Loading...
Logo TinLit
Read Story - [END] Ketika Bom Menyulut Cinta (Sudah Terbit)
MENU
About Us  

Kondisi pak Imam memprihatinkan sejak dia ditembak oleh Rey, namun para pengawal pak Yahya yang sedari tadi menunggu diluar rumah, segera berhamburan ke dalam setelah mendengar suara tembakan dan membawa pak Imam ke rumah sakit untuk segera diobati.

Ruangan tengah akhirnya kembali tenang setelah Rey dilumpuhkan. Dia dibawa ke suatu tempat oleh beberapa orang karena luka tembak di kakinya membuatnya tidak bisa berjalan. Wajahnya penuh amarah, sumpah serapah terlontar dari mulutnya. 

Sikap Rey yang dulu periang kini lenyap, berganti dengan ekspresi kebencian dan kepedihan. Aku pun merasakan hal yang sama. Bagaimana bisa orang yang selama ini tampak menyenangkan ternyata dalang dari penculikan Fahmi dan percobaan pembunuhanku?

Namun ada satu hal yang mengganggu pikiranku, aku menghampiri detektif dan bertanya kenapa aku tidak mengenali wajah Rey sebagai pelaku penculikan? Detektif Rifqi terdiam berpikir kemudian menyuruhku menunggu sampai interogasi Rey dilakukan. Akupun mengangguk.

Elsa sempat bertanya kemana Rey akan dibawa. Namun, detektif Rifqi hanya menyuruhnya untuk tidak khawatir dan menyerahkan semua ini kepadanya. Respon Elsa sama denganku, yaitu mengangguk pelan, tapi aku bisa melihat kegelisahan di matanya.

Jalanku sedikit gontai akibat ketegangan yang masih tersisa dari insiden tembak-menembak tadi. Elsa menghampiriku, dan kami berjalan bersama menuju kamar masing-masing. Namun, sebelum kami tiba, suara lantang Pak Yahya mengagetkan kami.

"Mau ke mana kalian? Kasus ini belum selesai sampai Fahmi ditemukan! Kembali ke tempat semula. Cepat!" perintahnya tegas.

Aku dan yang lainnya tak punya pilihan selain mengikuti perintahnya. Kami semua tahu bahwa Fahmi masih belum ditemukan, jadi apa boleh buat.

"Detektif, setelah luka Rey diobati, bawa dia ke ruangan 'itu'," lanjut Pak Yahya.

"Ruangan 'itu'? Apa maksud Anda ruangan interogasi? Bukankah lebih baik kita bawa dia ke kantor polisi," saran detektif Rifqi.

"Tidak! Aku ingin melakukannya sendiri. Aku tidak akan melepaskannya sebelum Fahmi ditemukan!" Wajah Pak Yahya begitu serius. Matanya penuh amarah, sorotnya mengingatkanku pada pertama kali aku bertemu dengannya. Sungguh menakutkan.

Detektif Rifqi mengangguk tanda setuju tanpa banyak bicara. Rey pun dibawa menuju ruang perawatan sebelum akhirnya Rey akan diinterogasi di tempat yang dimaksud Pak Yahya. Aku tidak tahu seperti apa ruangan itu, tapi firasatku mengatakan bahwa tempat itu bukan tempat yang menyenangkan.

Kami—aku, Elsa, Rahmat, Satria, Pak Yahya, istrinya, dan seorang pengawal—meninggalkan rumah dan menuju sebuah bangunan di dalam kompleks. Bangunan itu cukup besar, bentuknya menyerupai GOR tempat lapangan badminton. Aku memperhatikan Pak Yahya membuka kunci pintunya, lalu bersama pengawal, mereka mendorong pintu besar yang berderit keras saat dibuka.

Saat aku melangkah masuk, aroma lembab dan apak menyeruak ke hidungku. Bau yang sangat familiar. Aku langsung teringat dengan malam saat aku diinterogasi di suatu ruangan. Sepertinya inilah ruangannya.

Pengawal menutup kembali pintu besar ruangan, menambah suasana mencekam. Aku melihat beberapa meja dan kursi berserakan, serta lampu sorot yang sangat aku kenali. Cahaya tajamnya mengarah ke sebuah kursi di tengah ruangan.

"Kalian tetap di sini. Kita akan mulai interogasi begitu Rey tiba. Aku tidak ingin membiarkannya kabur kalau-kalau kolaboratornya ada di antara kalian," ujar Pak Yahya.

Perkataannya terdengar begitu dingin dan menusuk. Aku merinding.

Kami menunggu dalam diam, suasana makin tegang. Pak Yahya mondar-mandir, terlihat gelisah. Istrinya sempat memintanya untuk duduk tenang, tapi dia mengabaikan.

Tak lama kemudian, Pak Yahya mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang. Suaranya menggema di ruangan.

"Detektif, lama sekali! Cepat bawa Rey kemari!" bentaknya.

Dari seberang telepon, suara detektif Rifqi terdengar, "Baik, dokter masih memeriksanya. Untungnya luka di kakinya tidak parah, hanya goresan peluru."

"Aku tidak peduli! Cepat! Fahmi harus segera ditemukan!"

Pak Yahya menutup teleponnya dengan kasar.

Tak berapa lama kemudian, suara pintu terbuka mengalihkan perhatian kami. Tiga orang masuk, termasuk Rey yang dipapah oleh pengawal dan detektif Rifqi dengan tangan terborgol. Wajah Rey tampak pucat, tapi sorot matanya masih penuh kebencian.

Dia didudukkan di kursi di tengah ruangan. Tangannya kembali diborgol pada kursi. Lampu sorot langsung menyala, menyorot wajahnya yang mulai berkeringat.

Pak Yahya tanpa basa-basi langsung membentaknya, "Di mana Fahmi? Di mana anakku?!"

Rey hanya menatapnya dengan ekspresi merendahkan. "Heh, mana aku tahu," jawabnya ketus.

Pak Yahya mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarah. Dia terus melontarkan pertanyaan yang sama, tapi jawaban Rey tetap sama—tidak serius dan tidak peduli. Hingga akhirnya detektif Rifqi mengambil alih.

"Rey, kau tidak memiliki dendam terhadap Pak Yahya, bukan? Tapi kenapa kau libatkan anaknya dalam masalah pribadimu?" tanya Rifqi.

Rey tersenyum sinis. "Hah, kukira kau serba tahu, detektif? Kemana sikap sok tahumu tadi?"

"Aku memberimu kesempatan bicara. Jika kau tidak serius, maka aku akan memakai cara lain," ancam detektif Rifqi.

Rey hanya tertawa kecil. "Yahya itu punya banyak musuh, tahu? Aku salah satunya. Dia nyelamatin aku, tapi dia juga ngerengut sesuatu yang berharga dari aku."

"Apa maksudmu?" tanya detektif.

"Sebelum aku kenal Yahya, aku tinggal di salah satu kompleks perumahan punya bos sawit. Aku, istri, dan anakku hidup bahagia di sana. Cuman saat anakku berumur satu tahun, ada kejadian yang ngubah segalanya."

Kami semua menahan napas.

"Kebakaran besar terjadi di kompleks perumahan kami. Api paling besar ada di rumah bos sawit, dia tewas. Tapi yang lebih buruk, anakku juga ikut jadi korban. Pas aku pulang, aku ngeliat istriku histeris. Rumah kami udah dilahap api. Anakku yang saat itu lagi tidur, terperangkap di dalamnya. Aku gak bisa nyelamatin dia."

Rey terdiam. Wajahnya tertunduk lesu.

"Aku nyelidikin penyebab kebakaran itu. Aku nemuin petunjuk kalau dalangnya adalah para konglomerat yang saling berseteru. Diantara perseteruan itu ada kau”. Rey menunjuk pak Yahya dengan kepalanya yang dicondongkan. “Yahya, Mr.James dan bos sawit. Akibat perseteruan kalian, anakku jadi korban." Rey menatap Pak Yahya dengan sorot penuh kebencian.

Aku tercekat. Jadi inilah alasannya?

"Sejak itu, aku bersumpah bakalan ngehancurin kalian. Aku nyusun strategi dan nyusup ke tubuh internal perusahaan Mr. James dan Yahya. Terus aku nyulik Fahmi biar si Yahya bisa ngerasain kehilangan anak sama kayak aku!"

Pak Yahya menggeleng, "Aku bukan dalang kebakaran itu!"

"Aku gak peduli! Berkat kalian, anakku mati!" teriak Rey, penuh amarah.

Detektif Rifqi melangkah maju dan mencondongkan wajahnya ke arah Rey. "Itu bukan kebakaran, Rey. Itu pengeboman. Aku yang menyelidikinya. Dan aku bisa memastikan bahwa Pak Yahya bukan pelakunya. Kau salah sasaran."

Tiba-tiba Rey meludah ke wajah detektif Rifqi. "Cuh!"

Kami semua terkejut.

Detektif Rifqi mengelap ludah yang ada di wajahnya. “Kemarahanmu sudah menyulut kebencian kami Rey. Kalau kau tidak mau memberitahu kami dimana Fahmi dan siapa kolaboratormu, maka kami akan melakukan cara yang lebih buruk daripada ini”.

Detektif Rifqi memberikan tanda pada salah satu pengawal. Kemudian membisikan sesuatu. Setelah itu, si pengawal pergi menuju salah satu kamar di pojokan ruangan.

Tak beberapa lama kemudian dia keluar membawa sebuah alat. Aku tidak tahu persisnya alat apa itu namun sekilas mirip seperti pencapit dengan ukuran sedang.

Detektif meraih alat tersebut dan menunjukkannya kepada Rey.

“Rey, setidaknya kami punya dua puluh kuku jari untuk membuatmu bicara atau mungkin berteriak”.

Apa? apa maksud detektif, apa dia akan mencabut kuku-kuku Rey dengan alat itu? Ini keterlaluan. Aku tidak mampu melihatnya.

“Detektif, biar aku yang melakukannya. Akan aku buat dia merasakan rasa sakit yang sama seperti aku kehilangan Fahmi”. Pak Yahya menawarkan diri untuk melakukan eksekusi.

Aku mengernyit ngeri.

"Rey, aku bertanya sekali lagi. Di mana Fahmi?"

Rey hanya menyeringai. "Cabut aja kukuku. Aku gak bakalan ngomong."

“Brengsek”. Dengus pak Yahya. Kemudian dia melangkah ke belakang kursi dan meraih satu kuku Rey untuk dimasukan ke dalam pencapit.

Pak Yahya tidak ragu. Tanpa aba-aba, dia menarik capit itu dengan kuat.

"AAAAAAHHHHH, KEPARAT BANGSAT!!" Jeritan Rey menggema.

Aku menutup wajah dengan kedua telapak tanganku. Aku tidak sanggup melihatnya. 

“Dimana Fahmi?”. Pak Yahya kembali bertanya.

“Sakit kayak gini gak seberapa kalau dibandingin sama anakku yang udah kamu bunuh”.

“Baik, kalau begitu akan aku tambah rasa sakitnya”. Pak Yahya lagi-lagi memasukan capitan kedalam salah satu kuku Rey, kali ini jari tengah Rey jadi incarannya.

Tanpa aba-aba, capit ditarik begitu keras hingga mencabut kuku jari tengah Rey.

“AAAAAAHHHH”. Lagi-lagi Rey menjerit kesakitan.

Aku ngilu dan tersungkur ke lantai karena tidak mampu melihat adegan penyiksaan ini. 

“Rey, bilang saja dimana Fahmi. Jangan siksa dirimu”. Aku lontarkan kalimat itu padanya, agar dia bisa jujur dan mengatakan semuanya. Sehingga kengerian ini bisa berakhir.

Rey melihat ke arahku dengan tajam. “Kau si cewe yang nendang wajahku di gua waktu itu. Jangan harap aku bakalan dengerin kamu”.

“Kenapa kau tahu? Jangan-jangan itu kau ya? Kenapa aku gak mengenali kamu?”. Akhirnya aku melontarkan pertanyaan yang menggangguku sedari tadi.

“Kau pikir, udah berapa identitas yang aku perankan buat jalanin rencanaku?”.

“Jadi, kau merubah penampilanmu?”. Rey tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya terdiam dengan keringat mengucur deras di pelipisnya. Menahan rasa sakit.

Detektif Rifqi melihat ke arahku dan menjelaskan sesuatu.

“Maya, Rey ini kriminal ulung, tidak heran kalau dia memiliki banyak identitas yang tak kau kenali”.

Aku mengangguk setuju.

Ditengah penyiksaan yang terjadi, ada satu hal yang membuat kami semua terkejut. Suara Elsa memecahkan fokus kami semua.

"Hentikan! Jangan sakiti dia lagi!"

Kami semua menoleh.

"Bukan Rey yang salah. Kalianlah yang salah, bukan suamiku yang harusnya kalian siksa”.

Aku terkejut.

Suami?

Astaga. Elsa adalah istri Rey?!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
6 Pintu Untuk Pulang
651      377     2     
Short Story
Dikejar oleh zombie-zombie, rasanya tentu saja menegangkan. Apalagi harus memecahkan maksud dari dua huruf yang tertulis di telapak tangan dengan clue yang diberikan oleh pacarku. Jika berhasil, akan muncul pintu agar terlepas dari kejaran zombie-zombie itu. Dan, ada 6 pintu yang harus kulewati. Tunggu dulu, ini bukan cerita fantasi. Lalu, bagaimana bisa aku masuk ke dalam komik tentang zombie...
Mask of Janus
19292      3327     9     
Fantasy
"Namun, jangan pernah memberikan topeng kepada mereka yang ingin melakukan hal-hal jujur ... karena mereka akan mengambil dunia dari genggamanmu." Vera van Ugde tidak hanya bermain di depan layar sebagai seorang model internasional, tetapi juga di belakang layar di mana dunia gelap berada. Vera adalah seorang mafia. Hanya saja, sekelompok orang--yang memanggil diri mereka sebagai par...
Untitled
507      290     0     
Romance
This story has deleted.
Ratu Blunder
35      28     2     
Humor
Lala bercita-cita menjadi influencer kecantikan terkenal. Namun, segalanya selalu berjalan tidak mulus. Videonya dipenuhi insiden konyol yang di luar dugaan malah mendulang ketenaran-membuatnya dijuluki "Ratu Blunder." Kini ia harus memilih: terus gagal mengejar mimpinya... atau menerima kenyataan bahwa dirinya adalah meme berjalan?
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
3118      1581     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Premium
Cinta Guru Honorer
25899      2479     0     
Romance
Pak Baihaqqi seorang guru honorer di SMA 13 Harapan. Dirinya sudah mengajar hampir 15 tahun tetapi tidak masuk ke dalam honorer Kategori 2 (K2). Di tahun 2022 ini pula, ia tidak termasuk ke dalam daftar yang bisa mengikuti seleksi Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (CPPPK). Di sekolah, Pak Baihaqqi bekerja sebagai pesuruh. Bu Nurma, Bu Rosmala, Pak Adam, guru-guru lain, dan samp...
Back To Mantan
597      396     0     
Romance
"kenapa lagi.."tanya seorang wanita berambut pendek ikal yang dari tadi sedang sibuk dengan gadgetnya. "kasih saran.."ujar wanita disebelahnya lalu kemudian duduk disamping wanita tadi. lalu wanita sebelahnya mengoleh kesebelah wanita yang duduk tadi dan mematikan gadgetnya. "mantan loe itu hanya masa lalu loe. jangan diingat ingat lagi.loe harus lupain. ngerti?&...
In Her Place
754      505     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
Premium
Cinta (Puisi dan Semi Novel
25621      2097     2     
Romance
Sinopsis Naskah ‘CINTA’: Jika Anda akan memetik manfaat yang besar dan lebih mengenal bongkahan mutu manikam cinta, inilah tempatnya untuk memulai dengan penuh gairah. Cinta merupakan kunci kemenangan dari semua peperangan dalam batin terluhur Anda sendiri, hingga menjangkau bait kedamaian dan menerapkan kunci yang vital ini. Buku ‘Cinta’ ini adalah karya besar yang mutlak mewarnai tero...
Po(Fyuh)Ler
917      495     2     
Romance
Janita dan Omar selalu berangan-angan untuk jadi populer. Segala hal telah mereka lakukan untuk bisa mencapainya. Lalu mereka bertemu dengan Anthony, si populer yang biasa saja. Bertiga mereka membuat grup detektif yang justru berujung kemalangan. Populer sudah lagi tidak penting. Yang harus dipertanyakan adalah, apakah persahabatan mereka akan tetap bertahan?