Loading...
Logo TinLit
Read Story - [END] Ketika Bom Menyulut Cinta (Sudah Terbit)
MENU
About Us  

Aku digiring masuk ke dalam mobil hitam yang ku kira mobil polisi, namun ternyata bukan. Tanpa sempat mengetahui siapa mayat yang ditemukan polisi di sungai, aku merasa kekalutan dalam hati, langkahku gontai, dan tenagaku telah habis. Hari ini terlalu berat, tanpa akhir yang terlihat. Dalam mobil, aku mendapati dua pria berbadan kekar yang sudah menunggu. Wajah mereka dingin, penuh intimidasi.

“Masuk!” salah satu dari mereka menghardik.

Aku menepis tangan yang mencoba menarikku. Rasanya risih dan tidak sudi disentuh. Wajahku masam, tanpa sedikitpun keinginan untuk berbicara. Sementara itu, pikiranku melayang ke Pak Fajar. Entah bagaimana nasibnya sekarang. Namun, ada hal lain yang lebih meresahkan. Saat aku duduk di kursi, salah satu dari mereka melilitkan kain di mataku. Aku melawan, tapi sia-sia. Mereka menahan gerakanku dengan kasar hingga aku terpaksa menerima perlakuan ini.

Gelap. Mataku tak dapat melihat.

“Apa yang kalian lakukan padaku?” tanyaku, suaraku bergetar oleh ketakutan.

Tak ada jawaban. Hanya suara mesin mobil yang menyala dan roda yang mulai melaju. Aku tak tahu ke mana mereka membawaku. Dalam kecemasan, pikiranku berputar. Sesekali aku tertidur karena lelah, namun terbangun tiba-tiba setiap kali mobil berbelok atau berhenti mendadak. Semua terasa begitu kasar. Hatiku terluka. Tidak seharusnya aku mengalami ini. Andai saja tadi pagi aku memilih untuk tetap di apartemen, tidur di kasur yang empuk. Mungkin kejadian mengerikan ini tidak akan pernah terjadi.

Setelah sekitar satu jam perjalanan, mobil berhenti. Aku dipaksa keluar, dengan tangan yang masih digenggam erat oleh kedua pria itu. Aku berusaha melawan, memohon agar mereka tidak bersikap kasar, tetapi permintaanku tidak diabaikan, seolah mereka tidak memiliki telinga untuk mendengar. Langkah kami menyusuri jalan berpasir—lembut, seperti pasir pantai. Ini khas tanah Palangka Raya.

Lalu, sebuah suara pintu besar yang terbuka menggaung di telingaku. Sepertinya aku dibawa masuk kedalam ruangan berbau apak. Mereka memaksaku duduk di kursi dingin, menyerupai kursi penyiksaan. Borgol di pergelangan tanganku dilepas hanya untuk diikatkan kembali di belakang kursi. Aku benar-benar tak bisa bergerak.

Aku takut.

Skenario terburuk memenuhi pikiranku: Apakah mereka akan membunuhku di sini? Aku hanya bisa berdoa untuk keselamatanku.

Setelah beberapa saat, kain penutup mataku dilepas. Aku mengerjap-ngerjapkan mata, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya. Sebuah lampu redup menyorot wajahku. Sekelilingku gelap. Sehingga penglihatanku tidak jelas. Dari balik cahaya, samar-samar terlihat sosok manusia. Salah satu dari mereka mendekat dengan langkah cepat. Seorang wanita.

Tanpa peringatan, tamparan keras mendarat di pipiku.

PLAK!!

“Dasar jalang sialan! Kau bawa ke mana anakku?”

Sakit. Tamparannya begitu kuat. Pipiku terasa hangat memerah.

Suara wanita itu memekakkan telinga. Aku kenal suaranya. Dia ibu Fahmi. Ny. Lena.

Wajahnya dipenuhi amarah. Di sampingnya, ayah Fahmi berdiri dengan ekspresi dingin. Di belakang mereka, Detektif Rifqi berdiri dengan wajah datar, seperti tak terganggu.

“Apa maksudmu? Aku tidak membawa anakmu ke mana pun. Aku hanya mencoba menyelamatkannya!” jawabku, suara serak dan penuh emosi.

“BOHONG!” teriak Ny. Lena lagi, suaranya menusuk telinga. Ayah Fahmi mencoba menenangkannya, tapi tatapan sinisnya mengarah padaku.

Aku menatap mereka dengan penuh kebencian. “Kalianlah yang telah membuat Fahmi celaka! Kalian mengirim orang-orang jahat untuk mengejar kami, bukan?” Tuduhanku terlontar begitu saja.

Ayah Fahmi maju selangkah, matanya melotot. “Apa maksudmu? Jangan asal tuduh! Mana ada orang tua yang tega mencelakai anaknya sendiri!”

“Kalian membuat Fahmi kabur dari rumah, lalu mengirim penculik untuk menyekapnya di bangunan kosong. Kemudian merencanakan pengeboman! Dan sekarang kalian menyiksa aku, dasar konglomerat brengsek”.

Aku memuntahkan tuduhan dengan penuh kemarahan. Di ujung kalimatku, aku meludahkan air liur ke lantai di depan mereka. Wajah mereka berubah jijik. Ayah Fahmi mengepalkan tangan, siap memukulku. Namun, dia mengurungkan niatnya. Mungkin karena teringat kalau aku sudah di tampar oleh istrinya atau karena aku perempuan, aku tidak peduli.

“Pukul aku! Percuma saja. Anak kalian tetap akan menderita!” aku memprovokasi mereka.

Tapi kali ini detektif Rifqi maju ke depan sembari mencegah orang tua Fahmi melakukan tindakan penganiayaan lainnya terhadapku. Dia menyuruh mereka untuk mundur.

“Biarkan aku yang urus”. Ucapnya.

Detektif Rifqi menjongkokkan tubuhnya sehingga wajah kami sesajar. Ingin sekali aku meludahi wajahnya, namun untuk apa. Hanya menambah masalah.

“Maya, semua yang kau tuduhkan kepada orang tua Fahmi tidaklah benar. Justru kami berusaha melindungi Fahmi”.

“Apa buktinya?”. Ucapku ketus tidak percaya.

Detektif Rifqi berdehem sejenak sembari meraih ponsel yang ada di saku celananya. Kemudian menunjukkannya kepadaku.

Ada sebuah foto disana, foto seorang mayat yang mereka temukan di sungai hitam Sebangau.

“Kau tahu siapa orang ini?”

Aku melongo, tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Mayat itu ternyata salah seorang yang mengejar aku dan Fahmi waktu di dalam gua. Gua di pinggir sungai Kahayan.

“Dia, salah seorang yang mengejar aku dan Fahmi ketika kami melarikan diri”. Aku menjelaskan.

Lalu detektif Rifqi memperlihatkan lebih banyak foto padaku dan semuanya membuatku yakin kalau memang mayat itu adalah orang yang mengejar aku dan Fahmi.

“Jujur saja, kami tidak tahu ini siapa. Bukankah ini menunjukkan kalau kami tidak terlibat dalam penculikan Fahmi?”

Aku mencoba mencerna tanpa merespon.

“Bukan kami yang mengirim orang-orang jahat ini. Kami yakin, ada pihak lain yang merencanakan penculikan Fahmi dan membahayakan nyawanya. Namun entah apa yang terjadi, orang ini mati dan mayatnya ditemukan di sungai Sebangau”.

Aku masih terdiam membisu.

“Kalau kau tidak percaya kepada kami, tidak masalah. Namun faktanya keberadaan Fahmi masih tidak diketahui dan mungkin saja sekarang dia masih dalam bahaya. Itulah mengapa kami belum mencarimu walaupun kami tahu kamu kabur dari tahanan rumah tempo hari”.

“Kalian pasti bohong kan. Kalian merencanakan sandiwara ini untuk kepentingan kalian sendiri. Itu tidak akan mempan padaku, karena aku juga tahu kalau kalian menyimpan bom di salah satu gua dekat sungai Kahayan untuk menghancurkan gedung. Itu yang kalian lakukan bukan?”.

“Dasar wanita rendahan, jaga mulutmu. Kami bukan penjahat, apalagi mencelakakan banyak orang dan juga anakku sendiri”.

Ibu Fahmi masih terlihat benar-benar marah. tangannya mengapit dada suaminya.

Detektif Rifqi kembali menenangkan mereka.

“Mereka tidak menyembunyikan bom, justru mereka membuang bom-bom itu setelah mereka menonaktifkannya. Aku menyuruh mereka melakukannya untuk menghilangkan jejak. Berharap bom-bom itu akan hilang tenggelam atau ke laut. Namun entah bagaimana mungkin ada yang menemukan dan mengaktifkannya kembali untuk meledakan gedung”.

"Lalu kenapa kalian punya bom? untuk apa?"

Detektif Rifqi dan yang lainnya terdiam saling pandang, seolah kebingungan menjawab pertanyaanku.

"Tidak bisa jawab?" Tanyaku ketus.

"Kau tahu kasus terbunuhnya bos kelapa sawit beberapa tahun lalu?". Detektif Rifqi akhirnya bicara. Aku mengangguk tanda mengetahui kasusnya.

"Penyebab sebenarnya dia terbunuh bukanlah karena rumahnya dibakar seperti yang diberitakan, melainkan karena di bom oleh seseorang. Aku yang menangani kasusnya waktu itu".

Aku terdiam tidak menimpali, menunggu kelanjutan cerita.

"Beberapa tahun kemudian, bom yang sama ditemukan di kediaman pak Yahya. saat aku menyelidikinya aku mendapat jawaban kalau ada orang yang sengaja ingin membunuhnya. Namun aku berhasil menggagalkannya".

Kali ini aku benar-benar tidak menyangka dengan fakta yang dikatakan oleh detektif Rifqi.

“Lalu kenapa Fahmi harus kabur dari rumah? Itu pasti ada hubungannya dengan kejahatan kalian bukan?”.

Mereka terdiam.

Kali ini ayah Fahmi—yang sekarang aku tahu namanya pak Yahya—menjawab dengan suara berat.

“Kami akui kami salah karena tidak berterus terang kepadanya kalau kami memiliki ‘musuh’ bisnis, sampai kami melakukan segalanya untuk melindunginya. Namun sepertinya anak kami tidak menerima hal itu dan menganggapnya sebagai pengekangan”.

Ucapan pak Yahya sepertinya masuk akal, anak remaja seperti Fahmi adalah anak yang masih mengalami masa penuh dengan ketidakstabilan emosi. Akupun kadang masih mengalaminya. Ternyata selama ini kecurigaanku kepada keluarga Fahmi keliru.

“Maya”. Suara detektif Rifqi mengagetkanku.

“Sejujurnya kami tidak tahu siapa yang melakukan pengeboman gedung. Dan kasus penculikan Fahmi, kami juga tidak ada hubungannya. Hanya saja kami tahu kamu bisa membantu kami menemukan orang yang menculik Fahmi waktu itu, makanya kami bekerja sama denganmu.”

Detektif Rifqi melihat ke orang tua Fahmi sejenak dan melanjutkan kalimatnya.

“Sekarang aku tanya sekali lagi. Apa kau punya petunjuk untuk menemukan Fahmi?”.

Pertanyaan detektif Rifqi membuatku tertegun sejenak, mencoba mencerna semua informasi. namun ada satu hal yang mengganjal.

“Aku tidak tahu dimana Fahmi, sudah aku katakan padamu sebelumnya. Tapi, jawab aku! kalau bukan kalian pelakunya lalu siapa pelaku sebenarnya?”.

“Kami belum bisa memastikan siapa pelakunya, namun kecurigaan kami mulai mengarah kepada salah satu musuh rekan bisnis pak  Yahya yang merencanakan semua ini. Walaupun awalnya kami pun mencurigai kau terlibat sebagai komplotan mereka”.

“Aku..aku hanya orang biasa. Aku tidak terlibat dalam komplotan siapapun dan kejahatan apapun”.

Perkataanku seperti memelas. Seolah memaksa mereka untuk percaya bahwa aku hanya seorang gadis yang kebetulan terjebak di dalam serangkaian peristiwa yang mengerikan.

Hening menjalar di dalam ruangan kosong yang gelap dan pengap. satu-satu nya penerangan hanya lampu redup yang menyoroti ke arahku.

Detektif Rifqi mundur kebelakang beberapa langkah, bersama kedua orang lainnya. Seolah bersembunyi dariku mereka mendiskusikan sesuatu.

Setelah itu dia kembali kepadaku.

“Maya, kami percaya padamu. Karena itu, demi kebaikanmu, kami sudah tidak memerlukan bantuanmu lagi. Kau tidak perlu terlibat dalam pencarian atau penyelamatan Fahmi. Cukup kami yang melakukan semuanya.”

Aku terkejut. Mana mungkin aku tidak diikutsertakan, lalu bagaimana dengan perasaanku? perasaan rindu pada Fahmi masih belum usai. Aku harus tetap menjadi orang yang menyelamatkannya, karena dia telah menyelamatkanku.

“Adakah cara agar aku masih bisa terlibat dalam kasus ini. Pasti aku akan berguna. Aku sangat ingin menyelamatkan Fahmi”. Pintaku penuh harap.

Mereka semua kembali terdiam.

Hingga pak Yahya membuka mulut. “Jika kau bersikeras, maka ada syaratnya. Berpura-puralah menjadi pelaku pengeboman”.

Aku tersentak. “Kenapa begitu?”. Tanyaku terheran-heran.

Lalu detektif Rifqi menjawab pertanyaanku.

“Maya, tujuan Pak Yahya sebenarnya adalah menciptakan sandiwara besar-besaran agar pelaku yang sebenarnya merasa terancam dan keluar dari tempat persembunyian mereka. Dengan begitu, saat perhatian masyarakat tertuju pada penangkapanmu, kami punya celah untuk menekan mereka—menukar keselamatan Fahmi dengan mengungkap siapa mereka sebenarnya.”

“Tunggu, aku tidak mengerti, maksudnya bagaimana?” Tanyaku bingung.

Detektif melangkah mendekat ke arahku dan menjelaskan nya lebih detail.

“Saat kau menjadi ‘tersangka boneka’, pelaku tidak punya pilihan selain melakukan sesuatu untuk mengalihkan tuduhan. Kemungkinan besar, mereka akan mengirim ancaman agar kau bungkam, menjebakmu lebih dalam atau bahkan mencoba melenyapkan kamu sepenuhnya.”

Aku menelan ludah menahan cemas, tidak menyangka kalau kemungkinannya cukup menakutkan.

“Semua langkah itu justru memberikan jejak baru bagi kami dan aparat. Sandiwara ini memaksa pelaku melakukan kesalahan yang sebelumnya tidak perlu dia lakukan.”

“Apakah keamananku akan terjamin?” tanyaku, mencoba menekan gemetar di suaraku.

Detektif Rifqi dan pak Yahya saling pandang. Seolah mereka sedang menimbang-nimbang apa yang pantas dijawab.

“Selama kamu tetap mengikuti rencana yang kami susun, kami akan menjamin keselamatanmu,” ucap detektif, suaranya tegas.

“Tapi...” pak Yahya menyela, “Kalau ada satu saja langkah yang menyimpang, atau kamu mencoba bertindak sendiri tanpa koordinasi, maka resikonya di luar kendali kami.”

Aku terdiam, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut mereka.

Ternyata, perlindungan yang bisa mereka janjikan bukanlah perlindungan mutlak. Hanya sebatas selama aku tunduk dan patuh pada mereka. 

Aku menunduk, menatap tanganku sendiri yang gemetar. Aku tahu, sekali aku melangkah, tidak ada jalan untuk kembali. Aku bukan hanya mempertaruhkan diriku sendiri, tapi juga cinta yang baru saja tumbuh di antara aku dan Fahmi.

Jika aku memilih mundur, aku aman. Tapi Fahmi? Dia mungkin akan sendirian, berhadapan dengan bahaya yang bahkan aku sendiri tak tahu seberapa dalam.

“Baiklah,” dengan terpaksa dan penuh harap aku mengatakannya. “Aku akan ikut permainan kalian.”

Saat kata-kata itu meluncur dari bibirku, hatiku bergetar. Tak ada lagi yang bisa diucapkan. Sejak detik ini, aku bukan lagi hanya Maya. Aku bagian dari drama yang tak pernah kuinginkan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Sweety Girl
11348      2557     6     
Romance
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisha Biantari. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu salah satu dari keduanya perlahan terlepas. Cinta yang datang pada cowok berparas manis itu membuat Maisha ketakutan. Tentang sepi dan dingin yang sejak beberapa tahun pergi seolah kembali menghampiri. Jika ada jalan untuk mempertahankan Ken di sisinya, maka...
Trip
935      475     1     
Fantasy
Sebuah liburan idealnya dengan bersantai, bersenang-senang. Lalu apa yang sedang aku lakukan sekarang? Berlari dan ketakutan. Apa itu juga bagian dari liburan?
MANITO
918      669     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
Di Balik Jeruji Penjara Suci
10096      2134     5     
Inspirational
Sebuah konfrontasi antara hati dan kenyataan sangat berbeda. Sepenggal jalan hidup yang dipijak Lufita Safira membawanya ke lubang pemikiran panjang. Sisi kehidupan lain yang ia temui di perantauan membuatnya semakin mengerti arti kehidupan. Akankah ia menemukan titik puncak perjalanannya itu?
Ikhlas Berbuah Cinta
818      647     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...
For One More Day
489      343     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
Po(Fyuh)Ler
917      495     2     
Romance
Janita dan Omar selalu berangan-angan untuk jadi populer. Segala hal telah mereka lakukan untuk bisa mencapainya. Lalu mereka bertemu dengan Anthony, si populer yang biasa saja. Bertiga mereka membuat grup detektif yang justru berujung kemalangan. Populer sudah lagi tidak penting. Yang harus dipertanyakan adalah, apakah persahabatan mereka akan tetap bertahan?
PENTAS
1189      699     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Tentang Hati Yang Mengerti Arti Kembali
715      472     4     
Romance
Seperti kebanyakan orang Tesalonika Dahayu Ivory yakin bahwa cinta pertama tidak akan berhasil Apalagi jika cinta pertamanya adalah kakak dari sahabatnya sendiri Timotius Ravendra Dewandaru adalah cinta pertama sekaligus pematah hatinya Ndaru adalah alasan bagi Ayu untuk pergi sejauh mungkin dan mengubah arah langkahnya Namun seolah takdir sedang bermain padanya setelah sepuluh tahun berlalu A...
NADA DAN NYAWA
15364      2890     2     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...