Loading...
Logo TinLit
Read Story - [END] Ketika Bom Menyulut Cinta (Sudah Terbit)
MENU
About Us  

Pak Fajar melajukan motornya cukup cepat, sehingga aku harus berpegangan erat pada pinggangnya. “Pegangan, Maya,” ujarnya. “Ya,” jawabku singkat. Pakaianku yang semula basah karena hujan kini mulai berangsur kering oleh terpaan angin malam yang lembab dan menusuk.

Hujan sudah reda malam ini, tetapi jalan utama dipenuhi warga yang ingin menyaksikan reruntuhan gedung yang dihancurkan bom pagi tadi. Di antara kerumunan, polisi tampak berjaga-jaga dan berkeliaran ke sana kemari. Aku berusaha merunduk, mendekatkan wajahku ke punggung Pak Fajar untuk bersembunyi.

“Jangan takut, kita pasti bisa menyelamatkan temanmu itu,” ucap Pak Fajar sambil fokus berkendara. Sepertinya ia salah mengira tindakanku yang menghimpitnya. Dia pasti berpikir aku cemas akan Fahmi. Padahal, ketakutanku lebih kepada kemungkinan polisi mengenaliku dan menangkapku, yang berarti aku tak bisa menyelamatkan Fahmi.

Perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit karena jaraknya yang lumayan jauh, ditambah jalanan padat oleh warga. Setibanya di dermaga Rambang, suasana sangat sepi dan hening kontras dengan hari-hari biasanya yang ramai oleh pedagang dan pengunjung di sekitar dermaga. “Ini pasti akibat bom itu. Tempat ini jadi sangat sepi,” ungkap Pak Fajar. Aku hanya mengangguk setuju.

“Maya, coba kau perhatikan dengan teliti. Adakah perahu yang kau kenali?” tanya Pak Fajar sambil menunjuk sekumpulan perahu yang terparkir berantakan. Aku memicingkan mata, menelusuri satu per satu perahu yang ada, bahkan mendekati beberapa untuk memastikan.

Akan tetapi. 

“Ayolah, bagaimana ini?” gumamku, mulai panik. Sudah berkali-kali aku memeriksa, tetapi tidak ada satu pun perahu yang mirip dengan perahu yang membawa Fahmi tadi sore. “Ini gawat", peluh mulai mengalir di pelipisku. Aku kelelahan.

“Bagaimana, Maya? Ketemu?”

“Tidak ada. Aku tidak menemukannya!” teriakku kepada Pak Fajar, yang menunggu di undakan tangga atas sementara aku berada di dekat dermaga.

“Kalau begitu, bukan di sini tempatnya. Tapi ada satu tempat lagi.”

“Maksud Bapak, masih ada satu dermaga?” tanyaku setelah berjalan mendekatinya.

“Iya, dermaga Kereng Bangkirai. Kau tahu, kan?”

“Betul juga! Itu di lokasi wisata air hitam Sebangau kan? Aku tahu! Kalau begitu, ayo segera ke sana,” ujarku, bersemangat.

Namun, Pak Fajar tetap mematung meskipun aku sudah mendesaknya. “Ada apa, Pak?” tanyaku.

“Sebaiknya kita tidak ke sana. Kau tahu, kalau sudah malam begini, sungai disekitaran lokasi Sebangau cukup berbahaya. Banyak kriminal di sana. Lebih baik kita ke sana besok saja.”

“TIDAK!” sergahku spontan. Nada bicaraku kasar, membuat Pak Fajar terkejut. “Maaf,” aku segera mengoreksi nada suaraku, merasa malu karena tak bisa mengontrol diri.

“Kalau kita tidak bergegas, Fahmi…” nafasku tertahan, “…Fahmi bisa saja tidak selamat. Dipukuli, disiksa, atau mungkin…” Kalimatku terhenti. Aku mulai terisak. Emosiku tak tertahan lagi. Aku merasa hampa karena pencarian kami menemui jalan buntu.

Pak Fajar menghampiriku dan meraih pundakku, tatapannya penuh iba. “Maafkan aku,” ucapnya lirih. Aku menengadah, memandangnya dengan mata berkaca- kaca.

“Fahmi, itu namanya, bukan? Apa dia begitu berarti untukmu?” tanyanya.

Aku mengangguk sambil menyeka air mata yang terasa mulai mengalir. “Iya. Dia menyelamatkanku dengan mengorbankan dirinya. Kumohon, Pak, bantu aku.”

Pak Fajar terdiam sejenak, terlihat berpikir. Setelah hening beberapa saat, ia berkata, “Baiklah, kita ke sana. Tapi jika keadaan buruk, kita akan tunda pencarian Fahmi sampai besok.”

Aku mengangguk dengan wajah yang kembali cerah. Kami segera menaiki motor dan menuju Kereng Bangkirai. Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Suasana semakin mencekam. Perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit lagi. Di kota sepi seperti Palangka, 30 menit berarti jarak yang jauh.

Kami melewati rumah-rumah warga yang tampak kosong, lampunya mati. Sesekali kami melewati kebun atau hutan yang gelap dan rimbun. Kekhawatiranku soal hewan liar muncul, tetapi aku mencoba mengabaikannya.

Sesampainya di dermaga, kami berdua terkejut. Apa yang kami duga ternyata salah. Tempat ini justru dipenuhi kerumunan polisi. “Astaga,” aku tercekat. Polisi adalah musuhku kali ini. Namun, Pak Fajar malah mendekatkan motornya ke salah satu polisi. Aku hanya bisa menyembunyikan wajah agar tidak dikenali.

“Ada apa ini, Pak? Kok ramai-ramai?” tanya Pak Fajar tanpa ragu.

Polisi itu menoleh sesaat ke arah kami, tetapi pandangannya tertuju agak lama padaku. Lalu ia menjawab, “Ditemukan mayat lelaki mengapung di sungai.”

Deg. Jantungku serasa copot mendengarnya. Fahmi? Apakah itu Fahmi? Otakku lebih dulu menjawab tanpa informasi tambahan dari polisi.

“Kami boleh melihatnya, Pak?” tanya Pak Fajar santai.

“Tentu saja tidak! Pulanglah! Ini area terlarang sekarang,” jawab polisi itu tegas.

Aku kembali tak punya harapan.

“Tapi kami sedang mencari seseorang—lelaki—yang hilang. Kami khawatir kalau itu dia,” sergah Pak Fajar, mencoba meyakinkan. Aku tersenyum tipis di balik punggungnya, merasa sedikit lega atas usahanya.

“Apa hubunganmu dengan dia?” tanya polisi curiga.

“Dia suami anak saya ini,” jawab Pak Fajar sambil menunjuk ke arahku.

Apa, suami? Aku tersentak mendengar kebohongannya. Walaupun begitu, aku menyukai cerita karangannya. Pak Fajar menyuruhku menyapa polisi dihadapan kami dan tak perlu malu. Dengan ragu, aku memperlihatkan wajahku seperti yang diminta Pak Fajar.

Polisi itu menatapku lama, lalu tiba-tiba dia berkata, “Hei, kau wanita pembunuh yang kemarin sempat aku tangkap! Kenapa kau bisa ada di sini?”

Astaga dia mengenaliku, ternyata dia polisi yang waktu itu meringkusku di bangunan terbengkalai bersama Fahmi. Ya ampun kenapa dunia ini begitu sempit. Dari banyaknya polisi kenapa orang ini yang aku temui.

Aku Panik. aku turun dari motor dan bergegas melarikan diri tanpa peduli apapun.

“Hei, tunggu!” teriak polisi itu. Tapi siapa yang mau berhenti kalau akhirnya hanya akan ditangkap? Aku berlari menghindari kerumunan polisi, mencari tempat untuk melihat mayat yang ditemukan. 

Lariku gontai, kelelahan karena belum istirahat. Terkadang aku berjalan disaat kaki ini merasa sakit, namun aku tidak boleh tertangkap.

Polisi menghadangku di kanan dan kiri, namun dengan sigap aku berhasil mengelabui dan melewati mereka.

Aku mencari tempat yang pas untuk melihat mayat itu. Walau teriakan polisi saling sahut menyahut menyuruhku berhenti, namun aku tidak berhenti, aku memanjat rumah-rumahan yang di bangun di atas kayu-kayu menyerupai menara pengawas. "Cocok". aku bergumam dan bergegas menaiki menara di dermaga.

Dari atas, aku bisa melihat seorang mayat sedang dievakuasi. Tubuhnya membeku, wajahnya tak terlihat, gelap. Aku mencondongkan tubuhku kedepan dan memicingkan mata agar penglihatanku lebih jelas. 

“Tidak, aku tidak bisa melihatnya, siapa mayat laki-laki itu? Tidak mungkin itu Fahmi”. Jantungku berdegup kencang, amat khawatir dan ketakutan dengan semua pikiran burukku. Aku harus segera memastikannya. 

Aku segera berbalik untuk turun dari menara, tetapi polisi  mengepungku.

“Berhenti! Jangan bergerak!” seru mereka.

Aku membeku, pasrah. Aku mengangkat tangan tanda menyerah. Takut-takut mereka akan meringkus ku dengan kasar. Namun alih-alih mendekat ke arahku, salah satu polisi menghubungi seseorang melalui handy talky, mungkin atasan mereka. Aku hanya berharap kalau mayat itu bukan Fahmi. Itu saja yang aku pikirkan.

“Tetap ditempat!” hardik polisi.

“Kumohon, katakan padaku, siapa mayat yang kalian temukan?” tanyaku putus asa.

Polisi itu tidak merespon, dia hanya terdiam seperti menunggu sesuatu. sampai seseorang muncul menaiki menara. Astaga, aku mengenalnya. “Detektif Rifqi?”.

“Halo, Maya. sungguh kebetulan aku bisa menemukanmu disini. Kami memang sedang mencarimu” ucapnya tajam, penuh intimidasi.

Aku melongo. Detektif Rifqi tidak terlihat bersahabat. Ada sesuatu yang aneh di matanya. 

"Kenapa kau kabur waktu itu?”

"Aku harus menyelamatkan Fahmi”. Jawabku mantap.

“Oh begitu. Kalau begitu kau harus mengatakan semua yang kamu ketahui. Dimana Fahmi? “

“Hah? Aku tidak tahu, justru aku kesini untuk mencarinya”.

Aku bingung, kenapa dia bertanya padaku, apa ini artinya mayat itu bukan Fahmi? situasi ini, sungguh membuatku frustasi. 

Detektif Rifqi berdehem panjang, lalu meraih handphonenya dan menelpon seseorang.

“Halo pak Yahya, kami sudah menemukan Maya, tapi dia tidak mengetahui lokasi Fahmi. Jadi bagaimana?”.

“Oh, okay baik”. Ucap detektif mengangguk. Sepertinya mengiyakan sesuatu.

Aku hanya memperhatikan, hingga akhirnya dia menutup telepon dan berkata kepadaku.

“Maya, kau harus ikut dengan kami. Pak polisi tolong tangkap dia!”.

Perintah detektif Rifqi kepada para polisi yang ada di belakangnya. Kemudian mereka dengan sigap maju dan meringkusku kasar.

“Tidak, kumohon. aku bukan seorang pembunuh, aku cuman ingin mengetahui apakah Fahmi baik-baik saja”.

Pintaku penuh iba, namun polisi-polisi itu tetap meringkusku dan memborgolku.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Memoreset (Sudah Terbit)
3820      1438     2     
Romance
Memoreset adalah sebuah cara agar seluruh ingatan buruk manusia dihilangkan. Melalui Memoreset inilah seorang gadis 15 tahun bernama Nita memberanikan diri untuk kabur dari masa-masa kelamnya, hingga ia tidak sadar melupakan sosok laki-laki bernama Fathir yang menyayanginya. Lalu, setelah sepuluh tahun berlalu dan mereka dipertemukan lagi, apakah yang akan dilakukan keduanya? Akankah Fathir t...
Alumni Hati
60      32     0     
Romance
๐Ÿ“˜ SINOPSIS โ€“ Alumni Hati: Suatu Saat Bisa Reuni Kembali Alumni Hati adalah kisah tentang cinta yang pernah tumbuh, tapi tak sempat mekar. Tentang hubungan yang berani dimulai, namun terlalu takut untuk diberi nama. Waktu berjalan, jarak meluas, dan rahasia-rahasia yang dahulu dikubur kini mulai terangkat satu per satu. Di balik pekerjaan, tanggung jawab, dan dunia profesional yang kaku...
Kenangan Terakhir Bersama Seorang Sahabat
892      530     2     
Short Story
Kisah ini mengingatkanku, ketika kita pertama kali bertemu denganmu. tapi pada akhirnya kau...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
759      517     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
Bottle Up
3043      1257     2     
Inspirational
Bottle Up: To hold onto something inside, especially an emotion, and keep it from being or released openly Manusia selalu punya sisi gelap, ada yang menyembunyikannya dan ada yang membagikannya kepada orang-orang Tapi Attaya sadar, bahwa ia hanya bisa ditemukan pada situasi tertentu Cari aku dalam pekatnya malam Dalam pelukan sang rembulan Karena saat itu sakitku terlepaskan, dan senyu...
Run Away
7894      1778     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
8587      2734     4     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
Di Balik Jeruji Penjara Suci
10096      2134     5     
Inspirational
Sebuah konfrontasi antara hati dan kenyataan sangat berbeda. Sepenggal jalan hidup yang dipijak Lufita Safira membawanya ke lubang pemikiran panjang. Sisi kehidupan lain yang ia temui di perantauan membuatnya semakin mengerti arti kehidupan. Akankah ia menemukan titik puncak perjalanannya itu?
Ibu Mengajariku Tersenyum
2765      1112     1     
Inspirational
Jaya Amanah Putra adalah seorang psikolog berbakat yang bekerja di RSIA Purnama. Dia direkomendasikan oleh Bayu, dokter spesialis genetika medis sekaligus sahabatnya sejak SMA. Lingkungan kerjanya pun sangat ramah, termasuk Pak Atma sang petugas lab yang begitu perhatian. Sesungguhnya, Jaya mempelajari psikologi untuk mendapatkan kembali suara ibunya, Puspa, yang senantiasa diam sejak hamil Jay...
A & O
1655      792     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...