Read More >>"> Ketika Bom Menyulut Cinta (Bab 5: Kamar dan Rahasia di Balik Jurnal) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ketika Bom Menyulut Cinta
MENU
About Us  

Namaku Maya Suriningsih. Nama yang selalu menjadi bahan olokan teman-temanku. Aku sering bertanya pada Ayah dan Ibu, mengapa memilih nama belakang Suriningsih. Kampungan. "Itu nama nenekmu," jawab Ayah dengan nada tegas. "Dia wanita hebat yang berjasa besar dalam hidup Ayah. Ayah berharap namanya menjadi doa untuk hidupmu."

Namun, itu tak membuatku merasa lebih baik. Nama itu tetap terdengar kampungan.

Bagaimana mungkin aku bisa berjasa untuk orang lain, kalau menolong diriku sendiri saja aku tidak mampu? Aku mendesah dalam lamunan di ruang tunggu yang sunyi.

Dingin.

Kosong.

Suaraku sendiri menggema dalam pikiran, hingga suara ketukan di pintu membangunkan lamunanku. Seorang pria masuk, aku kira itu wanita yang menyebut dirinya ibu Fahmi, namun orang lain. Mengenakan jas abu-abu yang terkesan rapi namun kasual. Dia tersenyum sopan.

"Selamat malam mbak Maya," sapanya. "Perkenalkan aku Detektif Rifqi Maul."

"Oh, bukan wanita tadi ya" balasku singkat. Energi untuk berbasa-basi hilang entah ke mana.

"Maksudmu Ny. Lena, oh aku disini menggantikannya karena dia harus segera kerumah sakit menemani anaknya Fahmi Al Yahya," jelasnya. Mendengar nama itu, aku mengangguk. "Mungkin kau sudah tahu sedikit kalau Ny. Lena ingin menawarkan kesepakatan denganmu."

Aku terdiam. memang benar, namun kenapa?

Detektif Rifqi duduk di depanku, memasang ekspresi serius namun tidak mengintimidasi.

"Kami ingin kau bekerja sama untuk membantu menangkap pelaku penculikan Fahmi. Ini karena polisi telah gagal menangkapnya tadi siang. Sebagai gantinya, Ny. Lena bersedia membantu meringankan hukuman mu. Atau mungkin kau bisa saja bebas dari semua tuduhan."

"Kenapa harus aku?" tanyaku, menahan ketidakpercayaan.

"Karena kau satu-satunya yang melihat wajah para pelaku selain Fahmi," jawabnya lugas. "Fahmi mengatakan kau bisa dipercaya. Dia bahkan bersikeras memilihmu, meski keluarganya ragu." Detektif Rifqi tersenyum tipis. "Fahmi menganggapmu pahlawan, Maya. Meski kau tak menyadarinya."

Aku terdiam, kata-katanya membuatku merenung. Anak itu-Fahmi-ternyata benar-benar serius dengan ucapannya. Tapi, permintaan mereka terasa seperti beban berat. Apa aku bisa membantu?

"Tenang saja," lanjut Detektif Rifqi, seperti memahami keraguanku. "Kami akan melindungimu. Bahkan jika bekerja sama, kau tidak perlu kembali ke penjara. Bagaimana?"

Setelah jeda panjang, aku mengangguk. "Aku setuju. Tapi ada syaratnya."

"Sebutkan," balas Detektif Rifqi sigap.

"Berikan aku tempat yang aman." Suaraku tegas, menuntut.

"Sudah kami siapkan," jawabnya yakin.

Kami berjabat tangan, tanda kesepakatan. Tak lama kemudian, dua Polwan masuk, melepas borgol di tanganku, dan mempersilakan aku pergi bersama Detektif Rifqi.

-

Perjalanan menuju tempat tinggal baruku terasa seperti mimpi. Tadi aku dijemput menggunakan mobil mewah. Mobil yang kutumpangi seolah menegaskan bahwa keluarga Fahmi bukan orang sembarangan. Dalam hati, aku bertanya-tanya siapa sebenarnya mereka, hingga bisa mengatur semua ini. Namun, pertanyaan itu segera memudar. Dalam keheningan, wajah Fahmi muncul di benakku.

"Bagaimana keadaan Fahmi?" tanyaku kepada Detektif Rifqi yang sedari tadi duduk di sebelahku, mencoba terdengar biasa saja.

"Dia baik," jawab Rifqi. "Sedang dirawat di rumah sakit."

"Oh." Jawabku datar.

Sebenarnya aku ingin bertanya lebih banyak, tapi menahan diri. Aku tak mau tampak terlalu peduli, meski hatiku terus bertanya-tanya.

Mobil berhenti di depan sebuah rumah besar. Halamannya luas dengan pohon-pohon rindang yang berjajar rapi. Rumah tiga lantai itu tampak megah, nyaris seperti istana.

Aku dipersilahkan turun dari mobil dan masuk ke rumah.

Seorang pria paruh baya menyambut kami di ruang tamu. Tatapannya tajam, penuh wibawa, dan wajahnya sangat mirip dengan Fahmi.

Kami dipersilahkan duduk. Kemudian orang yang ada dihadapanku memulai percakapan tak ramah.

"Oh, jadi ini dia, orang yang menyelamatkan anakku, sekaligus mencoba mencekiknya."

Aku terdiam, jantungku berdebar keras. Detektif Rifqi yang menjawab, mencoba mencairkan suasana.

"Pak, biar saya jelaskan. Maya tidak bermaksud mencelakakan Fahmi. Justru karena keberaniannya, Fahmi bisa selamat." Rifqi melirikku, memberi isyarat agar aku bicara.

"Hmm betul pak, Fahmi bersikeras melawan para penculik," jelasku, suaraku bergetar. "Aku mencoba menolongnya, meski akhirnya salah paham."

Pria itu terdiam sejenak. "Anakku percaya padamu. Aku juga ingin percaya, tapi rasa percayaku tidak gratis." Tatapannya menusuk. "Kau harus membantu kami menangkap para pelaku. Jika gagal, aku akan memastikan kau kembali ke penjara."

Keringat sesaat mengucur dari pelipisku, Aku mengangguk pelan. Apa lagi yang bisa aku lakukan?

-

Setelah percakapan singkat, ayah Fahmi pergi dan menyuruhku mengikuti semua arahan Detektif Rifqi.

Detektif Rifqi bilang kalau sekarang sudah larut dan sebaiknya aku istirahat terlebih dahulu di kamar tamu. Aku mengangguk mengiyakan.

Di sepanjang lorong rumah, aku terus takjub dengan kemewahan yang ada. Ketika pintu kamar dibuka, aku tercengang.

Ruangan itu lebih mirip kamar remaja cowok. Ada gitar-gotar berserakan, konsol game yang menyala, buku komik bertebaran, dan tempat tidur yang tak rapi.

"Ini kamar tamu?" tanyaku heran.

"Iya, tapi mungkin dulu Fahmi sering menggunakannya. Kau tak keberatan, bukan?" detektif Rifqi bertanya sambil tersenyum tipis.

"Baiklah," kataku akhirnya.

Rifqi memperingatkanku untuk tidak menyentuh barang-barang lain, kecuali ranjang. Setelah dia pergi, aku menutup pintu dan mulai mengamati ruangan. Aroma khas seorang remaja lelaki memenuhi kamar, entah mengapa, membuatku merasa nyaman. Aku memejamkan mata dan lagi-lagi membayangkan wajahnya. Wajah Fahmi.

Aku bertanya-tanya, kenapa dia selalu ada di pikiranku. Perasaan apa yang sedang menimpaku, aku belum pernah merasakan perasaan ini sebelumnya.

Apakah ini yang disebut jatuh cinta? Aku masih mencoba memahami perasaan ini.

Saat aku hendak berbaring, aku menyadari ada benda di bawah selimut. Aku membuka selimutnya dan kudapati sebuah jurnal. Aku membuka halamannya, dan mataku langsung tertuju pada tulisan besar:

"AKU BENCI ORANG TUAKU."

Rasa penasaran membuatku membaca lebih jauh.

"Mereka memaksaku menjadi seperti mereka. Ayah ingin aku belajar di jurusan Geologi, Ibu ingin aku belajar di jurusan Manajemen Perbankan. Mereka bilang itu demi masa depanku. Tapi aku tak peduli dengan itu, yang aku pedulikan hanya bermusik, bermain game dan menjadi diriku sendiri."

"Hari ini Aku benar-benar muak. Mereka sudah keterlaluan, memindahkan semua barangku ke kamar tamu dan mengurungku. Aku lebih baik berada di tempat yang tidak ada mereka. Biarkan mereka tidak pernah menemukan aku lagi."

Aku terdiam, mencoba mencerna isi jurnal itu. Sebuah jurnal yang aku yakin ditulis oleh Fahmi menyentuh hatiku. Ternyata kedua orang tuanya bukanlah orang tua yang baik.

Sekilas aku kembali mengingat cerita Fahmi waktu itu. Apakah dia sebenarnya melarikan diri dan di sergap oleh penculik akibat suruhan orang tuanya? Ah tidak mungkin pikirku.

Namun semakin aku pikirkan semakin keras skenario dalam kepalaku memainkan rangkaian cerita seperti film. Aku tidak bisa tidur. Aku harap aku bisa bertemu dengan Fahmi untuk memastikan semua ini.

Aku memasukan buku catatan Fahmi kedalam saku celanaku, dan mencoba memejamkan mata menunggu hari esok.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Secangkir Kopi dan Seteguk Kepahitan
527      291     4     
Romance
Tugas, satu kata yang membuatku dekat dengan kopi. Mau tak mau aku harus bergadang semalaman demi menyelesaikan tugas yang bejibun itu. Demi hasil yang maksimal tak tanggung-tanggung Pak Suharjo memberikan ratusan soal dengan puluhan point yang membuatku keriting. Tapi tugas ini tak selamanya buatku bosan, karenanya aku bisa bertemu si dia di perpustakaan. Namanya Raihan, yang membuatku selalu...
Bulan di Musim Kemarau
363      252     0     
Short Story
Luna, gadis yang dua minggu lalu aku temui, tiba-tiba tidak terlihat lagi. Gadis yang sudah dua minggu menjadi teman berbagi cerita di malam hari itu lenyap.
Koude
3186      1157     3     
Romance
Menjadi sahabat dekat dari seorang laki-laki dingin nan tampan seperti Dyvan, membuat Karlee dijauhi oleh teman-teman perempuan di sekolahnya. Tak hanya itu, ia bahkan seringkali mendapat hujatan karena sangat dekat dengan Dyvan, dan juga tinggal satu rumah dengan laki-laki itu. Hingga Clyrissa datang kepada mereka, dan menjadi teman perempuan satu-satunya yang Karlee punya. Tetapi kedatanga...
Simbiosis Mutualisme
269      172     2     
Romance
Jika boleh diibaratkan, Billie bukanlah kobaran api yang tengah menyala-nyala, melainkan sebuah ruang hampa yang tersembunyi di sekitar perapian. Billie adalah si pemberi racun tanpa penawar, perusak makna dan pembangkang rasa.
Pacarku Arwah Gentayangan
4610      1492     0     
Mystery
Aras terlonjak dari tidur ketika melihat seorang gadis duduk di kursi meja belajar sambil tersenyum menatapnya. Bagaimana bisa orang yang telah meninggal kini duduk manis dan menyapa? Aras bahkan sudah mengucek mata berkali-kali, bisa jadi dia hanya berhalusinasi sebab merindukan pacarnya yang sudah tiada. Namun, makhluk itu nyata. Senja, pacarnya kembali. Gadis itu bahkan berdiri di depannya,...
Me and a Piece of Memories
544      310     2     
Short Story
Tentang pertemanan yang terpisah jarak dan waktu. Tentang kehidupan yang terus terhubung.
IMAGINE
346      242     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.
Yang Terlupa
423      233     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.
Cinta dalam Hayalan Bahagia
639      420     3     
Short Story
“Seikat bunga pada akhirnya akan kalah dengan sebuah janji suci”.
Kala Senja
32473      4668     8     
Romance
Tasya menyukai Davi, tapi ia selalu memendam semua rasanya sendirian. Banyak alasan yang membuatnya urung untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan. Sehingga, senja ingin mengatur setiap pertemuan Tasya dengan Davi meski hanya sesaat. "Kamu itu ajaib, selalu muncul ketika senja tiba. Kok bisa ya?" "Kamu itu cuma sesaat, tapi selalu buat aku merindu selamanya. Kok bisa ya...