Pagi itu, langit terlihat biru cerah, seperti melukiskan semangat para siswa SMA Harapan Jaya yang baru memasuki tahun ajaran baru. Di halaman sekolah, ratusan siswa berseragam putih abu-abu bergerak seperti gelombang, saling menyapa, bercanda, dan bertukar cerita. Di tengah keramaian itu, seorang gadis bernama Nara berjalan perlahan, menenteng tas ransel yang tampak terlalu besar untuk tubuh mungilnya. Rambutnya yang panjang tergerai rapi, dan matanya yang berbinar menatap tak sabar ke arah gedung utama.
Hari itu adalah hari pertama Nara sebagai siswa kelas sepuluh. Ia merasa gugup sekaligus bersemangat. Sebelumnya, ia hanya mendengar cerita tentang bagaimana serunya kehidupan SMA dari orang lain. Sekarang, ia akan merasakannya sendiri.
Sementara itu, di sisi lain halaman sekolah, seorang pemuda tinggi dengan wajah teduh sedang duduk di atas sepeda motornya. Dia adalah Zian Al Fahrezi, siswa kelas sebelas yang cukup populer karena kepandaiannya bermain basket. Rambutnya yang sedikit berantakan terkena angin pagi hanya menambah daya tariknya. Tapi pagi itu, Zian tidak sedang memikirkan tentang popularitasnya. Pandangannya tertuju pada kerumunan siswa baru.
Zian memperhatikan mereka dengan santai, hingga matanya berhenti pada satu sosok yang tampak berbeda dari yang lain. Seorang gadis dengan senyum kecil di wajahnya, berjalan sambil sesekali menoleh ke sekitar, tampak seolah sedang mencari sesuatu. Ada sesuatu pada gadis itu yang membuat Zian tidak bisa mengalihkan pandangannya.
“Bro, ngapain bengong?” suara Reza, sahabat Zian, membuyarkan lamunannya.
“Enggak, cuma liat-liat anak baru,” jawab Zian sambil tersenyum kecil.
“Ah, sudah kuduga. Pasti lo lagi cari calon gebetan, kan?” goda Reza sambil tertawa.
"Sialan lo Za, kenapa pikiran lu kesana terus sih?"
"Gak apa apa juga sih Zi, abisnya daritadi gue perhatiin lo cuma liatin cewek cewek anak baru." tebak Reza yang duduk di atas motornya juga.
"Ah terserah lu deh."
Zian menggeleng dan turun dari motornya. Tapi pikirannya masih terbayang pada gadis tadi.
"Hah, Zian...Zian."
Nara akhirnya menemukan ruang kelasnya, X-4. Setelah memastikan namanya ada di daftar siswa yang ditempel di pintu, ia melangkah masuk dengan hati-hati. Ruangan itu sudah cukup ramai, tapi masih ada beberapa bangku kosong. Nara memilih duduk di dekat jendela, tempat favoritnya sejak dulu. Dari sana, ia bisa melihat halaman sekolah dan menikmati semilir angin.
Beberapa menit kemudian, bel berbunyi, menandakan jam pelajaran akan segera dimulai. Seorang guru masuk dan memperkenalkan diri sebagai wali kelas mereka. Setelah itu, ia meminta para siswa untuk memperkenalkan diri satu per satu.
Ketika giliran Nara tiba, ia berdiri perlahan. “Hai, nama aku Nara Ayudia. Aku berasal dari SMP Bina Insan. Hobi aku membaca buku dan menulis cerpen. Senang bisa bertemu dengan kalian semua,” katanya dengan suara lembut.
Suaranya membuat beberapa siswa menoleh. Ada sesuatu yang menenangkan dari cara Nara berbicara, seolah-olah ia memancarkan aura yang berbeda.
Hari itu berlalu tanpa terasa. Ketika bel pulang berbunyi, Nara memutuskan untuk berjalan ke taman sekolah sebelum pulang. Ia ingin melihat-lihat area sekolah lebih jauh. Dan yang menjadi pilihannya saat ini adalah sebuah taman.
Di taman tersebut, ia duduk di salah satu bangku sambil membuka bukunya. Namun, ia tidak menyadari bahwa dari kejauhan, Zian sedang memperhatikannya.
Zian kebetulan lewat di taman setelah selesai latihan basket. Ia mengenali Nara sebagai gadis yang dilihatnya tadi pagi. Zian bukan tipe orang yang mudah penasaran, tapi ada sesuatu tentang Nara yang membuatnya ingin tahu lebih banyak.
Ia mendekati bangku tempat Nara duduk. Awalnya, ia ragu untuk menyapa, tapi akhirnya ia memberanikan diri.
“Lagi baca buku apa?” tanyanya pelan.
Nara yang sedang asyik membaca terkejut dan menoleh. Di depannya berdiri seorang pemuda yang terlihat tinggi dan karismatik. Nara tidak mengenalnya, karena ini adalah kali pertama mereka bertemu.
“Oh, ini... cuma novel biasa,” jawab Nara sambil menunjukkan sampul bukunya.
Zian tersenyum. “Kamu suka baca novel?”
Nara mengangguk. “Iya, aku suka banget. Oia kamu siapa? apa kamu anak baru juga?” tanya Nara penasaran.
“Oia aku Zian, kelas sebelas,” kata Zian sambil mengulurkan tangan.
Nara menyambut uluran tangan itu. “Oh hai kak Zian, aku Nara kelas sepuluh 4. Senang kenalan sama kakak. Aku kira tadi kaka anak kelas sepuluh juga.”
“Santai aja kali. Oia by the way jangan panggil kakak dong, umur kita enggak beda jauh juga,” kata Zian sambil tertawa kecil.
“Kayaknya itu terdengar kurang sopan deh, karena bagaimana pun kakak itu kakak kelas aku.” tolak Nara segan.
“Baiklah, terserah kamu saja.” balas Zian yang akhirnya mengalah.
Dan obrolan singkat itu menjadi awal dari percakapan yang lebih panjang. Tanpa mereka sadari, matahari mulai turun ke ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat oranye.
“Kak Zian, maaf kayaknya aku harus pulang,” kata Nara sambil melirik jam tangannya lalu membereskan tas miliknya.
“Baiklah, sampai ketemu besok di sekolah yah Nara.” kata Zian.
“Sampai ketemu besok juga kak.” Nara pun langsung pergi dengan langkah tergesa gesa meninggalkan Zian yang masih setia menatap punggung Nara yang mulai menghilang dari pandangan matanya. Zian sudah seperti terpana dengan Nara dari awal pertemuan pertama mereka.
"Nara!"
Bersambung