memanggilnya dan membuat Nara menoleh ke arah belakang.
"Nara!!!" panggil Zian sambil berlari.
"Kak Zian?" ucap Nara pelan menunggu Zian menghampiri dirinya. Dengan nafas yang tersengal sengal, Zian kini sudah berdiri di hadapan Nara yang kebingungan.
"Kak, ada apa? kenapa kakak mengejarku?" Zian mengulas senyum manis membuat lesung pipi di pipinya muncul begitu saja.
"Huft...aku cuma mau ngajak kamu pulang bareng
Suatu sore, Nara sedang duduk di taman kecil sambil menikmati suasana yang tenang. Tiba-tiba, Alina muncul di depannya dengan wajah yang tidak terlalu ramah.
“Nara, aku ingin bicara,”