"Molly, kau menguping pembicaraan kami?"
"Mawar Merah—"
"Tidak, tidak." Molly menggelengkan kepala, tangannya terangkat ke atas dan matanya menatap tajam menuntut kejelasan. "Katakan sejujurnya padaku, Cardos. Apa benar kau melihat roh Pandia sore ini?"
Rolan dan Cardos menghela napas berat, mereka saling memandang satu sama lain, masing-masing menggaruk bagian tengkuk, seolah bingung bagaimana harus menjawabnya.
"Cardos!" Molly membentak.
"Ya. Aku melihat Pandia sore ini," jawab Cardos lirih. Ia menelan ludahnya, berpikir untuk mengatur ucapan agar terdengar tenang dan jelas. Dalam usahanya mencari kata-kata yang tepat, keheningan sempat tercipta dan setiap detiknya terasa menyiksa. "Dia tersesat dan mendatangiku."
Suhu ruangan itu mendadak turun, hawa dingin merambat dari bagian telapak kaki, merangkak cepat hingga ke tubuh bagian atas, dan membekukan jantung Molly selama satu detik. Saat kembali berdenyut, alih-alih merasa lega, jantung Molly malah terasa sakit, seolah ditusuk seribu jarum tak kasat mata. Pandangannya buram akibat air mata yang membendung. Tangannya gemetaran saat mengusap wajah perlahan.
Dengan begini jelas: adik yang disayangi Molly dan yang amat dia rindukan telah tiada di dunia. Meski fakta pahit telah diungkapkan, Molly memilih tetap tenang dan bersikap praktis.
"Apakah kau bisa mengantarku menemuinya?" Suara Molly pecah, namun tidak ada air mata yang berhasil turun membasahi wajahnya. Dia masih berdiri tegar, berusaha terlihat tenang.
"Maafkan aku, Mol, tapi aku telah menuntunnya pergi," Cardos menjawabnya pelan.
"Kalau begitu, bagaimana caranya aku bisa kembali ke Nevervale?" Tangan Molly masih gemetaran dan dikepalkan kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih.
"Mawar Merah—"
Rolan melangkah mendekat, namun Molly mengambil langkah mundur. Bahu perempuan itu bergetar sekilas dan matanya menatap tajam.
Rolan ikut menggertakkan giginya, membuang muka, dan menjawab, "Cardos punya persediaan Lilin Lintas."
Molly mengangguk singkat, mengapresiasi ucapan Rolan. Kemudian, matanya melirik Cardos. Ia memohon, "Izinkan, aku akan pulang besok pagi."[]