Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ibu Mengajariku Tersenyum
MENU
About Us  

Di dalam ruang praktik nan sepi itu, Jaya berputar-putar memikirkan segala kejadian yang mungkin membuat ibunya terus diam. Jaya yakin bahwa pemicunya adalah masalah psikologis. Sebab, ibunya menjalani pemeriksaan fisik setiap tahun untuk memastikan tidak adanya gangguan pada sistem saraf, pendengaran, dan vokal.

Kekalutan yang tanpa sadar membekas itu membawa Jaya menekuri kembali apa yang sesungguhnya telah terjadi pada ibunya. Mengapa Ibu sesedih itu? Mengapa reaksinya sejauh itu? Apa sebenarnya yang melukai pikiran beliau? Apakah ini ada hubungannya dengan Ayah? Masa lalu seperti apa yang sanggup membuat seseorang bertahan bungkam hingga 30 tahun? Berderet pertanyaan memberondong benak Jaya.

Ide-ide tentang beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap seseorang hingga memilih diam pun berloncatan dalam pikiran Jaya. Mungkinkah Ibu memang orang yang sulit bercerita? Bisa jadi, beliau mengalami ketakutan dan ancaman berulang? Atau, beliau sedang menutupi rasa malu dan bersalah?

Perlahan, Jaya kembali teringat perbincangannya barusan dengan Lina. Kata Profesor Wijaya, Ibu pergi meninggalkan keluarga dalam keadaan hamil. Mirip seperti Lina yang memutuskan bercerai. Apakah Ibu mengalami trauma bonding juga? 

Jaya melirik gelisah penunjuk waktu di ponsel. Menyadari hari semakin sore Jaya pun segera menyelesaikan tugasnya. Usai melengkapi dan merapikan catatan para klien hari ini, Jaya keluar menuju ruang istirahat. 

Dokter Spesialis Genetika Medis, Bayu, yang kebetulan melintas segera masuk menyapa. "Hai, Jay. Sudah dengar program baru usulan pihak manajemen?" tanya Bayu dengan mata berbinar-binar. 

Jaya mengangguk, tertarik dengan pembicaraan tersebut. "Maksudmu, Gen Kasih? Sudah dengar, sih. Cuma, aku belum tahu detailnya."

Bayu menjelaskan, "Ini adalah program di mana kita akan kerja sama menangani pasien dengan masalah genetik yang kompleks. Aku akan kasih pandangan medis, dan kamu, akan membantu pasien dan keluarga mengatasi aspek emosional dan psikologis dari diagnosis dan perawatan."

Jaya tersenyum, mengangguk mengerti. "Ide yang luar biasa ya, Bayu. Aku percaya kalau pendekatan komprehensif macam ini akan memberikan dampak positif yang besar pada pasien dan keluarga."

"Iya, lah. Apa lagi, kamu kan, berbakat banget kalau urusan mendengarkan, Jay," puji Bayu, "Enggak salah aku merekomendasikan kamu agar direkrut di sini."

Ya, aku belajar itu dari Ibu. Beliau sangat pandai mendengarkan, tanpa bicara, gumam Jaya dalam hati diakhiri dengan keluhan.

“Jadi, terbukti deh, kalau keputusanmu masuk Psikologi dulu bukan cuma buat berobat jalan, kan?” canda Bayu yang disambut dengan tinju ringan Jaya di lengan kirinya.

“Terima kasih kek, jadi orang. Gara-gara aku kan, kamu terinspirasi ambil spesialisasi yang kamu geluti sekarang?” balas Jaya.

“Oh! Tentu, kawanku Jaya! Kisah hidupmu bikin aku gemas pengin menolong. Sampai kepikiran mau tes DNA semua pria, biar tahu dia ayahmu atau bukan,” kelakar Bayu diiringi gelak yang renyah.

Melihat wajah Jaya yang berangsur-angsur mendung, Bayu menghentikan tawa. “Duh, maaf, Jay. Aku enggak sopan banget ya, bercanda soal begini,” sesal Bayu.

“Enggak apa-apa, Bay. Memang aku aja yang kelamaan bangkit. Semua teori dan metode penerimaan diri jadi mentah sendiri di hadapanku,” sahut Jaya menepuk-nepuk bahu Bayu.

Bayu menghela napas panjang. “Yah, seenggaknya, aku sangat mengapresiasi kehadiranmu di sini, Jay. Kita jadi bisa kerja bareng lagi sebagai Duo Bay …,” sahut Bayu dengan kalimat menggantung disertai tatapan penuh antusiasme menunggu, kedua lengannya rapat lurus ke depan.

“Jay!” timpal Jaya menirukan gaya Bayu dan melompat kecil menempel ke sebelah sahabatnya itu. Keduanya kemudian berayun ke kanan dan kiri dengan mengeluarkan suara deru mesin hingga tertawa bersama.

“Sumpah kita norak banget, Bay,” komentar Jaya sambil celingukan melirik ke segala arah, “Kaya zaman SMA aja.”

Di tengah sisa tawa mereka, pintu ruang istirahat terbuka perlahan. Pak Atma, sang petugas lab, masuk dengan langkah tenang. Sembari tersenyum hangat, beliau berkata kepada Bayu, "Dokter Bayu, hasil lab pasien terbaru sudah selesai. Saya punya semua hasilnya di sini."

Bayu mengangguk dan berterima kasih pada Pak Atma saat menerima hasil lab tersebut. Jaya memperhatikan interaksi mereka dengan rasa ingin tahu. Ada sesuatu yang khusus dalam cara Pak Atma berbicara dan bersikap, seolah-olah ia memiliki pengertian yang lebih dalam tentang hal-hal di sekitarnya.

Pak Atma yang merasa diperhatikan pun menoleh, menatap Jaya penuh kasih dan menyapa "Mas Jaya, apa kabar?"

Jaya merasa agak terkejut oleh perhatian tulus Pak Atma. "Oh, baik, Pak Atma. Terima kasih atas pertanyaannya."

Pak Atma tersenyum lagi, dan menimpali, “Harus ada orang-orang yang menanyakan itu ke para psikolog dan psikiater, Mas. Sebab, enggak gampang lo, menampung curhatan banyak orang itu.” 

“Ah, ya. Benar, Pak Atma,” jawab Jaya sambil mengangguk hormat. Perasaan Jaya begitu damai melihat tatapan dan senyum Pak Atma yang seolah merengkuhnya masuk ke dalam hati, hangat.

Saat Pak Atma pergi, Bayu melirik Jaya dengan tawa ringan. "Pak Atma memang perhatian banget ya, orangnya."

Jaya merasa sedikit malu, tetapi juga mengangguk sambil tersenyum. "Eh, iya. Beliau pasti begitu ke semua orang di rumah sakit ini."

Bayu ikut mengangguk. "Betul. Apa lagi, kamu orang baru di sini. Jadi betah, kan?"

Jaya pun semringah. Dia merasa konyol karena tiba-tiba bertingkah cengeng seperti anak-anak. Kerinduan pada sosok ayah tanpa sadar menyergapnya. Jaya jadi teringat dengan agenda selanjutnya, menjenguk ibu di tempat dia dibesarkan, panti rehabilitasi ODGJ.

***

Saat menyusuri koridor dengan kamar-kamar di sisi kanan dan kiri, Jaya tak bisa menolak untuk menghentikan langkah di depan sebuah kamar yang pintunya setengah terbuka. Tampak pria separuh baya memunggungi menghadap ke jendela dan sedang asyik menorehkan cat di kanvas. 

"Halo, Bapak Ali. Lukisan tamannya sudah hampir selesai, nih," sapa Jaya di ambang pintu.

Pria itu tidak menoleh. Dia hanya mengangkat tangan kanan yang memegang kuas dan memberi isyarat Jaya untuk masuk. Jaya pun duduk di sampingnya sambil menepuk lembut bahu Pak Ali.

Pak Ali menoleh dan tersenyum seraya membalas, "Maaf ya, Jaya. Lagi mager ini. Saking penginnya segera kelar."

“Wow! Semangat banget ya, Pak. Aku harus menabung deh, biar bisa membeli lukisan maestro ini. Indah sekali,” komentar Jaya tulus sambil memandangi lukisan Pak Ali.

“Andai bisa kasih kamu gratis,” ujar Pak Ali tak mampu meredam binar-binar di matanya. “Sayangnya, aku mau kasih ini ke istri. Kata Dokter Hilman, kalau seminggu ini kondisiku stabil, aku bisa pulang kampung. Sudah enggak bingung soal biaya bolak-balik berobat ke kota.” 

“Wah! Kabar baik, Pak Ali. Semoga bisa segera berkumpul lagi dengan keluarga,” sambut Jaya yang ikut bergembira, tetapi terasa kelu di lidah saat sampai di ujung kalimat.

“Amin! Terima kasih, Jaya. Seperti kamu yang bisa setiap hari ketemu ibu, ya. Saya doakan, duitmu segera cukup buat beli rumah sendiri. Segera menikah, biar ada yang temani Ibu,” sahut Pak Ali yang dibalas dengan senyum gamang Jaya.

“Oh, iya, tadi siang Bu Puspa enggak sengaja menumpahkan makanan ke bajuku. Aku padahal sudah bilang berkali-kali enggak apa-apa. Tapi, Bu Puspa teruuus … aja menangis. Tolong tenangkan dia, ya,” lanjut Pak Ali.

“Ah, ya. Baik, Pak,” jawab Jaya, “Saya permisi dulu  Pak Ali. Sukses ya, lukisannya!”

Jaya berjalan dengan degup jantung yang berdetak cepat menuju ruang yang rutin dikunjunginya jika tak ada agenda tambahan. Apa lagi kali ini? Mungkinkah setelah puluhan tahun, Ibu kambuh lagi

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kesempatan
20654      3302     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
My love doctor
309      260     1     
Romance
seorang Dokter berparas tampan berwajah oriental bernama Rezky Mahardika yang jatuh hati pada seorang Perawat Salsabila Annisa sejak pertama kali bertemu. Namun ada sebuah rahasia tentang Salsa (nama panggilan perawat) yang belum Dokter Rezky ketahui, hingga Dokter Rezky mengetahui tentang status Salsa serta masa lalunya . Salsa mengira setelah mengetahui tentang dirinya Dokter Rezky akan menja...
Another Word
638      371     2     
Short Story
Undangan pernikahan datang, dari pujaan hati yang telah lama kamu harap. Berikan satu kata untuk menggambarkannya selain galau.
Man in a Green Hoodie
5108      1267     7     
Romance
Kirana, seorang gadis SMA yang supel dan ceria, telah memiliki jalan hidup yang terencana dengan matang, bahkan dari sejak ia baru dilahirkan ke dunia. Siapa yang menyangka, pertemuan singkat dan tak terduga dirinya dengan Dirga di taman sebuah rumah sakit, membuat dirinya berani untuk melangkah dan memilih jalan yang baru. Sanggupkah Kirana bertahan dengan pilihannya? Atau menyerah dan kem...
Jikan no Masuku: Hogosha
4104      1430     2     
Mystery
Jikan no Masuku: Hogosha (The Mask of Time: The Guardian) Pada awalnya Yuua hanya berniat kalau dirinya datang ke sebuah sekolah asrama untuk menyembuhkan diri atas penawaran sepupunya, Shin. Dia tidak tahu alasan lain si sepupu walau dirinya sedikit curiga di awal. Meski begitu ia ingin menunjukkan pada Shin, bahwa dirinya bisa lebih berani untuk bersosialisasi dan bertemu banyak orang kede...
Liontin Semanggi
1888      1098     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Search My Couple
561      320     5     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.
Anikala
1727      722     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...
Gino The Magic Box
4393      1361     1     
Fantasy
Ayu Extreme, seorang mahasiswi tingkat akhir di Kampus Extreme, yang mendapat predikat sebagai penyihir terendah. Karena setiap kali menggunakan sihir ia tidak bisa mengontrolnya. Hingga ia hampir lulus, ia juga tidak bisa menggunakan senjata sihir. Suatu ketika, pulang dari kampus, ia bertemu sosok pemuda tampan misterius yang memberikan sesuatu padanya berupa kotak kusam. Tidak disangka, bahwa ...
INDIE
506      358     0     
Short Story
Bercerita mengenai kebebasan